Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa seharusnya memanfaatkan sesi sidang darurat tentang Israel dan Palestina pada pekan ini untuk menyerukan bantuan kemanusiaan dan layanan penting tanpa batas bagi warga sipil di Jalur Gaza. Semestinya negara-negara anggota juga menyoroti perlunya langkah-langkah konkret untuk mencegah kekejaman yang lebih lanjut terhadap warga sipil dan pertanggungjawaban atas berbagai kejahatan serius yang dilakukan semua pihak.
Kelompok Arab dan Organisasi Kerjasama Islam telah berusaha untuk kembali menggelar Sidang Khusus Darurat ke-10 Majelis Umum pada 26 Oktober, setelah Amerika Serikat memveto resolusi yang diusulkan Brasil untuk Dewan Keamanan PBB. Resolusi itu meminta Israel dan kelompok-kelompok bersenjata Palestina untuk mematuhi hukum humaniter internasional dan mengizinkan bantuan kemanusiaan menjangkau mereka yang membutuhkan.
Sidang darurat digelar di tengah pengeboman tanpa henti yang Israel lakukan di Gaza sebagai pembalasan atas serangan pimpinan Hamas yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel pada 7 Oktober di mana diperkirakan 1.400 orang, termasuk anak-anak dan ratusan warga sipil lainnya, terbunuh dan lebih dari 200 orang disandera, menurut otoritas Israel. Lebih dari 6.500 warga Palestina telah tewas di Gaza, termasuk lebih dari 2.700 anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Gaza. Israel telah memutus semua layanan penting ke Gaza dan hanya mengizinkan sedikit bantuan untuk masuk.
Majelis Umum yang beranggotakan 193 negara itu dapat mengadakan Sidang Khusus Darurat untuk membahas masalah perdamaian dan keamanan internasional ketika Dewan Keamanan menemui jalan buntu.
Sebuah rancangan resolusi gencatan senjata yang diedarkan oleh Kelompok Arab mencakup seruan untuk pertanggungjawaban, kepatuhan terhadap hukum humaniter internasional, dan bantuan kemanusiaan yang tidak dibatasi. Terhadap rancangan resolusi ini diharapkan akan dilakukan pemungutan suara selama sidang Majelis Umum. Tidak seperti resolusi Dewan Keamanan, resolusi Majelis Umum tidak mengikat secara hukum tetapi dapat membawa pengaruh politik.
Majelis juga dapat mengisyaratkan kekhawatiran tentang risiko kekejaman massal lebih lanjut dengan mengundang komisaris tinggi PBB untuk hak asasi manusia, Volker Türk, dan para pakar PBB lainnya untuk memberi pengarahan singkat kepada negara-negara anggota.
Negara-negara anggota seharusnya juga menggarisbawahi pentingnya Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dalam mewujudkan keadilan yang tidak memihak.
Para delegasi seyogianya meminta Israel untuk menghindari penggunaan senjata peledak dengan efek area luas di daerah-daerah berpenduduk di Gaza, yang telah mengubah sebagian besar lingkungan menjadi puing-puing. Mereka semestinya menyerukan kepada kelompok-kelompok bersenjata Palestina agar menghentikan serangan roket tanpa pandang bulu terhadap masyarakat Israel dan untuk segera membebaskan semua warga sipil yang disandera dengan aman.
Veto AS menghalangi Dewan Keamanan bertindak dalam menghadapi pembantaian yang belum pernah terjadi sebelumnya di Israel dan Palestina. Seharusnya Majelis Umum sekarang segera melakukan apa yang bisa dilakukannya untuk menggantikan posisi Dewan Keamanan.