(Berlin) – Uni Eropa mengadopsi undang-undang baru yang penting untuk mewajibkan perusahaan yang berbasis di Uni Eropa untuk memastikan bahwa impor dan ekspor mereka “bebas deforestasi” dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, kata Human Rights Watch hari ini. Undang-Undang tersebut menetapkan persyaratan hukum untuk perusahaan-perusahaan Eropa terkait hilangnya keanekaragaman hayati dan pelanggaran HAM yang ada dalam rantai pasokan internasional mereka.
Pada 19 April 2023, Parlemen Eropa melalui pemungutan suara menyetujui Undang-Undang Produk Bebas Deforestasi Uni Eropa (EUDR); Dewan Uni Eropa diperkirakan juga akan menyetujuinya pada akhir April, dan ini akan segera berlaku setelah disahkan.
“Perusahaan-perusahaan agrobisnis Eropa telah membuat banyak komitmen sukarela terkait rantai pasokan mereka, tetapi mereka belum memberantas deforestasi dan pelanggaran HAM,” kata Luciana Téllez Chávez, peneliti lingkungan di Human Rights Watch. “Peraturan yang mengikat seperti Undang-Undang Produk Bebas Deforestasi Uni Eropa diperlukan untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan atas dampak lingkungan dan HAM dari operasi global mereka.”
UU Produk Bebas Deforestasi membebankan tanggung jawab kepada perusahaan yang terdaftar di negara anggota Uni Eropa untuk memastikan bahwa kayu, minyak kelapa sawit, kedelai, kopi, kakao, karet, dan ternak yang mereka impor atau ekspor tidak diproduksi di lahan yang mengalami deforestasi (digunduli) setelah 31 Desember 2020. UU ini mewajibkan perusahaan untuk melacak komoditas tersebut kembali ke lahan tempat komoditas itu diproduksi, atau, dalam kasus ternak, lokasi tertentu di mana hewan-hewan tersebut dipelihara.
Peraturan tersebut juga mewajibkan perusahaan untuk memastikan bahwa ketujuh komoditas pertanian tersebut diproduksi dalam kondisi yang sesuai dengan “hukum yang relevan” di negara asalnya. Ini termasuk undang-undang tentang hak guna lahan; hak buruh; HAM yang dilindungi oleh hukum internasional; persetujuan bebas, didahulukan, dan diinformasikan (free, prior, and informed consent), sebagaimana diatur dalam Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat; dan undang-undang antikorupsi.
Deforestasi menempati posisi kedua setelah bahan bakar fosil sebagai sumber emisi gas rumah kaca global yang memicu krisis iklim. Secara global, industri pertanian adalah pendorong deforestasi yang paling signifikan. Pertanian industrial telah dikaitkan dengan berbagai pelanggaran HAM, termasuk kerja paksa dan pekerja anak, paparan berbahaya terhadap pestisida beracun, penggusuran dan pemindahan paksa, perambahan wilayah tradisional masyarakat adat, serta kekerasan dan intimidasi terhadap pembela lingkungan, dan sebagainya.
Uni Eropa mengimpor kayu dan komoditas pertanian senilai miliaran euro setiap tahunnya dari seluruh dunia. Volume deforestasi yang terkait dengan impor Uni Eropa berada di urutan kedua setelah Tiongkok, menurut sebuah studi tahun 2021 oleh World Wildlife Fund and Trase. Contoh-contoh deforestasi yang terkait dengan impor Uni Eropa antara lain:
- Hampir sepersepuluh (9,6 persen) dari ekspor kayu gergajian Malaysia dikirim ke Uni Eropa pada tahun 2021, menurut Observatory of Economic Complexity (OEC), sebuah basis data perdagangan. Sektor perkayuan Malaysia terlibat dalam deforestasi yang meluas dan perampasan tanah masyarakat adat tanpa konsultasi atau persetujuan bebas, didahulukan, dan diinformasikan.
- Hampir setengah dari semua biji kakao (44 persen) dan lebih dari setengah pasta kakao (54 persen) yang diimpor oleh Uni Eropa berasal dari Pantai Gading pada tahun 2021, menurut OEC. Industri kakao di Pantai Gading mendorong deforestasi yang merusak, memicu perdagangan kayu ilegal, dan telah berulang kali terlibat pekerja anak.
- Lebih dari seperempat (26 persen) kulit, dalam hal nilai, diekspor oleh Brasil untuk pasar Uni Eropa, menurut industri kulit Brasil. Lebih dari setengah (54 persen) dari semua daging sapi beku yang diimpor oleh Uni Eropa berasal dari Brasil pada tahun 2021, menurut OEC. Ternak adalah satu-satunya pendorong terbesar dari deforestasi ilegal yang amat besar di Amazon; industri ternak Brasil juga terlibat dalam perambahan wilayah adat.
- Lebih dari sepersepuluh (11 persen) impor kopi Uni Eropa berasal dari Vietnam pada tahun 2021, menurut OEC. Industri kopi Vietnam memiliki keterkaitan dengan deforestasi yang menghancurkan dan diduga telah mempekerjakan anak-anak berusia enam tahun, terutama dari kelompok etnis minoritas.
- Lebih dari sepertiga (39 persen) ekspor minyak kelapa sawit Kolombia ditujukan ke negara-negara Uni Eropa, menurut OEC. Beberapa perkebunan kelapa sawit Kolombia telah dikaitkan dengan deforestasi dan perambahan yang signifikan di sejumlah wilayah adat, dan terlibat dalam pembantaian masyarakat pedesaan.
Perusahaan-perusahaan asal Eropa juga harus memastikan bahwa komoditas yang mereka hasilkan di dalam negeri mematuhi peraturan tersebut, sehingga menimbulkan pertanyaan terkait praktik di beberapa negara anggota Uni Eropa. Di Swedia, misalnya, industri kayu sering merambah lahan yang menjadi andalan suku Sami untuk beternak rusa kutub, sebuah praktik yang penting bagi identitas budaya mereka.
Pembandingan risiko akan menjadi landasan bagi keberhasilan implementasi peraturan tersebut. Dalam 18 bulan setelah peraturan itu diberlakukan, Komisi Eropa akan mengumumkan negara produsen mana saja – termasuk negara anggota Uni Eropa – yang dianggap berisiko rendah, sedang, atau tinggi berdasarkan antara lain tingkat deforestasi dan degradasi hutan, serta keberadaan, kepatuhan, dan penegakan hukum yang efektif yang melindungi HAM, hak-hak masyarakat adat, masyarakat lokal, dan pemegang hak penguasaan lahan secara adat lainnya.
Produk dari negara-negara yang ditetapkan sebagai “berisiko tinggi” akan menghadapi pengawasan yang lebih ketat oleh otoritas bea cukai Uni Eropa dan mengharuskan perusahaan-perusahaan Eropa untuk melakukan uji tuntas yang lebih mendalam saat mengambil sumber daya dari lokasi-lokasi tersebut.
Komisi harus menolak tekanan politik dari mitra dagang dan anggota Uni Eropa sendiri untuk memastikan bahwa tolok ukur itu secara akurat mencerminkan kondisi di lapangan dan berkontribusi pada penegakan peraturan yang efektif, kata Human Rights Watch.
Perusahaan-perusahaan yang lebih besar akan memiliki waktu 18 bulan setelah peraturan tersebut berlaku untuk melakukan perubahan guna mematuhi aturan tersebut sebelum menghadapi hukuman karena pelanggaran. Meski negara-negara anggota akan menentukan hukuman yang tepat, peraturan tersebut menetapkan garis dasar untuk denda bagi semua negara. Negara-negara anggota seyogianya berusaha untuk menyelaraskan hukuman agar mencegah mereka menjadi tempat berlindung yang aman bagi komoditas yang tercemar, kata Human Rights Watch.
Peraturan tersebut memungkinkan para pihak yang berkepentingan untuk menantang otoritas Uni Eropa jika mereka yakin bahwa Uni Eropa telah gagal menegakkan peraturan secara memadai. Hal ini akan memberikan jalan untuk mendapatkan ganti rugi bagi masyarakat yang terkena dampak dari operasi perusahaan dan berkontribusi pada penegakan hukum yang lebih kuat, kata Human Rights Watch. Negara-negara anggota seharusnya memastikan bahwa upaya tersebut berjalan selambat-lambatnya 18 bulan setelah peraturan mulai berlaku.
Implementasi yang efektif akan bergantung pada negara-negara anggota Uni Eropa yang menunjuk otoritas penegak hukum yang kompeten, serta memastikan bahwa otoritas dan pejabat bea cukai menjalani pelatihan dan memiliki sumber daya yang sesuai untuk mendapatkan kepatuhan, kata Human Rights Watch. Negara-negara anggota juga seharusnya menetapkan hukuman yang benar-benar menjerakan sehingga denda tidak hanya menjadi bagian dari biaya operasional.
Uni Eropa juga seharusnya mempererat kemitraan yang mendukung negara-negara produsen utama dalam membangun rantai pasokan yang berkelanjutan dan mekanisme penegakan lingkungan yang efektif, sebagaimana tercantum dalam peraturan tersebut. Kemitraan ini seharusnya juga berkontribusi dalam mendukung negara-negara produsen untuk memenuhi target mereka sendiri berdasarkan Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim dan Kerangka Kerja Kebijakan Keanekaragaman Hayati Global 2022, kata Human Rights Watch.
Peraturan tersebut merupakan bagian dari tren yang lebih besar dari pembatasan “sisi permintaan”, di mana konsumen utama komoditas pertanian memanfaatkan pangsa pasar mereka untuk mendorong produksi yang berkelanjutan. Inggris baru-baru ini menyetujui peraturan serupa, dan anggota parlemen Amerika Serikat juga memperkenalkan RUU serupa di Kongres. Pada bulan Maret, pemerintah Tiongkok mengumumkan sebuah inisiatif dengan lobi daging sapi terbesar di Brasil untuk ekspor daging sapi bebas deforestasi.
Dalam beberapa pekan mendatang, Human Rights Watch akan bekerja sama dengan beberapa organisasi lokal dan internasional melengkapi bukti dan rekomendasi kebijakan guna mendukung terciptanya arsitektur implementasi yang kuat.
“UU Produk Bebas Deforestasi Uni Eropa amat menjanjikan, tetapi keefektifannya akan bergantung pada implementasi yang ketat oleh setiap negara anggota Uni Eropa dan dukungan nyata yang akan ditawarkan Uni Eropa kepada mitra dagang untuk mendorong kepatuhan,” kata Téllez Chavez.