(New York) – Sebuah video yang direkam telepon genggam, menampilkan penyiksaan dua pria Papua, makin menegaskan perlunya pemerintah Indonesia untuk menginvestigasi pelanggaran hak asasi manusia serius dan mengusut para pelaku, menurut Human Rights Watch hari ini.
Human Rights Watch tidak bisa memverifikasi keaslian video itu tapi meyakini ada alasan yang cukup untuk memulai penyelidikan resmi. Video berdurasi 10 menit ini menunjukkan dua pria berdialek Lani dengan lengan terikat ke belakang tengah terbaring di tanah berlumpur. Mereka dikelilingi beberapa orang pria berpakaian biasa yang pegang senjata dan peralatan komunikasi yang sering dipakai tentara-tentara Indonesia.
Interogator mengajukan pertanyaan dalam bahasa Indonesia dengan pertanyaan yang biasa diucapkan aparat keamanan Indonesia, yang ingin mencari tahu persembunyian, perlengkapan bersenjata dan gerilyawan Gerakan Papua Merdeka. Penyiksaan itu – pemukulan, ancaman dengan senjata tajam, penikaman – juga cocok dengan berbagai laporan pelanggaran HAM di Papua oleh aparat keamanan Indonesia.
“Penyiksaan yang mengerikan dalam video ini jelas membutuhkan investigasi segera yang kredibel, bukan hanya dengan penyelidikan internal militer yang seringkali percuma,” kata Phil Robertson, wakil direktur Asia dari Human Rights Watch. “Mereka yang bertanggung-jawab atas pelanggaran mengerikan ini harus dibawa ke pengadilan, dan publik perlu melihat bahwa keadilan harus ditegakkan.”
Sumber setempat di Papua yakin bahwa insiden ini kemungkinan terjadi di dekat Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, dan dua pria yang disiksa ini adalah Tunaliwor Kiwo, usia sekitar 50 tahun, dan Telangga Gire, 30 tahun; keduanya penduduk desa. Data di video menunjukkan rekaman diambil pukul 13.26 pada 30 Mei 2010.
Di Jakarta, beberapa anggota DPR mengatakan akan memanggil komandan Tentara Nasional Indonesia, Laksamana Agus Suhartono, untuk menjelaskan video itu di pertemuan dengar-pendapat. Suhartono dan juru bicara militer di Papua berkata pihak militer akan melakukan investigasi.
Sistem pengadilan militer Indonesia, dengan wewenang hukum eksklusif terhadap personil tentara, selama ini kurang transparan, tidak independen, dan memihak, menurut Human Rights Watch. Selama beberapa tahun ini, pengadilan militer Indonesia gagal menyelidiki atau menuntut dengan layak pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan serdadu militer. Dalam beberapa sidang militer yang informasinya tersedia untuk publik, oditur militer hanya memberi tuntutan sepele, dan vonis yang dijatuhkan hakim militer terlalu ringan. Human Rights Watch mendesak pemerintah untuk mendorong amandemen UU 31 Tahun 1997 tentang Pengadilan Militer di mana pasal-pasal sistem pengadilan militer direvisi agar sepenuhnya di bawah kontrol efektif pengadilan pidana sipil.
“Susah mengatakan manakah yang lebih mengejutkan dari video itu, adegan penyiksaan yang mengerikan atau rasa percaya diri para penyiksa yang seakan-akan tindakannya itu dapat diterima,” kata Robertson.
Dalam video, pria bernama Kiwo hanya memakai celana dalam. Interogatornya menanyakan informasi tentang senjata. Kiwo berkata dia hanya orang sipil biasa dari Tingginambut dan tidak tahu apapun tentang senjata. Setelah dua menit, si interogator mulai menendang muka Kiwo dan menginjak dada dengan sandal dan sepatu boot mereka. Video itu lalu menunjukkan Gire, terbaring di tanah di dekat mereka, yang wajahnya berkali-kali ditempeleng oleh interogator, leher serta hidungnya ditodong pisau. Beberapa saat video merekam Kiwo, dan para interrogator berteriak dalam bahasa Indonesia, “Bakar penisnya!... Bakar penisnya!” Kiwo memekik kesakitan saat sebatang bara kayu disundutkan ke alat kelaminnya.
Kiwo terus menjerit hingga seorang interogator menodongkan senapan semi-otomatis ke mulut Kiwo dan berkata, ”Diam... Diam. Aku akan tembak... Aku tembak mulutmu.” Kiwo berhenti teriak, si interrogator berkata: “Kamu jujur,hah? Sekarang tunjukan senjatamu. Bawa ke sini senjatamu. Aku bakar penismu lagi... Dimana senjata? Apa kamu simpan di gereja? Di rumahmu? Di hutan? Di sungai? Atau dikubur di dalam tanah? Beritahu aku. Yang jujur. Kita orang cinta damai.”
Berdasar sumber lokal Papua, Kiwo masih belum diketahui keberadaannya, sementara Gire dan keluarganya hilang bersembunyi. Human Rights Watch menyerukan Pemerintah Indonesia untuk segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna mencari tahu nasib Kiwo serta menjamin keamanan Gire dan anggota keluarganya.
Human Rights Watch mendorong negara-negara donor seperti Amerika Serikat, Australia, dan Inggris, yang memberi bantuan kepada TNI, agar menekan pemerintah Indonesia untuk bikin investigasi kredibel dan imparsial, dengan menuntut secara layak terhadap mereka yang terlibat penyiksaan. Larangan bantuan militer AS terhadap Indonesia telah dicabut belakangan ini; pada 2010, AS mencabut embargo bantuan militer terhadap Indonesia yang bertahun-tahun diterapkan atas kekerasan Kopassus, elit tempur militer Indonesia.
“Memastikan pertanggungjawaban dalam kasus ini adalah ujian penting, tidak hanya untuk pemerintah Indonesia, tapi juga bagi mereka yang memberikan bantuan militer,” kata Robertson. “Kredibilitas pemerintah, militer, dan negara-negara pemberi bantuan militer sedang dipertaruhkan.”