Dalam sebuah kemenangan untuk hak asasi manusia di luar lapangan, Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) telah membatalkan rencana kesponsorannya dengan Visit Saudi, Otoritas Pariwisata Arab Saudi, untuk Piala Dunia Perempuan 2023. Piala Dunia Perempuan adalah ajang utama sepak bola perempuan pada level global dan telah lama menjadi momen untuk merayakan hak-hak serta inklusi perempuan serta lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Keputusan untuk memberikan kesponsoran oleh FIFA kepada Visit Saudi untuk Piala Dunia Perempuan menunjukkan pengabaian yang mengejutkan atas penindasan dan penderitaan para pembela hak-hak perempuan Arab Saudi yang berani, serta dikecam oleh para pemain perempuan papan atas sebagai “gol bunuh diri”.
Arab Saudi adalah negara yang tak mendukung hak-hak perempuan dan juga melanggar hak-hak kelompok LGBT. Pada 2018, perempuan dan anak perempuan dilarang berolahraga di sekolah – atau bahkan menonton acara olah raga di stadion. Pada Hari Perempuan Internasional tahun 2022, otoritas Saudi mengesahkan Undang-Undang Status Pribadi yang pertama di Arab Saudi, yang mengkodifikasi aturan perwalian laki-laki yang represif dan memasukkan ketentuan diskriminatif terhadap perempuan terkait pernikahan, perceraian, dan keputusan tentang anak-anak mereka. Pada Agustus 2022, Arab Saudi menghukum Salma Al-Shehab, seorang mahasiswa doktoral Saudi yang telah belajar di Inggris Raya, hingga 34 tahun penjara karena ia menggunakan Twitter.
Human Rights Watch telah mendokumentasikan praktik “memperbaiki reputasi lewat olah raga” yang telah berlangsung lama di Arab Saudi, serta melibatkan pengeluaran miliaran dolar untuk menjadi tuan rumah ajang utama dalam bidang olahraga, hiburan, dan budaya sebagai strategi yang disengaja untuk membelokkan kritik dari pelanggaran hak asasi manusia yang meluas dan sistemik di negara itu.
Human Rights Watch menulis surat kepada FIFA pada 3 Februari untuk menggarisbawahi kontradiksi antara kesponsoran Otoritas Pariwisata Arab Saudi untuk Piala Dunia Perempuan dan klaim lembaga sepak bola bahwa hak asasi manusia adalah bagian penting dari nilai-nilai mereka. Kami juga bertanya kepada FIFA tentang seperti apa konsultasi yang dilakukan dengan para pemain, negara tuan rumah, dan pemangku kepentingan lain sebelum menandatangani kesepakatan kesponsoran. FIFA belum membalas surat itu.
FIFA telah memasukkan hak asasi manusia sejak 2016 dan mengadopsi kebijakan hak asasi manusia yang menyatakan bahwa “komitmen hak asasi manusia mengikat semua badan dan pejabat FIFA.” Dalam praktiknya, hal ini tidak selalu sesuai dengan janji tersebut.
Pemain sepak bola perempuan berhak untuk memprotes kalau permainan mereka dimonetisasi oleh FIFA, tanpa keamanan, akses, upah yang setara untuk pekerjaan yang setara, konsultasi, atau izin.
Keputusan FIFA untuk membatalkan kesponsoran Visit Saudi untuk Piala Dunia Perempuan seharusnya jadi langkah pertama menuju uji tuntas yang konsisten dan pemulihan hak asasi manusia di seluruh operasional lembaga itu.