Skip to main content

Campur Tangan Media Sosial di Tiongkok Menunjukkan Kebutuhan Mendesak akan Peraturan

Published in: The Canberra Times
Shou Zi Chew, pejabat eksekutif tertinggi TikTok Inc., berbicara dalam acara New Economy Forum yang digelar Bloomberg di Singapura, 16 November 2022. © 2022 Bryan van der Beek/Bloomberg via Getty Images

Mengungkap konten dan akun yang disensor. Menerbitkan arahan yang diterima dari pemerintah. Denda dan pengenaan larangan bagi yang tidak patuh. Pada 1 Agustus 2023, Komite Khusus Parlemen Australia tentang Campur Tangan Asing melalui Media Sosial mengusulkan langkah-langkah ini dan langkah-langkah lainnya dalam sebuah laporan baru untuk melawan "ancaman yang nyata, meluas, dan semakin menguat" dari campur tangan asing melalui media sosial.

Laporan terbitan komite tersebut mengangkat sejumlah kekhawatiran khusus tentang WeChat dan TikTok, platform media sosial Tiongkok yang punya basis pengguna tak sedikit di Australia. Memicu kekhawatiran tentang kurangnya transparansi perusahaan-perusahaan ini, WeChat menolak untuk tampil dalam audiensi publik dengan alasan bahwa pihaknya tidak memiliki karyawan di Australia. Seorang perwakilan TikTok muncul di hadapan Komite tetapi menghindari pertanyaan-pertanyaan dasar seperti lokasi kantor pusat perusahaan dan seberapa sering karyawannya di Tiongkok mendapatkan akses data orang Australia.

Dampak platform media sosial yang beroperasi di bawah kendali pemerintah Tiongkok terhadap demokrasi Australia terbukti ketika pada tahun 2020, sensor WeChat menghapus tanggapan resmi Perdana Menteri Scott Morrison terhadap sebuah foto seorang tentara Australia yang telah direkayasa oleh pemerintah Tiongkok di Twitter.

Human Rights Watch telah berulang kali menyuarakan keprihatinannya atas operasi perusahaan media sosial Tiongkok di luar negeri, termasuk di Australia.

Semua perusahaan media sosial Tiongkok, baik swasta maupun publik, berada di bawah kendali Partai Komunis Tiongkok. Ini menciptakan peluang dan mekanisme penyensoran, pengawasan, dan propaganda negara yang tak hanya memengaruhi para pengguna mereka yang berbasis di Tiongkok, melainkan juga orang-orang di seluruh dunia. Di bawah Undang-Undang Intelijen Nasional Tiongkok tahun 2017, semua warga negara dan perusahaan diwajibkan untuk membantu pengumpulan data intelijen dan harus berbagi data apa pun dengan Beijing jika diminta.

Partai Komunis memiliki catatan dalam memaksa perusahaan domestik dan asing untuk mengikuti garis partai dan menghukum mereka yang gagal melakukannya secara memadai. Pada tahun 2018, regulator media Tiongkok menutup aplikasi lelucon Neihan Duanzi, yang dimiliki oleh perusahaan induk TikTok, ByteDance, karena konten yang "vulgar". Pendiri perusahaan, Zhang Yiming, secara terbuka menyampaikan permintaan maaf dengan rendah hati karena menyimpang dari "nilai-nilai inti sosialis" dan berjanji untuk memastikan bahwa "suara-suara Partai Komunis disiarkan dengan tegas."

Partai tersebut juga bertanggung jawab atas penghilangan paksa dan penahanan eksekutif bisnis oleh otoritas Tiongkok dalam situasi yang tidak jelas. Pada November 2020, Jack Ma, pendiri perusahaan teknologi Alibaba dan salah satu nama paling terkenal di Tiongkok, menghilang selama tiga bulan setelah secara terbuka mengkritik regulator keuangan Tiongkok.

Penahanan sewenang-wenang dan penghilangan paksa menempatkan para pemimpin bisnis pada risiko besar dan mengirim pesan yang jelas kepada mereka dan pihak-pihak lain bahwa harga yang harus dibayar untuk menentang – atau bahkan terlihat menentang – Partai Komunis Tiongkok bisa sangat mahal.

Ada seruan publik untuk memberlakukan larangan terhadap TikTok dan WeChat di Australia, yang secara tepat tidak didukung oleh komite di parlemen. Dalam kasus TikTok, melarang aplikasi yang digunakan oleh jutaan orang Australia untuk mengekspresikan diri adalah tindakan ekstrem yang tidak memenuhi standar hak asasi manusia internasional. Dan untuk WeChat, larangan dapat secara serius mengganggu komunikasi antara diaspora Tiongkok dan keluarga serta teman-teman mereka yang tinggal di Tiongkok, mengingat pemerintah Tiongkok secara efektif melarang semua media sosial internasional dan aplikasi pesan di dalam negeri.

Jika pemerintah Australia menjalankan rekomendasi Komite untuk transparansi, hal ini akan memaksa perusahaan media sosial untuk membuka ke hadapan publik keterlibatan mereka dalam penyensoran dan pengawasan pemerintah Tiongkok. Hasil terbaiknya adalah tekanan publik terhadap perusahaan-perusahaan itu yang membuat mereka menolak tuntutan Partai Komunis.

Mengekspos serta membendung disinformasi dan campur tangan pemerintah Tiongkok hanyalah salah satu bagian dari solusi. Seperti yang juga ditunjukkan oleh komite, pemerintah Australia seharusnya mempublikasikan materi pendidikan, termasuk saran risiko, untuk memberdayakan warga negara untuk mengambil keputusan berdasarkan informasi tentang penggunaan media sosial mereka sendiri. Selain itu, pemerintah seharusnya mendukung jurnalisme profesional berbahasa asing yang independen, memperluas sumber berita tanpa sensor untuk komunitas diaspora Tiongkok.

Jika pemerintah dengan penuh semangat mengejar rekomendasi Komite, Australia dapat menetapkan standar tinggi baru bagi negara-negara lain yang menghadapi masalah serupa terkait campur tangan dari Partai Komunis Tiongkok melalui media sosial.

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country
Topic