Skip to main content

Pemilihan Indonesia sebagai anggota UN Human Rights Council dan komitmen Indonesia dalam Penegakan Hak Asasi Manusia

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Istana Merdeka
Jakarta, Indonesia

Melalui faksimili, email

Yang Terhormat Presiden Yudhoyono,

Kami mengucapkan selamat atas terpilihnya Indonesia sebagai anggota UN Human Rights Council. Resolusi Majelis Umum PBB No. 60/251, yang membentuk badan hak asasi manusia itu, menetapkan anggota-anggotanya "agar menegakkan standar tertinggi dalam promosi dan perlindungan HAM," serta "sepenuhnya bekerja sama dengan Council." Kami percaya sangat penting negara-negara yang menjadi anggota Human Rights Council mematuhi kriteria tersebut.

Selama satu dasawarsa ini, Indonesia telah mengambil langkah-langkah penting guna berubah dari negara otoriter menuju negara demokratis, yang menghormati hak asasi manusia. Kami memuji dukungan Anda dalam upaya perdamaian dan rekonstruksi di Aceh serta kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dalam mengusut kasus-kasus korupsi pejabat pemerintah dan politisi.

Namun, masih ada sejumlah pelanggaran serius hak asasi manusia, khususnya terkait penghormatan hak kebebasan berekspresi, aspirasi politik secara damai, dan kebebasan beragama. Jika tak dituntaskan segera, tantangannya dapat merusak stabilitas dan reformasi Indonesia.

Indonesia telah menguraikan catatan hak asasi manusia kepada Majelis Umum PBB dan memberikan ‘janji dan komitmen sukarela" sebagai syarat pencalonan anggota Human Rights Council. Demi memenuhi janji dan komitmen tersebut, Human Rights Watch minta pemerintah Anda untuk melaksanakan reformasi mendasar guna lebih melindungi dan mempromosikan hak asasi manusia.

Kebebasan Beragama
Dalam janji tersebut disebutkan bahwa Indonesia adalah negara "yang didukung prinsip kebebasan beragama dan toleransi" serta "hal itu merupakan bukti demokrasi dan Islam dapat hidup berdampingan secara damai, harmonis dan produktif." Namun, impunitas selama ini, yang dibiarkan untuk kasus-kasus kekerasan berlatar agama di Indonesia, justru mendorong serangan-serangan lebih besar dan brutal oleh kelompok-kelompok Islam militan terhadap kalangan minoritas agama, terutama kaum Muslim Ahmadiyah. Pada 6 Februari 2011, satu kelompok Islam militan menyerang rumah Ahmadiyah di Cikeusik, Banten, menewaskan tiga orang Ahmadiyah dan lima luka parah. Kini duabelas tersangka menjalani persidangan atas penyerangan tersebut, namun tak seorangpun yang diancam pidana pembunuhan. Setidaknya dua saksi yang dihadirkan di pengadilan, termasuk untuk terdakwa utama Ujang M. Arif, menarik kembali keterangan mereka. Para pembela terdakwa mengajukan pertanyaan-pertanyaan tidak tepat dan kurang relevan kepada saksi, selain melakukan upaya intimidasi verbal kepada saksi, tanpa ada usaha intervensi dari para hakim.

Pemerintah Indonesia seringkali gagal melindungi kelompok minoritas agama dari diskriminasi dan kekerasan. Undang-undang dan kebijakan pemerintah malah mendorong kekerasan tersebut, melalui kriminalisasi kegiatan keagamaan yang dinilai "sesat" dari salah satu agama dari enam agama resmi yang diakui negera Indonesia.

Kami mendesak Anda:

  • Mencabut Surat Keputusan Bersama tiga menteri tentang Ahmadiyah tahun 2008, yang melarang penyebaran ajaran Ahmadiyah di depan umum;
  • Membatalkan semua peraturan daerah yang melarang kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia, dan melakukan pencegahan untuk munculnya peraturan serupa di masa datang;
  • Mengambil semua langkah penting untuk menghentikan kekerasan dan diskriminasi terhadap Ahmadiyah dan minoritas agama lain;
  • Menjamin proses hukum kepada pelaku ancaman dan kekerasan terhadap Ahmadiyah dan minoritas agama lain; dan
  • Menjamin standar hukum internasional di pengadilan kepada mereka yang didakwa dalam serangan mematikan 6 Februari 2011 di Cikeusik.

Kebebasan Berekspresi
Segera sesudah Suharto jatuh dari kekuasaan, pemerintah Indonesia melakukan langkah-langkah besar dengan membuka ruang kebebasan berekspresi dan media. Namun beberapa tahun terakhir terjadi perkembangan sebaliknya. Pemerintah Indonesia terus memakai sejumlah undang-undang yang mempidanakan ekpresi politik, agama dan aspirasi lain secara damai. Undang-undang ini termasuk pasal-pasal karet dalam hukum pidana Indonesia seperti makar dan "menyebarkan kebencian" (haatzai artikelen), yang dipakai terhadap aktivis politik damai dari Maluku dan Papua Barat. Lebih dari seratus pesakitan politik kini berada di penjara Indonesia karena mengungkapkan aspirasi mereka secara damai.

Pidana pencemaran nama baik, penistaan, "fitnah" merupakan pasal problematis; ia diterapkan untuk membelenggu individu-individu yang menyampaikan isu kontroversial tentang pejabat publik.

Pemerintah Anda telah berjanji, "Indonesia terus memerkuat upaya mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia serta kebebasan mendasar rakyatnya." Karena itu, kami mendesak Anda:

  • Membuat amandemen atau mencabut undang-undang yang mempidanakan ekspresi politik damai;
  • Mencabut pasal-pasal pencemaran nama baik dan "fitnah" pejabat publik, yang acapkali dipakai guna membungkam aktivis anti-korupsi, pembela hak asasi manusia, dan warga negara yang menulis surat pengaduan atau keluhan konsumen; dan
  • Membebaskan lusinan pesakitan politik-terutama dari Papua Barat dan Maluku-yang divonis penjara karena terlibat dalam demonstrasi nonkekerasan, mengibarkan bendera, dan menampilkan simbol-simbol pro-kemerdekaan.

Tanggung-jawab Militer atas Tindak Penyiksaan
Meski Indonesia menerapkan reformasi militer yang signifikan pada beberapa tahun terakhir, aparat keamanan Indonesia -khususnya Detasemen 88 dan Kopassus- terus terlibat pelanggaran HAM. Riset Human Rights Watch mengungkap pola penahanan dan penyiksaan kejam-khususnya di Papua Barat. Pengadilan militer juga gagal menyellidiki dan mengadili secara imparsial personil militer yang diduga melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Pada sebagian kecil pengadilan militer yang informasinya terpublikasi, oditur militer umumnya membuat dakwaan lemah, plus hakim miiter menjatuhkan vonis ringan. Misalnya dalam kasus terbaru dimana tentara-tentara Indonesia menyiksa dua petani Papua selama tiga hari, sebagian terekam dalam film, pengadilan militer mendakwa tiga tentara, namun vonis hukuman hanya 8-10 bulan penjara.

Dalam dokumen ‘janji sukarela', Anda menulis bahwa Indonesia telah mengambil langkah penting dengan menandatangani Konvensi Internasional bagi Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa. Dalam janji itu dinyatakan "undang-undang dan peraturan nasional Indonesia telah disatu-padankan sesuai instrumen-instrumen" konvensi tersebut. Di bawah konvensi itu, Indonesia wajib menyelidiki secara efektif para pelaku penghilangan paksa, menuntut tanggung-jawab mereka, dan memberi reparasi secara pantas kepada para korban, termasuk keluarga korban penghilangan paksa. Kami menyambut komitmen pemerintah Anda dalam janji sukarela untuk "meningkatkan upaya nasional dan koordinasi internal menuju ratifikasi beberapa perjanjian penting lain mengenai hak asasi manusia internasional," terutama Konvensi Menentang Penghilangan Paksa.

Kami mendesak Anda:

  • Memastikan anggota milter Indonesia yang terlibat kasus pelanggaran HAM berat-termasuk atasan yang memberi perintah-diselidiki secara kredibel dan imparsial serta, jika terbukti bersalah, menghukum melalui tindakan indispliner atau menuntut proses pengadilan secara tepat;
  • Mengajukan rancangan undang-undang yang akan menjamin yuridiksi pengadilan pidana sipil terhadap anggota militer yang bertanggung-jawab atas pelanggaran terhadap warga sipil;
  • Membentuk penyelidikan independen dan kredibel atas dugaan pelanggaran sejumlah anggota polisi, termasuk personil Detasemen Khusus 88, yang menyiksa pesakitan politik di penjara pada Agustus 2010; dan
  • Melaksanakan rekomendasi parlemen 2009 untuk membuka penyelidikan kasus penghilangan paksa terhadap 13 aktivis pada akhir tahun 1990-an.

Kerjasama dengan Prosedur Khusus dari Human Rights Council
Dalam komitmen dan janji sukarela yang diajukan kepada Majelis Umum PBB, Indonesia berjanji untuk "terus bekerja dan bekerjasama sepenuhnya dengan mekanisme hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa." Dalam semangat ini, kami mendorong Anda mengambil langkah-langkah berikut demi memenuhi komitmen Indonesia:

  • Mendukung secepatnya ratifikasi Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya, Konvensi Hak-hak Penyandang Cacat, dan Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa;
  • Menanggapi sesegera mungkin permintaan yang belum dijawab Indonesia dari prosedur khusus Human Rights Council; khususnya perwakilan dari Kelompok Kerja untuk Penghilangan Paksa, pelapor khusus untuk kemerdekaan berpendapat dan berekspresi, pelapor khusus untuk kebebasan beragama dan berkeyakinan, dan pelapor khusus untuk eksekusi ekstrayudisial atau sewenang-wenang;
  • Sebagai masalah prinsip, perpanjang undangan terbuka kepada semua prosedur khusus PBB untuk datang ke Indonesia; dan
  • Meneruskan rekomendasi dari Universal Periodic Review 2008 tentang Indonesia, khususnya yang berkaitan upaya melawan impunitas dan penghapusan penyiksaan dan penganiayaan.

Human Rights Watch sekali lagi menyambut Indonesia sebagai anggota Human Rights Council. Indonesia telah menyatakan keinginan untuk mendukung promosi demokrasi dan hak asasi manusia di Asia dan secara global sebagai anggota terpilih Human Rights Council. Kami berharap dapat bekerjasama dengan pemerintah Indonesia, sehingga kelak menjadi pemimpin dalam mempromosikan hak asasi manusia secara internasional selagi terus-menerus memperhatikan kasus-kasus HAM di dalam negeri.

Hormat kami,                                                                        

Elaine Pearson
Wakil Direktur, Divisi Asia

Juliette de Rivero
Direktur Geneva

CC:
H.E. Hasan Kleib, Perwakilan Tetap RI untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa
H.E. Dr. Makarim Wibisono, Perwakilan Tetap RI untuk PBB dan Organisasi Internasional di Geneva

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country