Kini jelas sudah bahwa "komisi penyelidikan independen" baru Burma untuk pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia di Negara Bagian Rakhine tak akan menjadi penyelidikan serius dan imparsial yang akan mengidentifikasi para pelaku buat diadili.
Kejahatan-kejahatan yang paling baru terjadi dalam rangkaian serangan maut kelompok militan Rohingya terhadap lebih dari dua lusin pos polisi dan pembersihan etnis oleh pasukan-pasukan keamanan Burma--melibatkan pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran--yang memaksa lebih dari 700 ribu orang Rohingya lari ke Bangladesh pada akhir 2017.
Dalam jumpa pers Kamis lalu, Duta Besar Rosario Manalo dari Filipina selaku ketua komisi membicarakan kerangka acuan kegiatan (terms of reference) dan menguraikan "poin-poin utama." Salah satu pernyataannya, tanpa contoh spesifik: orang-orang yang bicara kepada komisi itu (yang beranggotakan empat orang) tak akan jadi sasaran gangguan atau serangan balasan. Gangguan dan intimidasi rutin dialami saksi-saksi kunci penyelidikan di Negara Bagian Rakhine, sebagaimana dicatat oleh Pelapor Khusus PBB, Human Rights Watch, dan lain-lain.
Manalo juga menegaskan bahwa komisi yang ia pimpin akan mempertahankan independensi dan imparsialitas. Sebuah klaim yang kurang dapat dipercaya, mengingat perwakilan Burma dalam komisi itu, ekonom Aung Tun Thet, telah berkali-kali menyangkal kekejaman pasukan-pasukan keamanan. Ia bilang tak ada "pembersihan etnis" di Burma.
Namun, kuncian yang menutup harapan akuntabilitas muncul belakangan, ketika Manalo bicara tanpa aba-aba kepada "semua yang mendengarkan dan peduli terhadap perkara ini":
"Saya yakinkan Anda, tak akan seorang pun yang dijadikan kambing hitam, kami tak bakal menunjuk siapa-siapa sebagai pihak yang bersalah, sebab prosedur demikian tidak menghasilkan apa-apa. Prosedur kami: "Selamat datang, bantulah kami agar kami bisa membantu Anda." Mari bekerjasama. Saling tunjuk dan mengatakan "Anda bertanggungjawab untuk kejahatan ini!" bukanlah pendekatan diplomatis. Kenyataannya, itu pendekatan yang buruk sekali, seperti pertengkaran belaka. Itu bukan cara mencari perdamaian. Padahal, semua ini dilakukan untuk mencari perdamaian."
Tetapi komisi itu dibuat seolah-olah untuk mengadakan penyelidikan "dengan maksud memperoleh akuntabilitas." Tanpa menunjuk, tanpa tuduhan bersalah, bagaimana proses akuntabilitas bisa dimulai? Bagaimana mungkin ada keadilan bagi populasi Rohingya Burma?
Pemerintah-pemerintah yang peduli seharusnya benar-benar bersikap skeptis terhadap komisi ini dan memastikan bahwa pemerintah Burma tak memanfaatkannya untuk berlindung dari pengawasan kritis yang semestinya.