(Jakarta) – Ancaman dan serangan terhadap sejumlah jurnalis dan media di Indonesia akhir-akhir ini menghadirkan efek mengerikan bagi media, kata Human Rights Watch hari ini. Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Prabowo Subianto Djojohadikusumo seyogianya segera bertindak untuk melindungi kebebasan media, termasuk dengan menindak para pejabat yang membuat tuduhan publik tak berdasar kepada jurnalis serta merongrong kebebasan pers.
Sejumlah jurnalis dipukuli saat meliput aksi unjuk rasa, diserang secara fisik oleh pelaku tak dikenal, dan diancam di tempat kerja mereka, termasuk dengan mengirimi bangkai binatang. Banyak dari serangan baru-baru ini tampaknya merupakan balasan atas liputan media tentang revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia yang memperluas peran militer dalam pemerintahan dan melemahkan pengawasan hukum terhadap serdadu yang sewenang-wenang. Sejumlah pejabat tinggi pemerintah juga secara berbahaya menuduh tanpa dasar bahwa jurnalis dan kantor media "antek kepentingan asing."
"Seharusnya Presiden Prabowo menyadari bahwa serangan lanjutan terhadap jurnalis dan media akan melemahkan kebebasan pers yang sangat penting bagi rencana pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial di Indonesia," kata Meenakshi Ganguly, wakil direktur Asia di Human Rights Watch. “Pemerintah seyogianya memastikan bahwa warga Indonesia bisa dengan bebas menyampaikan pendapat mereka tanpa khawatir pembalasan, dan media yang independen memungkinkan terjadinya diskusi terbuka tanpa gangguan atau intimidasi.”
Majalah Tempo, yang punya sejarah panjang dalam liputan kritik publik di Indonesia, menjadi sasaran utama, diduga karena liputan terhadap pemerintahan Prabowo. Pada 20 Maret, Francisca Christy Rosana, seorang jurnalis Tempo, seorang Katolik, yang juga menjadi pembawa acara siniar populer "Bocor Alus Politik," menerima paket berisi kepala babi tanpa telinga, yang merupakan simbol ancaman di negara dengan mayoritas penduduk Muslim. Ia mengalami doxing (informasi pribadinya disebarkan dengan niat jahat), telepon ibunya diretas, dan seorang kerabatnya menerima panggilan telepon berisi ancaman dari nomor tak dikenal.
Pada 22 Maret, petugas kebersihan di kantor Tempo di bilangan Palmerah, Jakarta, menemukan sebuah kotak berisi enam tikus dengan kepala terpenggal. Insiden ini tampaknya intimidasi terhadap enam pembawa acara “Bocor Alus Politik” yang kerap membahas masalah politik dan tajam mengkritik pemerintahan Prabowo.
Sejak saat itu, sejumlah jurnalis memasang kamera CCTV dan kamera dasbor untuk pengamanan diri mereka. "Jika maksudnya untuk menakut-nakuti," kata Pemimpin Redaksi Tempo, Setri Yasra, "kami tidak gentar."
Pada 24 Maret, polisi memaksa dua jurnalis menghapus foto dan video dari telepon mereka, setelah aparat membubarkan aksi unjuk rasa di Surabaya yang menentang revisi Undang-undang TNI. Rama Indra, jurnalis dari media Berita Jatim, mengatakan bahwa sejumlah anggota kepolisian memaksanya berhenti merekam saat mereka memukuli para demonstran, bahkan memukul kepalanya. Polisi juga memaksa Wildan Pratama, jurnalis dari radio Suara Surabaya, untuk menghapus foto-foto para pengunjuk rasa yang ditangkap. Reporters Without Borders melaporkan bahwa polisi dan orang-orang tak dikenal menyerang sedikitnya 14 jurnalis dan anggota pers mahasiswa yang meliput unjuk rasa serupa di berbagai daerah.
Serangan-serangan belakangan ini merupakan bagian dari pola kekerasan yang semakin menjadi-jadi terhadap media, kata Human Rights Watch. Sejumlah pria tak dikenal dua kali menghancurkan kaca depan mobil pembawa acara “Bocor Alus Politik”, Hussein Abri Dongoran, di Jakarta, pada 4 Agustus dan juga 3 September. Kamera dasbor mobilnya merekam dua pria yang mengendarai sebuah sepeda motor melemparkan karburator ke arah kaca depan. Tempo telah melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian, namun tanpa ada hasil.
Anggota TNI juga diduga terlibat dalam serangan terhadap jurnalis, kata Human Rights Watch. Di Jayapura, Papua, pada 16 Oktober, dua pria mengendarai sebuah sepeda motor melempar bom molotov ke kantor redaksi harian Jubi, menyebabkan dua mobil terbakar. Para staf dan warga sekitar berhasil memadamkan api. Polisi Daerah Papua membuat laporan tertanggal 22 Januari berdasarkan keterangan sembilan saksi dan rekaman CCTV, yang melibatkan dua prajurit TNI dalam penyerangan itu. Polisi Papua menyerahkan laporan tersebut ke Polisi Militer XVII/Cenderawasih di Jayapura untuk ditindaklanjuti, namun pihak militer mengembalikan laporan tersebut pada Februari dengan alasan kurangnya bukti.
Di Kabanjahe, Sumatra Utara, Rico Sempurna Pasaribu, seorang reporter Tribata TV yang berpusat di Medan, bersama tiga anggota keluarganya —istri, putri, dan cucunya yang berusia tiga tahun—tewas dalam rumah merangkap warung mereka pada tanggal 27 Juni 2024. Polisi menangkap tiga pria. Bebas Ginting, tersangka utama, dalam persidangan mengakui melakukan penyerangan, mengatakan diperintahkan untuk "mengamankan media" karena liputan Rico Pasaribu soal judi online ilegal. Perintah itu suruhan seorang anggota TNI berpangkat sersan. Pada 27 Maret, Pengadilan Negeri Kabanjahe menjatuhkan vonis seumur hidup bagi Ginting dan satu pelaku lain, satunya lagi dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Namun, belum ada tindakan yang diambil terhadap anggota TNI yang diduga memerintahkan serangan. Dewan Pers telah mendesak pihak militer untuk menindaklanjuti kesaksian Bebas Ginting bahwa ia bertindak atas perintah anggota TNI.
Pada bulan Februari, Kepolisian Indonesia menerbitkan peraturan yang mewajibkan jurnalis dan peneliti asing untuk memperoleh izin dari kepolisian untuk bekerja di "daerah tertentu", tanpa menjelaskan secara rinci apa atau di mana lokasi tersebut. Peraturan yang berlaku sejak 10 Maret itu memberikan kewenangan kepada polisi untuk menerbitkan surat izin agar mereka bisa "memberikan pelayanan dan perlindungan" kepada jurnalis asing, terutama di wilayah rawan konflik, menurut kepala divisi hubungan masyarakat kepolisian.
Pada 2015, Human Rights Watch mengeluarkan laporan tentang birokrasi panjang dan berbelit-belit, yang melibatkan 18 kementerian dan lembaga, buat bahas lamaran visa seorang jurnalis asing saat ingin bekerja di Indonesia. Bila visa mereka disetujui oleh "clearing house" di Kementerian Luar Negeri, ia juga bisa dicabut bila dianggap meliput masalah yang dianggap peka. Enam provinsi di Papua Barat secara rutin dikecualikan dari persetujuan tersebut.
Media juga menjadi sasaran serangan digital. Komite Keselamatan Jurnalis mencatat sejumlah serangan digital terhadap perusahaan media, termasuk lebih dari satu miliar serangan DDoS (Distributed Denial of Service) terhadap situs berita Tempo selama bulan April 2025, yang melumpuhkan layanan mereka selama beberapa jam. Media lain yang turut menjadi sasaran di antaranya Konde, Project Multatuli, dan Narasi TV. Beberapa jurnalis mengatakan kepada Human Rights Watch bahwa mereka kini bekerja lebih berhati-hati, termasuk memakai telepon kayu dan membatasi pemakaian telepon seluler, akibat serangan yang kerap terjadi ini.
"Pemerintahan Prabowo bisa memperkuat klaim bahwa Indonesia adalah negara demokrasi yang menghormati hak asasi manusia dengan secara serius menyelidiki berbagai dugaan ancaman dan serangan terhadap media," kata Meenakshi Ganguly. "Pihak berwenang juga seyogianya mencabut pembatasan yang tidak perlu, termasuk kewajiban mendapatkan izin perjalanan bagi jurnalis asing, dan membiarkan mereka menjalankan tugasnya."