Aparat berwenang menangkap enam tentara Indonesia pekan ini yang dicurigai terlibat dalam pembunuhan dan mutilasi empat Orang Asli Papua (OAP) di Provinsi Papua Barat, Indonesia.
Jasad keempat pria itu ditemukan pada 26 Agustus oleh penduduk Desa Iwaka, di luar Kota Timika, dalam karung yang mengapung di Sungai Pigapu. Para korban diidentifikasi sebagai Irian Nirigi, kepala desa setempat, Arnold Lokbere, Atis Tini, dan Kelemanus Nirigi. Tidak jelas mengapa orang-orang itu dibunuh. Pihak berwenang mengklaim keempat orang tersebut adalah pemberontak dan diduga sedang dalam perjalanan untuk menemui seseorang di Timika untuk membeli senjata. Keluarga para pria tersebut menyangkal hal ini, dan mengatakan bahwa mereka membawa uang dari dana desa untuk membeli peralatan pertanian. Satu yang jelas, uang yang mereka bawa lenyap.
Pembunuhan tersebut terjadi saat ketegangan antara Orang Asli Papua dan aparat keamanan Indonesia meningkat, di mana insiden kekerasan makin sering terjadi dan mematikan. Bulan lalu, sejumlah orang tak dikenal menembak mati sembilan warga sipil pendatang di Nduga, daerah di mana pemerintah Indonesia mempertahankan kehadiran militer dalam jumlah besar.
Kekerasan ini terjadi setelah serangkaian protes anti-rasisme menggunakan tagar #PapuanLivesMatter, menanggapi sebagian langkah kontroversial Presiden Joko Widodo untuk membagi Papua dan Papua Barat menjadi empat provinsi terpisah. Para aktivis menyuarakan kekhawatiran bahwa rencana tersebut akan mengarah pada militerisasi lebih lanjut di wilayah tersebut, yang digambarkan oleh para kritikus sebagai taktik untuk “memecah belah dan menguasai” OAP.
Presiden Jokowi, yang pernah merayakan pembebasan tahanan politik Papua pada tahun 2015, memimpin pemerintahan yang bertanggung jawab atas diskriminasi sistemis terhadap orang Papua. Pekan ini ia berada di Timika, antara lain untuk mengunjungi proyek Freeport dan sekitarnya, yang merupakan lokasi tambang emas terbesar di dunia.
Penting bagi pihak berwenang untuk secara adil dan tepat menuntut para prajurit yang ditangkap dan sejumlah orang lain yang terlibat dalam pembunuhan tersebut. Tetapi pemerintah Indonesia perlu menyelesaikan situasi hak asasi manusia yang memburuk di Papua dengan melakukan penyelidikan independen dan tidak memihak terhadap keterlibatan pasukan keamanan secara lebih umum dalam kekejaman terhadap OAP, dan menepati janjinya untuk mengundang pemantau hak asasi manusia PBB agar dapat mengunjungi wilayah tersebut.