Skip to main content

Surat kepada Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono tentang Undang-undang Pemerintahan Aceh

Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono

Presiden Republik Indonesia

Gedung Bina Graha Jl. Veteran 16

Jakarta Pusat

 

Kepada yang terhormat Presiden Yudhoyono,

 

Saya menulis atas nama Human Rights Watch menyerukan penghapusan ketentuan dalamundang-undang pidana baru yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Aceh pada 14 September 2009. Undang-undang ini berupaya menghukum berbagai perilaku seksual dengan rajam dan cambuk, dan secara dramatis akan memperkecil kemampuan korban kekerasan seksual untuk mencari keadilan melalui sistem peradilan pidana.

Peraturan baru, yang menggantikan bagian dari KUHP di provinsi ini, menyatakan pelaku zinayang sudah menikah harus dirajam sampai mati. Peraturan ini juga memberlakukan hukuman100 kali cambuk untuk perilaku homoseksual atas dasar suka sama suka dan untuk perilaku zina di antara individu yang belum menikah.

Dengan mengkriminalisasi semua perilaku seks di luar nikah, dan mengajukan persyaratan pembuktian yang diskriminatif dan tidak adil untuk membuktikan pemerkosaan, peraturan ini menempatkan korban kekerasan seksual pada resiko dihukum karena melakukan hubungan seksual, alih-alih memperoleh akses jelas untuk mencari keadilan sebagai korban kekerasanatau pelecehan yang melanggar hukum. Peraturan ini juga gagal mengakui perkosaan dalam perkawinan sebagai tindak kriminal.

Kami juga sangat prihatin dengan kriminalisasi terhadap mereka yang berumur matang yang berhubungan seksual atas dasar suka sama suka di bawah undang-undang ini. Dalam putusanpenting pada kasus Toonen versus Australia pada 1994, Komisi HAM PBB, memutuskandengan penafsiran otoritatif Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) danmemantau kepatuhan negara di dalamnya, menemukan bahwa kriminalisasi pada perilakuhomoseksual atas dasar suka sama suka melanggar hak atas privasi dan prinsipnon-diskriminasi yang tercermin dalam kovenan. Kriminalisasi atas perilaku zina juga melanggar hukum internasional yang menghargai perlindungan kehidupan pribadi. Indonesiameneken ICCPR pada 2006 dan terikat secara hukum dengan ketentuan-ketentuan di dalamnya.

Peraturan ini, jika diadopsi, akan melanggar sejumlah hak yang dilindungi dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia dan hukum internasional. Bab Sepuluh dalam UUDmenjamin bagi semua warga negara dan penduduk Indonesia berhak untuk bebas darikekerasan dan diskriminasi dan menegaskan bawah hak tersebut tidak dapat dicabut dalam keadaan apapun. Pemerintah nasional Indonesia memiliki kewajiban untuk campur tangan dalam situasi seperti itu untuk memastikan undang-undang daerah tidak bertentangan denganKonstitusi.

Hukum HAM internasional melarang hukuman yang menyiksa dan tidak manusiawi atau merendahkan martabat dalam keadaan apapun. Komisi PBB Anti Penyiksaan, yang memantau pelaksanaan Konvensi Menentang Penyiksaan, menyimpulkan pada sesi ke-36pada 2006 bahwa hukuman cambuk dan rajam merupakan pelanggaran Konvensi AntiPenyiksaan. Indonesia meratifikasi Konvensi ini pada 1998.

Pasal 7 ICCPR juga menjamin kemerdekaan dari penyiksaan atau perlakuan atau hukuman lain yang keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat. Selanjutnya, pasal 6 ICCPR,menjamin hak hakiki atas kehidupan. Jaminan ini, dan perlindungan ICCPR yang menentangpenyiksaan dan demi martabat seluruh umat manusia, tidak dapat diabaikan begitu sajadengan hukuman mati, sebuah bentuk hukuman khusus secara kejam dan tegas, sertahukuman yang secara pasti dan menyeluruh diterapkan dengan sewenang-wenang, prasangka, dan keliru.

Indonesia juga telah menandatangani Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasiterhadap Perempuan (CEDAW) dan berkewajiban merevisi undang-undang yang diskriminatif terhadap perempuan, termasuk praktek-praktek yang menghalangi perempuan dan kebebasanperempuan untuk hidup bebas dari kekerasan.

Komnas HAM Indonesia menyatakan undang-undang baru provinsi ini “kejam danmerendahkan martabat manusia,” dan menyebutnya “menggerogoti basis sekular hukumIndonesia.”

Kami mendesak Anda melindungi hak asasi manusia untuk seluruh rakyat Indonesia dengan meminta Departemen Dalam Negeri meninjau dan membatalkan pasal-pasal dari undang-undang yang kejam ini. Undang-undang ini mengkriminalisasi perilaku seksual orang dewasa,menerapkan hukuman mati, rajam, atau cambuk, atau gagal menyediakan akses menyeluruhdan nondiskriminatif bagi korban kekerasan seksual dalam upaya-upaya mencari keadilan.

 

Hormat kami,

 

Elaine Pearson

Wakil Direktur Divisi Asia 

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country