Skip to main content

Bahrain: Jemaah Syiah Dilarang Menghadiri Salat Jumat

Dua kali di Bulan Juni, Polisi di Pos Pemeriksaan Menghalangi Orang Mendatangi Masjid Syiah Terbesar

Masjid Imam al-Sadeq, Bahrain. © Dr Ajay Kumar Singh/Shutterstock

(Beirut) – Pihak berwenang Bahrain melarang jemaah Syiah untuk menghadiri salat Jumat di masjid Syiah terbesar di Bahrain, pada dua hari Jumat di bulan Juni, kata Human Rights Watch hari ini. Masjid Imam al-Sadeq, yang berada di daerah al-Diraz, merupakan tempat utama untuk salat Jumat Muslim Syiah di Bahrain.

Pembatasan akses ini menyusul penahanan singkat yang dilakukan otoritas Bahrain terhadap seorang ulama Syiah terkemuka, Sheikh Mohammad Sanqoor, yang sering memberikan khotbah di Masjid Imam al-Sadeq, serta eksekusi yang dilakukan Arab Saudi terhadap dua warga Syiah Bahrain, yang memicu protes di Bahrain. Beberapa hari sebelum penangkapannya, Sheikh Sanqoor meminta pihak berwenang Bahrain untuk membagi informasi dengan keluarga orang-orang yang ditahan di Penjara Jau di Bahrain, dengan mengatakan bahwa keluarga baru-baru ini mendengar kabar tentang sejumlah tahanan di penjara tersebut yang mengalami kekerasan.

Meski masih ada kehadiran polisi yang signifikan di dalam dan sekitar daerah al-Diraz dan sekitar Masjid Imam al-Sadeq pada hari Jumat, 23 Juni 2023, pembatasan di daerah itu telah dilonggarkan.

“Otoritas Bahrain telah lama mendiskriminasi penduduk mayoritas Syiah di negara itu,” kata Niku Jafarnia, peneliti Bahrain dan Yaman di Human Rights Watch. “Baru-baru ini, para pejabat melarang jemaah Syiah untuk menghadiri salat Jumat. Tidak seorang pun boleh dilarang menjalankan keyakinan mereka.”

Pemerintah Bahrain telah mendiskriminasi penduduk mayoritas Syiahnya selama bertahun-tahun, termasuk dengan mengincar para ulama Syiah dan menangkap serta mengadili para pembela HAM berlatar belakang Syiah, termasuk Abdulhadi al-Khawaja pada tahun 2011. Pada tahun 2016, sekelompok pakar PBB menyatakan keprihatinan bahwa anggota komunitas Syiah “jelas diincar atas dasar agama mereka.”

Human Rights Watch berbicara dengan enam orang mengenai situasi di daerah al-Diraz pada bulan Juni, termasuk empat orang dari komunitas Syiah yang dihadang oleh pihak berwenang di pos pemeriksaan ketika hendak menuju masjid untuk menghadiri ibadah salat Jumat, serta dua perwakilan dari masyarakat sipil Bahrain setelah peristiwa tersebut.

Pada 22 Mei 2023, otoritas Bahrain menangkap Sheikh Sanqoor setelah dia meminta pihak berwenang “untuk meyakinkan keluarga para tahanan tentang orang yang mereka cintai.” Sheikh Sanqoor membuat komentar tersebut sebagai tanggapan atas laporan baru-baru ini tentang penganiayaan terhadap orang-orang yang ditahan di Penjara Jau. Setelah aksi protes, pihak berwenang membebaskan Syekh Sanqoor pada 25 Mei 2023, tetapi para narasumber yang kami wawancara mengatakan bahwa dia belum kembali ke masjid sejak saat itu.

Pada tanggal 29 Mei 2023, Arab Saudi mengeksekusi mati dua warga Syiah Bahrain. Anggota komunitas Syiah di Bahrain memprotes eksekusi tersebut.

Para narasumber yang Human Rights Watch wawancarai mengatakan bahwa otoritas Bahrain mendirikan pos-pos pemeriksaan di dalam dan sekitar daerah al-Diraz mulai Jumat, 2 Juni 2023.

Pembatasan jadi semakin ketat pada dua hari Jumat berikutnya, 9 dan 16 Juni. Para narasumber yang berbicara dengan Human Rights Watch menggambarkan ada sejumlah pos pemeriksaan di setiap titik masuk ke daerah al-Diraz pada tanggal-tanggal itu, termasuk bundaran Sar, bundaran al-Diraz, dan Jalan Al-Nakheel. Orang yang kami wawancarai menyatakan bahwa polisi Bahrain – termasuk polisi anti huru-hara dan polisi lalu lintas – hadir di pos-pos pemeriksaan.

Menurut mereka yang berbicara dengan Human Rights Watch, pihak berwenang memeriksa dokumen identitas mereka yang ingin melewati pos pemeriksaan menuju daerah al-Diraz. Para narasumber yang kami wawancarai mengatakan bahwa polisi tetap mengizinkan warga non-Bahrain dan warga al-Diraz dan lingkungan sekitar untuk memasuki area tersebut.

Masjid Imam al-Sadeq melayani sebagian besar komunitas Syiah di Bahrain, yang sebagian besar tinggal di luar wilayah al-Diraz. Sejumlah narasumber kami menjelaskan bahwa jemaah Sunni Bahrain biasanya menghadiri salat Jumat di Masjid al-Fatih di Manama, ibu kota Bahrain.

“Masjid Imam al-Sadeq adalah masjid utama bagi komunitas Syiah [di Bahrain] dan lokasi utama untuk salat Jumat. Di situlah komunitas mendiskusikan penderitaan, kebutuhan, keprihatinan, masalah sosial dan ekonomi, masalah dalam pemerintahan, dan penindasan,” kata salah satu narasumber kami yang dilarang masuk daerah al-Diraz pada 16 Juni untuk ikut salat.

Narasumber kami yang lain mengatakan, “Saya sudah ikut salat di al-Diraz selama 30 hingga 40 tahun, setiap pekan.” Pada 9 Juni, orang tersebut sedang dalam perjalanan untuk salat ke masjid tetapi dihentikan oleh polisi Bahrain di sebuah pos pemeriksaan dan dipaksa berbalik arah.

Orang lain, yang juga bermaksud untuk menghadiri salat tetapi dihalangi memasuki daerah al-Diraz pada 16 Juni, mengatakan, “Saya melihat sejumlah pekerja migran yang naik sepeda diizinkan masuk tanpa pertanyaan. Siapa pun yang tidak terlihat Syiah diizinkan masuk.”

Sebuah video yang beredar di Twitter menunjukkan sejumlah orang asing mengendarai sepeda melalui pos pemeriksaan tanpa diberhentikan, berbeda dengan video dan foto yang diunggah pada 9 Juni dan 16 Juni yang menunjukkan pihak berwenang mencegah warga Syiah Bahrain memasuki daerah tersebut.

Pemblokiran Masjid Imam al-Sadeq pada 9 dan 16 Juni bukanlah kali pertama upaya otoritas Bahrain membatasi akses ke sana. Pihak berwenang menutup akses ke masjid, serta daerah yang lebih luas, pada tahun 2016, menyusul protes besar-besaran setelah pemerintah mencabut kewarganegaraan Ayatollah Sheikh Isa Qassim, seorang ulama Syiah terkemuka asal Bahrain. Sejumlah orang yang Human Rights Watch wawancarai mengaku sangat kecewa dengan pembatasan ke daerah al-Diraz dan masjid baru-baru ini, karena otoritas Bahrain juga memberlakukan pembatasan akses ke masjid yang cukup lama pada tahun 2022.

Konstitusi Bahrain melindungi kebebasan berkeyakinan dan menjamin kebebasan untuk melakukan ritual keagamaan berdasarkan pasal 22. Pasal 18 dan 21 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi oleh Bahrain, melindungi hak-hak individu atas kebebasan beragama, kebebasan berkumpul, dan kebebasan berekspresi.

“Pemblokiran yang baru-baru ini dilakukan otoritas Bahrain terhadap jemaah Syiah untuk menghadiri salat Jumat adalah pengingat lain dari diskriminasi yang telah lama diderita masyarakat,” kata Jafarnia. “Seharusnya otoritas Bahrain segera mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap komunitas Syiah di negara tersebut.”

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.