Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia belum lama ini membatalkan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri –terbit Februari lalu– yang memberikan kebebasan dasar bagi jutaan anak perempuan dan perempuan Muslim di ribuan sekolah negeri untuk memilih apakah mereka mau mengenakan jilbab atau tidak.
Panel beranggotakan tiga hakim laki-laki — Irfan Fachruddin, Is Sudaryono, dan H. Yulius — pada 3 Mei lalu memutuskan bahwa peraturan pemerintah tersebut telah bertentangan dengan empat undang-undang dan bahwa anak-anak berusia di bawah 18 tahun tidak berhak memilih pakaian mereka.
Peraturan tersebut diadopsi pemerintah setelah seorang ayah di Padang menyatakan bahwa anak perempuannya dipaksa untuk mengenakan jilbab. Laporan Human Rights Watch terbitan Maret 2021 lalu menggambarkan perundungan meluas terhadap perempuan dan anak perempuan untuk mengenakan jilbab, yang dapat menimbulkan tekanan psikologis mendalam. Anak perempuan yang tidak menuruti peraturan ini dipaksa meninggalkan sekolah atau mengundurkan diri di bawah tekanan, sementara perempuan yang bekerja sebagai pegawai negeri, termasuk guru dan dosen universitas, kehilangan pekerjaan mereka atau mengundurkan diri. Human Rights Watch mendokumentasikan banyak kasus di mana siswi dan guru penganut Nasrani, Hindu, Buddha, dan agama yang lain juga dipaksa mengenakan jilbab.
Sejak 2001 sejumlah pemerintah daerah telah mengeluarkan lebih dari 60 peraturan daerah (perda) untuk menegakkan apa yang mereka klaim sebagai “pakaian Islami untuk anak perempuan dan perempuan Muslim.” Ribuan sekolah negeri, khususnya di 24 provinsi berpenduduk mayoritas Muslim di Indonesia, mewajibkan anak perempuan Muslim untuk mengenakan jilbab mulai dari sekolah dasar.
Sebuah petisi yang ditandatangani oleh lebih dari 800 tokoh masyarakat Indonesia, termasuk akademisi, seniman, penulis, politisi, pemimpin agama, dan aktivis perempuan, meminta agar Mahkamah Agung membatalkan putusannya, karena telah melanggar hak atas kebebasan berekspresi, hak perempuan, dan hak anak. Mereka meminta agar Presiden Joko Widodo mengeluarkan peraturan baru untuk melindungi hak perempuan dan anak perempuan serta mengakhiri praktik diskriminatif ini.
Banyak warga Indonesia yang terkejut dengan keputusan Mahkamah Agung. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi seharusnya merumuskan sebuah peraturan baru guna menegakkan hak anak perempuan serta perempuan untuk memilih apakah mereka ingin mengenakan jilbab. Ini bukanlah jenis Islam yang ingin Indonesia tampilkan, di mana perempuan dan anak perempuan tidak memiliki kebebasan untuk memilih apa yang mereka pakai.