Beberapa hari sebelum tanggal 25 Agustus – hari peringatan pertama operasi militer pencucian etnis besar-besaran dan brutal di Burma yang membuat 725.000 Muslim Rohingya terpaksa mengungsi ke negara tetangga, Bangladesh – pemimpin de facto Burma, peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi mengatakan, bahwa Bangladesh yang perlu menentukan “seberapa cepat mereka menginginkan proses [repatriasi pengungsi] ini diselesaikan.”
Pernyataan tersebut keliru. Bukan Bangladesh yang akan menentukan.
Pemerintah Burma memikul tanggung jawab atas krisis pengungsi Rohingya. Untuk menyelesaikan krisis ini, diperlukan perubahan mendasar di Burma, seperti mekanisme yang ada untuk memastikan hak dan keselamatan etnis Rohingya, sebagai prasyarat bagi para pengungsi untuk pulang.
Terlalu dini untuk terjebak dalam rincian teknis dan logistik, tetapi justru itulah yang terjadi dalam pertemuan tingkat menteri antara Bangladesh dan Burma. Mereka memperdebatkan tata bahasa KTP alih-alih menilai kemajuan yang dicapai Burma dalam memastikan penghormatan penuh terhadap hak asasi mereka yang pulang, akses yang setara terhadap kewarganegaraan, dan keamanan di antara komunitas di Negara Bagian Rakhine.
Tak perlu mencari bukti lebih lanjut tentang bagaimana kurangnya komitmen pemerintah Burma terhadap reformasi ini, di samping perlakuan mereka terhadap enam pengungsi Rohingya, termasuk tiga anak remaja, yang berani menggunakan hak mereka untuk kembali ke Burma. Pihak berwenang di sana memenjarakan dan menyiksa mereka, dan pada 1 Juni, mengarak mereka di depan wartawan yang sedang berkunjung, untuk menunjukkan bahwa mereka memperlakukan Rohingya dengan baik dan bahwa keadaan sudah aman untuk kembali. Setelah dibebaskan, enam orang itu melarikan diri lagi ke Bangladesh.
Pertanyaan repatriasi pengungsi seharusnya tidak direduksi menjadi pertikaian antara Bangladesh dan Burma. Hari peringatan yang menyedihkan ini seharusnya menjadi kesempatan bagi pemerintah dari negara-negara yang peduli untuk melihat dengan seksama perilaku Burma dan untuk mempertimbangkan apakah pemerintah telah melakukan cukup upaya untuk meminta pertanggungjawaban pada pihak-pihak yang terlibat dalam kejahatan berat di kancah internasional ini. Mereka juga seyogianya menekan Burma untuk memenuhi persyaratan yang ada, agar ratusan ribu orang asal etnis Rohingya dapat kembali ke rumah mereka dengan sukarela, aman, dan bermartabat.