Pada 1 Januari, Luo Qianqian, seorang ilmuwan Cina yang tinggal di Amerika Serikat, bersama empat perempuan lain, menuduh Chen Xiaowu, seorang profesor di sebuah universitas ternama di Beijing, Universitas Beihang, telah melecehkan mereka secara seksual saat mereka menjadi mahasiswanya. Tuduhan tersebut diberitakan secara luas oleh media Cina, dan pada hari itu juga pihak universitas untuk sementara melarangnya mengajar dan memulai penyelidikan.
“Saya harap gerakan weiquan (pembelaan HAM) ini akan memungkinkan lebih banyak orang ... memiliki cukup keberanian untuk maju dan mengatakan #MeToo,” tulis Luo di akun media sosialnya.
Setelah tindakan cepat universitas itu, banyak warga Cina yang mempertanyakan, “Apakah #MeToo akhirnya tiba di Cina?”
Tapi peristiwa masa lalu berfungsi sebagai peringatan – setidaknya di kampus-kampus universitas di Cina. Dalam empat tahun terakhir, 13 kejadian telah mendorong pihak universitas untuk berjanji melakukan penyelidikan atas tuduhan pelecehan seksual yang dilakukan para dosen, menurut NGOCN, sebuah platform informasi daring bagi organisasi nonpemerintah Cina. Tapi tidak semua universitas tersebut memberikan informasi lanjutan, dan mereka hanya menerapkan hukuman ringan, seperti skorsing. Pada 2014, Universitas Xiamen hanya menskors dosen sejarah Wu Chunming dari aktivitas mengajar setelah sekelompok mahasiswa perempuan menuduhnya memaksa mereka berhubungan seks dengannya. Setahun kemudian, Wu terpilih sebagai anggota pendiri sebuah kelompok arkeolog terkemuka.
Menurut sebuah survei tahun 2017 terhadap 6.592 mahasiswa dan lulusan baru oleh Gender and Sexuality Education Centre (Pusat Pendidikan Seksualitas dan Gender) Guangzhou dan kelompok hukum kepentingan umum Beijing Impact, 69 persen responden melaporkan kalau mereka pernah dilecehkan secara seksual, namun kurang dari empat persen yang melaporkannya ke pihak universitas atau polisi. Laporan tersebut mengatakan hanya lima persen universitas yang menawarkan pelatihan pencegahan pelecehan seksual, dan tidak ada sekolah yang menetapkan prosedur formal untuk menangani keluhan pelecehan seksual.
Pada September 2014, 256 profesor dan mahasiswa menandatangani sebuah surat terbuka yang mendesak Kementerian Pendidikan untuk menetapkan pedoman pencegahan dan penanganan pelecehan seksual untuk universitas. Pada Oktober 2014, kementerian tersebut menerbitkan sebuah dokumen yang melarang dosen di universitas “melecehkan secara seksual” atau, “memiliki hubungan yang tidak patut,” dengan mahasiswa mereka, namun dokumen tersebut gagal menguraikan arti istilah-istilah itu atau hukumannya.
Universitas-universitas di Cina akan berjalan beriringan dengan gerakan #MeToo ketika waktunya tiba, secara menyeluruh, dan secara tidak memihak menyelidiki berbagai tuduhan pelecehan seksual, ketika mereka secara tepat menentukan dan menuntut pertanggungjawaban pelaku karena melakukan pelecehan seksual, dan ketika para mahasiswa memiliki kepercayaan diri untuk melaporkan apa yang terjadi pada mereka.