(Jakarta) - Gubernur baru Jakarta, Anies Baswedan, harus melindungi dan mempromosikan hak asasi manusia di ibu kota Indonesia ini, kata Human Rights Watch dalam sebuah surat kepada gubernur hari ini (26/10). Gubernur Baswedan harus membuat komitmen khusus untuk membela hak-hak komunitas di ibu kota yang rentan secara ekonomi, seksual, dan keagamaan.
"Gubernur Baswedan memiliki kesempatan unik untuk membangun jembatan antara masyarakat Jakarta yang beragam dan memastikan kalau Jakarta menghormati kewajiban hukum internasional yang diadopsi Indonesia,” kata Brad Adams, Direktur Asia. “Dia bisa memulai dengan mengecam penggerebekan polisi terhadap komunitas gay di Jakarta.”
Baswedan semestinya bergerak cepat dan tegas untuk membatasi tindakan diskriminatif dan semena-mena yang dilakukan oleh kepolisian Jakarta. Selama tahun lalu, polisi telah melakukan beberapa “penggerebakan” di tempat-tempat yang diduga menjadi tempat pertemuan orang-orang lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Baswedan semestinya memerintahkan penghentian razia semacam itu, yang melanggar hak untuk tidak didiskriminasi, hak privasi, dan keadilan yang setara berdasarkan undang-undang, dan memastikan bahwa personil polisi yang bertanggung jawab atas penggerebekan itu dihukum sesuai aturan.
Baswedan juga semestinya memastikan hak-hak minoritas agama di Jakarta, termasuk komunitas Syiah, Ahmadiyah, dan Kristen, serta melindungi mereka dari pelecehan, intimidasi, pun kekerasan yang dilakukan kelompok militan Islam, dan memastikan bahwa mereka memiliki akses pada layanan pemerintah yang diperlukan.
Baswedan seharusnya melaksanakan janji-janji kampanye bahwa penggusuran paksa di daerah perkotaan seharusnya tidak pernah membuat orang kehilangan tempat tinggal atau membuat mereka rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia lanjutan. Dia seharusnya segera melaksanakan keputusan Mahkamah Agung baru-baru ini untuk mengembalikan layanan air umum Jakarta kepada warga setelah dua perusahaan swasta “gagal melindungi” hak atas air dan sanitasi, seperti yang dinyatakan pengadilan.
Human Rights Watch mengungkapkan keprihatinan mendalam atas penggunaan istilah “pribumi” oleh Baswedan dalam pidato pelantikannya. Istilah ini telah lama digunakan untuk menyiratkan bahwa “peranakan” (orang Indonesia keturunan Cina atau orang Indonesia campuran) dan lainnya diuntungkan dengan mengorbankan orang pribumi. Baswedan seharusnya menahan diri untuk menggunakan istilah tersebut, yang sudah dilarang pemakaiannya oleh Presiden Presiden B.J. Habibie pada tahun 1998 karena alasan ini, sebagai sebuah langkah penting untuk menciptakan ibu kota yang lebih toleran.
“Gubernur Baswedan seharusnya menggunakan kekuatan jabatannya untuk melindungi dan membela hak asasi manusia semua orang di Jakarta, bukannya menyalakan ketakutan pada mayoritas Muslim,” kata Adams. “Pemerintahannya akan menjadi tolok ukur dalam pelaksanaan semboyan Indonesia ‘Bhinneka Tunggal Ika.’”