Skip to main content

Kemitraan Strategis Prancis-Indonesia Tidak Semestinya Mengabaikan Hak Asasi Manusia

Pertemuan Macron dengan Prabowo Jadi Kesempatan Membahas Masalah Ini

Presiden Prancis Emmanuel Macron (kiri) dan Presiden Indonesia Prabowo Subianto di Istana Elysee di Paris, Prancis, 24 Juli 2024.  © 2024 Telmo Pinto/SOPA Images/Sipa via AP Photo

Presiden Prancis Emmanuel Macron akan segera bertemu dengan Presiden Indonesia Prabowo Subianto di Jakarta dan di Candi Borobudur, Jawa Tengah, untuk lebih mempererat hubungan kedua negara, termasuk dalam bidang transisi energi, kerja sama militer, dan peningkatan ekonomi digital.

Hubungan militer antara Prancis dan Indonesia telah diperkuat dengan adanya Perjanjian Kerja Sama Pertahanan dan pembelian 42 pesawat tempur Rafale dan dua kapal selam serang kelas Scorpene buatan Prancis oleh Indonesia. Indonesia merupakan pelanggan Prancis terbesar kedua di Asia setelah India untuk pembelian peralatan militer.

Namun, saat bertemu dengan Prabowo, Macron seharusnya tidak melupakan bahwa ia berhadapan dengan seorang pria yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia yang serius selama beberapa dekade. Kantor Kejaksaan Khusus PBB menuduhnya memimpin pasukan yang bertanggung jawab atas pembantaian hingga 200 orang di Timor Leste pada tahun 1983, tetapi ia tak memenuhi panggilan dan tidak pernah menghadapi tuntutan hukum. Ia diberhentikan dari tentara Indonesia pada tahun 1998 sebagai Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus) karena memerintahkan penculikan aktivis mahasiswa, 13 orang di antaranya masih hilang.

Sejak memenangkan kursi kepresidenan pada tahun 2024, Prabowo tampaknya bertekad untuk mengembalikan peran militer dalam urusan sipil, yang telah lama ditandai dengan pelanggaran dan kekebalan hukum yang meluas. Undang-Undang TNI yang baru direvisi memungkinkan pemerintah untuk mengisi lebih banyak jabatan sipil, termasuk dalam sistem peradilan dan perusahaan milik negara, dengan personel militer aktif dengan mengorbankan pemerintahan sipil.

Pemerintahan Prabowo juga tampaknya berniat menurunkan standar lingkungan hidup, mendorong penggundulan hutan dan pertambangan, serta menggusur penduduk asli, termasuk untuk membuka lahan pertanian berskala besar di Papua Selatan.

Intimidasi dan pelecehan terhadap perusahaan media independen dan kelompok-kelompok hak asasi manusia juga meningkat di negara ini, seperti halnya kekerasan di Papua Barat.

Sangat penting bagi Macron untuk mengangkat isu-isu hak asasi manusia ini saat bertemu dengan Prabowo. Ia juga seharusnya mendorong presiden Indonesia, sebagai pemimpin negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara, untuk mempromosikan hak asasi manusia di luar negeri. Indonesia dan Prancis semestinya bekerja sama untuk meningkatkan tekanan internasional terhadap junta Myanmar agar mengakhiri pelanggaran yang meluas dan menekan pemerintah Tiongkok atas penganiayaan sistematis terhadap warga Uighur di Xinjiang.

Baik Macron maupun Prabowo semestinya mengakui bahwa hak asasi manusia adalah kunci bagi kemitraan strategis yang langgeng dan saling menguntungkan.

GIVING TUESDAY MATCH EXTENDED:

Did you miss Giving Tuesday? Our special 3X match has been EXTENDED through Friday at midnight. Your gift will now go three times further to help HRW investigate violations, expose what's happening on the ground and push for change.
Region / Country