Skip to main content

Thailand: Suarakan Penindasan terhadap Warga Uighur dalam Kunjungan ke Xinjiang

Delegasi Thailand Seharusnya Mendesak Tiongkok untuk mendapatkan Akses Tanpa Batas kepada 40 Pria Uighur yang Dipulangkan

Sejumlah tahanan berada di balik jeruji besi di Pusat Penahanan Polisi Imigrasi di Bangkok, Thailand, 21 Januari 2019.  © 2019 AP Photo/Sakchai Lalit

(Bangkok) – Delegasi Thailand yang mengunjungi Xinjiang seharusnya secara terbuka mendesak para pejabat Tiongkok terkait penindasan yang mereka lakukan terhadap warga Uighur dan mengupayakan akses tanpa batas kepada sebanyak 40 pria Uighur yang dipulangkan secara paksa oleh pemerintah Thailand, kata Human Rights Watch hari ini.

Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Pertahanan Phumtham Wechayachai dan Menteri Kehakiman Tawee Sodsong diperkirakan akan memimpin delegasi yang terdiri dari pejabat dan jurnalis Thailand ke Daerah Otonomi Uighur Xinjiang di Tiongkok antara 18-20 Maret 2025. Pihak berwenang Thailand mengatakan para pejabat tersebut bermaksud untuk memeriksa kondisi 40 pria Uighur yang secara paksa dipulangkan ke Tiongkok pada 27 Februari lalu, yang memicu kecaman luas dari badan-badan PBB, pemerintah asing, dan berbagai kelompok hak asasi manusia.

“Delegasi Thailand yang mengunjungi Xinjiang seharusnya tidak ambil bagian dalam koreografi dan manipulasi citra pemerintah Tiongkok, melainkan melaporkan bagaimana sebenarnya orang-orang Uighur diperlakukan,” kata Elaine Pearson, Direktur Asia di Human Rights Watch. “Pemerintah Thailand perlu mulai memperbaiki reputasinya yang rusak dalam urusan hak asasi manusia karena memulangkan paksa orang-orang itu ke Tiongkok dengan bersikeras menuntut akses tanpa batas dan melaporkan secara terbuka bagaimana kondisi 40 pria Uighur tersebut.”

Baik pemerintah Thailand maupun Tiongkok menggambarkan deportasi terhadap 40 pria Uighur tersebut sebagai tindakan murah hati untuk menyatukan para pria tersebut dengan keluarga mereka, dan Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra berulang kali mengatakan bahwa pemerintah Tiongkok meyakinkannya bahwa mereka tidak akan dihukum atau dianiaya. Namun, kasus-kasus pada masa lalu menunjukkan bahwa jaminan pemerintah Tiongkok tersebut tidak dapat dipercaya, kata Human Rights Watch.

Orang-orang Uighur adalah Muslim berbahasa Turki, yang sebagian besar tinggal di Xinjiang di wilayah barat laut Tiongkok. Pemerintah Tiongkok telah lama memusuhi ekspresi identitas Uighur. Sejak akhir tahun 2016, pemerintahan Presiden Xi Jinping telah mengintensifkan kampanye pelanggaran hak asasi manusia yang meluas dan sistematis terhadap populasi Uighur, yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pihak berwenang Tiongkok telah sewenang-wenang menahan dan memenjarakan orang-orang Uighur secara tidak adil, menganiaya mereka karena menjalankan agama serta kebudayaan mereka, dan menjadikan mereka sasaran pengawasan massal dan kerja paksa. Diperkirakan setengah juta orang Uighur masih dipenjara sebagai bagian dari tindakan gebuk keras yang masih berlangsung, di mana pihak berwenang secara rutin mencampuradukkan perilaku damai sehari-hari, seperti berdoa atau menghubungi kerabat di luar negeri, dengan terorisme dan ekstremisme. Pihak berwenang juga telah berulang kali mengintimidasi orang Uighur yang tinggal di luar negeri untuk membungkam mereka.

Orang-orang Uighur yang dianggap telah meninggalkan Tiongkok secara ilegal dipandang dengan penuh kecurigaan kata Human Rights Watch. Jika dipulangkan, mereka menjadi sasaran penahanan, interogasi, penyiksaan, kekejaman, serta perlakuan tidak manusiawi dan yang merendahkan martabat lainnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Tiongkok telah berupaya menampilkan citra normal di Xinjiang, termasuk dengan mengizinkan beberapa warga Uighur yang dipilih dengan cermat untuk bepergian ke atau dari wilayah tersebut dengan pembatasan ketat. Beberapa orang Uighur yang tinggal di luar negeri hanya bisa mengunjungi wilayah tersebut jika mereka berpartisipasi dalam tur propaganda yang mengharuskan mereka memuji kebijakan pemerintah di Xinjiang.

Pemerintah Thailand seharusnya menekan otoritas Tiongkok agar mengungkapkan keberadaan 40 pria Uighur yang dipulangkan dari Thailand dan mengizinkan akses tanpa batas bagi para pejabat serta diplomat PBB untuk memverifikasi kondisi orang-orang Uighur. Selain itu, otoritas Thailand perlu memastikan tidak akan ada lagi pemulangan paksa orang Uighur yang masih berada di Thailand, kata Human Rights Watch. Pemerintah Thailand seyogianya memberikan akses kepada pencari suaka Uighur ke badan pengungsi PBB (UNHCR). Thailand semestinya menghormati kewajibannya berdasarkan hukum internasional terkait orang-orang yang membutuhkan perlindungan.

“Pemerintah di negara-negara yang peduli semestinya menekan Tiongkok untuk menyediakan akses tanpa batas ke Xinjiang baik bagi para diplomat maupun media,” kata Elaine Pearson. “Pemantauan kondisi 40 pria Uighur ini bukanlah pekerjaan sekali jadi, melainkan sesuatu yang akan membutuhkan upaya terus-menerus dari pemerintah negara-negara tersebut untuk mendesak agar diberi akses.”

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country
Tags