Skip to main content

Blokade Tidak Sah Israel di Gaza Memicu Krisis Hak-Hak Perempuan

Kurangnya Perawatan dan Obat Menghadirkan Risiko bagi Perempuan dan Anak Perempuan

Seorang anak perempuan berjalan di sekitar tenda dalam sebuah kamp yang didirikan oleh Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) bagi warga Palestina yang mengungsi ke Jalur Gaza selatan, 19 Oktober 2023.   © 2023 Belal Khaled/Anadolu via Getty Images

Krisis kemanusiaan yang berkecamuk di Gaza menghadirkan dampak pada perempuan dan anak perempuan dengan cara amat spesifik dan menghancurkan.

Pada 7 Oktober, sejumlah pria bersenjata yang dipimpin Hamas melancarkan pembantaian terburuk terhadap warga sipil dalam sejarah Israel, menewaskan sekitar 1.400 orang dan menyandera lebih dari 200 orang. Militer Israel kemudian melancarkan serangan udara dengan intensitas yang tak pernah ada sebelumnya di Gaza, menewaskan lebih dari 5.900 warga Palestina, termasuk lebih dari 1.300 perempuan, dan memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah mengerikan di Gaza setelah lebih dari 16 tahun ditutup oleh Israel.

Pemerintah Israel telah memutus pasokan ke Gaza dan sejumlah rumah sakit telah mengalami kekurangan pasokan penting dan rusak akibat serangan udara. Diperkirakan sebanyak 50.000 perempuan hamil dan anak perempuan di Gaza berisiko kehilangan perawatan prakelahiran dan melahirkan tanpa listrik atau pasokan medis. Analisis gender cepat yang digelar PBB tentang situasi ini menggemakan keprihatinan ini. Krisis ini kemungkinan akan mengakibatkan peningkatan angka kematian dan kesakitan ibu dan bayi, serta merusak kemajuan kesehatan yang sebelumnya sudah tercapai di Palestina.

Meskipun hanya ada sedikit data tentang tren saat ini di Gaza, perempuan dan anak perempuan biasanya memiliki risiko lebih tinggi mengalami kekerasan seksual pada masa konflik bersenjata. Para penyintas kekerasan seksual membutuhkan bantuan dukungan segera, termasuk bantuan medis. Mereka membutuhkan perawatan untuk berbagai cedera dan penyakit menular seksual serta akses terhadap pasokan medis, termasuk kontrasepsi darurat dan pengobatan, untuk mengurangi risiko penularan HIV. Mereka juga membutuhkan layanan kesehatan seksual dan reproduksi yang komprehensif serta dukungan psikososial. Ketika Gaza berjuang untuk merawat ribuan orang yang terluka oleh serangan udara Israel, berbagai kebutuhan ini kemungkinan besar tidak akan terpenuhi.

Keluarga-keluarga mendapat jatah air karena Israel telah memutus pasokan air dan listrik bagi penduduk sipil Gaza, yang merupakan hukuman kolektif, sebuah kejahatan perang. Menurut PBB, hanya sebagian kecil pasokan air yang dialirkan oleh Israel yang masuk, dan hanya di Gaza selatan. Para warga mendapatkan sekitar tiga liter air per hari; Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan antara 50 hingga 100 liter. Tidak lebih dari 20 truk bantuan kemanusiaan, termasuk air minum kemasan, memasuki Gaza melalui Mesir antara 21 dan 23 Oktober, hanya empat persen dari rata-rata harian sebelum 7 Oktober.

Kurangnya air bersih adalah krisis bagi orang tua – biasanya para ibu – yang berupaya memberi makan bayi-bayi mereka.

Akses terhadap air dan fasilitas sanitasi yang aman juga penting bagi perempuan dan anak perempuan yang mengelola kebersihan menstruasi mereka. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, hal ini dapat menyebabkan infeksi serius, termasuk hepatitis B dan sariawan. Perempuan dan anak perempuan di tempat penampungan menghadapi kesulitan khusus mengakses persediaan dan fasilitas, dan kurangnya kesadaran tentang kesehatan menstruasi, terutama di kalangan laki-laki dan anak laki-laki, kemungkinan bakal menambah kesulitan yang mereka hadapi.

Semua ini menghadirkan risiko tambahan bagi kesehatan dan kehidupan perempuan dan anak perempuan. Penderitaan mereka adalah satu alasan tambahan bahwa sekutu Israel, terutama Amerika Serikat, seharusnya mendesak Israel untuk memulihkan aliran listrik dan air, mengizinkan masuknya bahan bakar ke Gaza, dan membuka perlintasan untuk bantuan kemanusiaan.

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.