Skip to main content

Afghanistan: Penilaian PBB Seharusnya Memprioritaskan HAM

Situasi Terburuk di Dunia bagi Perempuan; Minta Pertanggungjawaban Taliban dan Pelanggar HAM Lainnya

Sejumlah perempuan Afghanistan meneriakkan yel-yel dalam sebuah aksi unjuk rasa di Kabul, Afghanistan, 21 Oktober 2021.   ©2021/AP Photos/ Ahmad Halabisaz via AP Photo

(New York) – Sebuah penilaian independen yang diamanatkan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait pendekatan internasional terhadap krisis di Afghanistan seharusnya memprioritaskan hak asasi manusia, terutama hak-hak perempuan dan anak perempuan, demikian pernyataan Human Rights Watch hari ini, yang disampaikan kepada koordinator khusus yang memimpin penilaian tersebut. Koordinator khusus tersebut seyogianya memastikan bahwa penilaian tersebut mendengarkan para penyintas pelanggaran hak asasi manusia, dan bahwa penilaian tersebut menyodorkan rekomendasi untuk mencegah dan menghadirkan pertangggungjawaban atas pelanggaran HAM.

Sebuah resolusi Dewan Keamanan pada bulan Maret 2023 meminta PBB untuk melakukan dan memberikan kepada Dewan Keamanan, paling lambat pada 17 November, “sebuah penilaian terpadu dan independen” dengan “rekomendasi berwawasan ke depan untuk sebuah pendekatan yang terpadu dan koheren di antara para aktor politik, kemanusiaan, dan pembangunan yang relevan” terhadap krisis di Afghanistan. Resolusi tersebut menyerukan agar penilaian tersebut mencakup konsultasi dengan para pemangku kepentingan yang relevan, termasuk kalangan perempuan Afghanistan. Pada bulan April, Sekretaris Jenderal PBB menunjuk Feridun Sinirlioğlu, mantan pejabat senior pemerintah Turki, sebagai koordinator khusus.

“Situasi di Afghanistan saat ini adalah krisis hak-hak perempuan paling serius di dunia,” kata Heather Barr, direktur muda hak-hak perempuan di Human Rights Watch. “Penilaian independen dapat memandu respons internasional yang lebih efektif terhadap situasi mengerikan ini, tapi untuk melakukannya, penilaian tersebut perlu memberikan prioritas kepada perempuan dan anak perempuan serta para penyintas pelanggaran HAM lainnya.”

Sejak mengambil alih Afghanistan pada Agustus 2021, Taliban telah merampas sebagian besar hak-hak perempuan dan anak perempuan Afghanistan. Pelanggaran yang dilakukan Taliban termasuk melarang anak perempuan dan perempuan mengenyam pendidikan di atas kelas enam, melarang perempuan untuk memilih sebagian besar pekerjaan, memberlakukan pembatasan yang ketat pada kemampuan Perempuan dan anak perempuan untuk bepergian dan bahkan meninggalkan rumah mereka, melarang perempuan dan anak perempuan mengikuti olahraga kompetitif, secara keseluruhan membongkar sistem yang telah dikembangkan untuk menanggapi kekerasan berbasis gender, dan penumpasan brutal termasuk penyiksaan dan penganiayaan terhadap perempuan yang memprotes berbagai pelanggaran ini.

Larangan bekerja bagi perempuan termasuk larangan bagi perempuan Afghanistan untuk bekerja di organisasi nonpemerintah internasional dan PBB. Larangan ini telah berdampak pada terputusnya akses bagi banyak perempuan dan anak perempuan, serta warga Afghanistan lainnya, dengan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan, dalam konteks di mana ada 28,8 juta warga Afghanistan yang membutuhkan bantuan makanan.

Tindakan keras Taliban terhadap hak-hak perempuan dan anak perempuan terus berlanjut, sebagaimana terlihat dari sejumlah perintah baru-baru ini, termasuk pemecatan terhadap perempuan dari pekerjaan di taman kanak-kanak dan penutupan semua salon kecantikan, yang merupakan pekerjaan utama yang masih tersisa bagi perempuan dan ruang yang langka tempat perempuan dan anak perempuan dapat menemukan komunitas dan dukungan di luar rumah mereka.

Krisis hak-hak perempuan di Afghanistan terjadi dalam konteks krisis hak asasi manusia dan kemanusiaan yang lebih luas, dengan banyak pelanggaran lainnya serta kesulitan mendalam yang dirasakan sebagian besar penduduk. Sebagian besar organisasi kemanusiaan Afghanistan – termasuk yang dikepalai oleh perempuan dan yang secara khusus berusaha menjangkau perempuan dan rumah tangga yang dikepalai perempuan – kekurangan dana untuk melanjutkan kerja-kerja mereka. Program Pangan Dunia (WFP) terpaksa harus menghentikan bantuannya bagi delapan juta warga Afghanistan yang rawan pangan untuk menerima bantuan sepenuhnya. Meski pembentukan Afghan Trust Fund atau Dana Perwalian Afghanistan telah meringankan beberapa masalah perbankan, persoalan seriusnya belum selesai, akibatnya berbagai kelompok kemanusiaan, bisnis lokal, dan individu tidak dapat melakukan transfer bank.

Tindakan keras Taliban telah menghancurkan media. Para jurnalis dan warga yang dianggap kritis, termasuk antara lain aktivis pendidikan Matiullah Wesa, telah dipenjara tanpa proses hukum. Penyiksaan terhadap tahanan adalah hal yang biasa terjadi. Taliban telah menjadikan orang-orang lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) sebagai sasaran penganiayaan dan dalam banyak kasus memaksa mereka untuk bersembunyi.

Kelompok bersenjata Negara Islam Provinsi Khorasan terus melakukan serangan mematikan yang menyasar warga sipil. Serangan mereka yang meluas terhadap komunitas Syiah dan Hazara merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

“Krisis di Afghanistan amat luar biasa, dan berbagai pelanggaran yang Taliban lakukan memperdalam apa yang sudah menjadi krisis kemanusiaan yang menghancurkan,” kata Heather Barr. “Penilaian independen ini seharusnya bertujuan untuk segera mengarahkan kembali respons komunitas internasional terhadap situasi di Afghanistan, yang sejauh ini tidak konsisten, tidak efektif, dan kurang berfokus pada hak asasi manusia.”

Koordinator khusus seharusnya memastikan bahwa timnya terdiri dari para ahli hak asasi manusia, termasuk hak-hak perempuan dan anak perempuan, dan agar para ahli ini terlibat dalam setiap aspek penilaian, kata Human Rights Watch. Proses penilaian seharusnya transparan dan memberikan kesempatan bagi semua pemangku kepentingan untuk menyampaikan masukan.

Tim penilai seharusnya memastikan bahwa mereka mendengarkan orang-orang yang secara pribadi mengalami pelanggaran hak asasi manusia, dan para anggota keluarga serta rekan mereka yang ditahan secara sewenang-wenang, dihilangkan secara paksa, atau dibunuh di luar proses hukum. Mereka seharusnya secara aktif berkonsultasi dengan para pembela hak-hak perempuan, termasuk perempuan yang telah berpartisipasi dalam protes publik menentang pelanggaran Taliban. Mereka juga seyogianya mendengarkan para gadis, anggota komunitas Hazara dan Syiah dan minoritas lainnya, komunitas LGBT Afghanistan, jurnalis termasuk jurnalis perempuan, dan kelompok kemanusiaan lokal yang dipimpin warga Afghanistan yang memberikan pendampingan.

“Perempuan dan anak perempuan Afghanistan serta kelompok lain yang menderita di bawah represi Taliban merasa ditinggalkan oleh dunia,” kata Heather Barr. “Penilaian independen ini seharusnya turut membantu mengembalikan perhatian dunia terhadap situasi di Afghanistan dan mengusulkan berbagai perangkat konkret untuk meminta pertanggungjawaban Taliban dan pelanggar HAM lainnya.”

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country