Skip to main content

Indonesia: Memantau Sidang Serangan Mematikan Terhadap Minoritas Agama

Selidiki Serangan Massa Lebih Jauh untuk Temukan Para Penghasut

(New York) - Komisi Yudisial Indonesia seharusnya memantau persidangan atas para terdakwa yang dituduh melakukan serangan mematikan pada bulan Februari 2011 terhadap komunitas Ahmadiyah di Banten, kata Human Rights Watch dalam sebuah surat kepada Komisi Yudisial yang diterbitkan hari ini (16/6). Keberadaan perwakilan Komisi Yudisial yang memantau persidangan merupakan bentuk pengakuan akan pentingnya kasus hak-hak agama minoritas di Indonesia, serta adanya kekhawatiran soal pelaksanaan persidangan, kata Human Rights Watch.

“Indonesia kerap gagal mengadili kejahatan yang menyasar para penganut agama minoritas, ini memperburuk budaya penganiayaan,” kata Elaine Pearson, wakil direktur Asia di Human Rights Watch. “Komisi Yudisial seharusnya memantau persidangan ini untuk memperkuat keadilan dalam menanggapi berbagai serangan anti-Ahmadiyah.”

Pada 6 Februari, sekitar 1.500 orang menyerang 20 anggota komunitas Ahmadiyah di Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Tiga jemaat Ahmadiyah terbunuh dan lima lainnya terluka parah dalam serangan yang sempat direkam oleh seorang videografer amatir.

Persidangan terhadap 12 orang terdakwa yang dituduh melakukan serangan dimulai pada 26 April. Polisi sejauh ini telah bertindak secara profesional untuk menjaga keamanan di ruang sidang, mengingat ada banyak pengunjuk rasa yang berkumpul di luar gedung pengadilan. Para terdakwa dikenai berbagai tuntutan, termasuk penganiayaan yang menyebabkan kematian, penghasutan, pengeroyokan, turut serta melakukan tindakan penganiayaan dan kepemilikan senjata tajam secara ilegal. Penyerangan yang mengakibatkan kematian bisa dijatuhi hukuman maksimal 12 tahun penjara. Para terdakwa tidak ada yang dituntut dengan pasal pembunuhan atau pembunuhan berencana.

Human Rights Watch juga meminta kepolisian melakukan investigasi penuh terhadap semua pihak yang terlibat dalam serangan tersebut. Kesaksian di ruang sidang pada 9 Juni menunjukkan bahwa Lurah Desa Umbulan, Johar, dan Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cikeusik, Ahmad Baghawi, berperan dalam menentukan 6 Februari sebagai tanggal untuk secara paksa menyingkirkan Ahmadiyah dari Cikeusik.

“Sangat meresahkan ketika penyelidikan polisi terhadap kematian akibat pemukulan brutal terhadap tiga orang karena keyakinan agama mereka tidak mengungkap siapa yang berada di balik serangan tersebut,” kata Pearson. “Agar keadilan bisa dicapai, penyelidikan seharusnya tidak berhenti pada 12 terdakwa, tapi mencakup semua pihak yang berperan dalam serangan mengerikan ini.”

Kekerasan terhadap komunitas Ahmadiyah dan agama minoritas lainnya kerap terjadi di Indonesia, tapi pemerintah Indonesia gagal menangani masalah tersebut secara serius, kata Human Rights Watch. Terlepas dari sifat kasus ini yang cukup menarik perhatian, jalannya persidangan sejauh ini telah menimbulkan kekhawatiran bahwa keyakinan agama korban bisa mempengaruhi hasil persidangan.

Sebuah video persidangan berdurasi delapan menit yang diunggah ke YouTube menimbulkan kekhawatiran tentang netralitas pengadilan karena seorang hakim mencaci seorang saksi dari Ahmadiyah, Deden Sujana, tentang keyakinan agama dan motivasi komunitas agamanya. Para pengacara terdakwa mengajukan pertanyaan yang tidak pantas kepada beberapa saksi - seperti menyelidiki keyakinan agama Sujana - dalam upaya yang jelas-jelas mengintimidasi mereka, tanpa ada campur tangan para hakim. Di luar ruang sidang, seorang pengacara mengatakan kepada wartawan bahwa Sujana harus “digencet hingga mencret”, namun dia tidak mendapat teguran dari pengadilan.

Pengadilan Negeri Serang secara terpisah menggelar sidang kasus Sujana dengan tuduhan memiliki peran dalam memprovokasi serangan tersebut. Jaksa telah menuntutnya dengan hukuman penjara enam tahun atas tuduhan penghasutan, tidak mematuhi perintah polisi, dan penganiayaan. Human Rights Watch mendesak Komisi Yudisial untuk memantau sidang Sujana dan para terdakwa lainnya.

Ahmadiyah, yang menganggap diri mereka adalah Muslim, telah lama menjadi sasaran kekerasan dan penganiayaan di Indonesia karena sejumlah kalangan Muslim memandang mereka sebagai bidah dalam Islam. Menyusul dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) 9 Juni 2008 yang mewajibkan Ahmadiyah untuk menghentikan penyebaran agama mereka, serangan terhadap kelompok ini meningkat secara drastis - dari tiga insiden pada tahun 2006 menjadi 50 di tahun 2010, menurut Setara Institute, sebuah kelompok nonpemerintah yang memantau kebebasan beragama.

“Jika pengadilan Indonesia menangani kasus-kasus ini dengan tepat, itu bisa melindungi kelompok minoritas agama di negara ini,” kata Pearson. “Komisi Yudisial seharusnya mengutus perwakilan untuk memantau persidangan demi memastikan keadilan diterapkan pada semua pihak yang terlibat.”

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country