Skip to main content

Lebanon: 3 Tahun Berlalu, Tidak Ada Keadilan untuk Ledakan di Beirut

Badan HAM PBB Seharusnya Membentuk Misi Pencarian Fakta Internasional

Asap mengepul dari pelabuhan setelah ledakan pada 4 Agustus 2020 di Beirut, Lebanon. © 2020 Fadel Itani/NurPhoto via Getty Images

(Beirut) – Negara-negara anggota Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa seharusnya mendukung pembentukan misi pencarian fakta internasional yang independen dan tidak memihak atas peristiwa ledakan di Pelabuhan Beirut tahun 2020, demikian disampaikan oleh lebih dari 300 organisasi dan individu, termasuk Human Rights Watch, para penyintas, serta keluarga para korban hari ini. Mereka mengirim surat bersama dengan permintaan kepada perwakilan tetap negara-negara anggota dan pengamat Dewan HAM PBB, mencatat bahwa telah terjadi campur tangan politik dalam kurun waktu lebih dari tiga tahun secara terus-menerus terhadap penyelidikan dalam negeri.

"Kami belum bisa mengakses kebenaran atau keadilan, tiga tahun setelah ledakan dahsyat itu merenggut putri kami, rumah kami, dan lingkungan kami, di negara yang penuh dengan impunitas," kata Paul dan Tracy Naggear, orang tua dari Alexandra (3 tahun) yang tewas dalam ledakan itu. "Kami menyerukan kepada setiap negara anggota Dewan HAM PBB agar mendengar seruan kami akan keadilan dan mendukung pembentukan misi pencarian fakta internasional."

Sejak 23 Desember 2021, penyelidikan dalam negeri atas ledakan itu telah ditangguhkan setelah serangkaian penolakan hukum diajukan oleh para politisi yang dituduh melakukan kejahatan terkait ledakan itu terhadap penyelidik utama dalam kasus tersebut, Hakim Tarek Bitar. Para politisi telah mengajukan lebih dari 25 permintaan untuk memberhentikan Bitar, dan hakim lain yang terlibat dalam kasus ini, sehingga menyebabkan penangguhan berulang penyelidikan selama kasus-kasus tersebut diadili.

Pada Januari 2023, upaya Bitar untuk melanjutkan penyelidikan digagalkan oleh Jaksa Penuntut Umum Lebanon, Ghassan Oueidat, yang juga dikenai tuduhan oleh Bitar dalam kasus Ledakan Beirut dan dipanggil untuk penyelidikan. Oueidat menggugat Bitar, menangguhkan penyelidikan, dan memerintahkan pembebasan terhadap semua 17 tersangka yang telah ditahan sehubungan dengan kasus ini. Setidaknya satu tersangka telah melarikan diri dari negara itu.

Pada bulan Maret, 38 negara di Dewan HAM PBB mengutuk tindakan menghalang-halangi serta campur tangan yang meluas terhadap penyelidikan dalam negeri Lebanon dalam sebuah pernyataan bersama yang disampaikan oleh Australia di hadapan Dewan. Lebih dari lima bulan kemudian, pihak berwenang Lebanon belum mengambil langkah berarti untuk memastikan agar penyelidikan domestik dapat berkembang atau mengadopsi undang-undang tentang independensi peradilan sejalan dengan standar internasional, kata organisasi-organisasi itu.

Pihak berwenang juga tidak menanggapi pemberitahuan yang dikirim pada bulan Maret oleh pelapor khusus PBB tentang independensi hakim dan pengacara, Margaret Satterthwaite. Ia mengecam campur tangan dalam penyelidikan dan menyatakan keprihatinannya bahwa "beberapa mantan pejabat negara dan orang lain yang terlibat dalam kasus ini telah secara tidak jujur menggunakan proses penolakan dan berbagai tindakan perlawanan lainnya terhadap pada hakim investigasi yang ditunjuk untuk memeriksa kasus ini."

Negara-negara anggota PBB seharusnya mengajukan sebuah resolusi yang membentuk misi pencarian fakta untuk menegakkan hak-hak para korban dan penyintas atas kebenaran, keadilan, dan pemulihan yang efektif, termasuk ganti rugi, serta menunjukkan bahwa kelambanan yang disengaja oleh pihak berwenang Lebanon mendatangkan konsekuensi, kata organisasi-organisasi itu.

Ledakan pelabuhan Beirut pada 4 Agustus 2020 adalah salah satu ledakan non-nuklir terbesar dalam sejarah terkini, menewaskan sedikitnya 220 orang, melukai lebih dari 7.000 orang, dan menyebabkan kerusakan properti yang luas. Sebuah investigasi mendalam yang dilakukan oleh Human Rights Watch menemukan bahwa bencana itu terjadi akibat kegagalan pemerintah dalam melindungi hak dasar untuk hidup dan menunjukkan adanya potensi keterlibatan pejabat politik dan keamanan senior di Lebanon. Negara-negara dengan Global Magnitsky dan rezim sanksi hak asasi manusia dan korupsi lainnya seharusnya menjatuhkan sanksi kepada para pejabat Lebanon yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia yang sedang berlangsung terkait dengan ledakan dan bermacam upaya untuk melemahkan pertanggungjawaban, kata Human Rights Watch.

"Selama tiga tahun, pihak berwenang Lebanon telah berulang kali dan sengaja menghalang-halangi penyelidikan atas ledakan itu, yang menunjukkan pengabaian sepenuhnya terhadap hak-hak korban dan keluarga mereka atas kebenaran dan keadilan," kata Ramzi Kaiss, peneliti Lebanon di Human Rights Watch. "Tindakan internasional diperlukan untuk mematahkan budaya impunitas di Lebanon."

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.