Pembunuhan tersebut dilakukan secara terang-terangan dan cepat: dua pria memasuki rumah Juan Jumalon di kota Calamba di Filipina selatan saat sang jurnalis radio itu sedang menggelar siaran langsung di acara Minggu pagi di 94.7 Gold FM. Sejumlah laporan berita mengatakan bahwa salah satu pria bersenjata menodongkan senjata ke salah satu anggota staf rumah tangga Jumalon, sementara satu penyerang lain menerobos masuk ke dalam studio dan menembak mati jurnalis tersebut. Tangkapan layar dari video penembakan, yang disiarkan langsung di Facebook sebelum dihapus, menunjukkan Jumalon merosot di kursinya, dengan kepalanya mendongak ke atas, dengan masih mengenakan topi bisbol merah.
Pembunuhan Jumalon (57) ini merupakan pembunuhan keempat terhadap jurnalis sejak Presiden Ferdinand Marcos Jr. menjabat pada Juni 2022. Komentator radio lainnya, Cris Bunduquin, ditembak mati pada bulan Mei. Menurut Persatuan Jurnalis Nasional Filipina, ini adalah pembunuhan jurnalis yang ke-199 sejak demokrasi dipulihkan di Filipina pada tahun 1986.
Awal bulan ini, Komite Perlindungan Jurnalis mengeluarkan Indeks Impunitas Global terbaru, yang mencantumkan Filipina sebagai negara kedelapan paling berbahaya di dunia bagi para jurnalis.
Mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut biasanya mengelak dari keadilan. Kelompok Pusat Kebebasan dan Tanggung Jawab Media Filipina melaporkan bahwa hanya 11 persen dari pembunuhan jurnalis yang terkait dengan pekerjaan mereka yang berujung pada hukuman dan sangat jarang otak pembunuhan itu ditangkap. Namun selain ancaman terhadap nyawa mereka, jurnalis Filipina juga menghadapi penyerangan, intimidasi, dan pelecehan. Hal ini sangat umum dilakukan dalam bentuk penandaan merah (red-tagging), di mana para pejabat pemerintah dan petugas keamanan secara berbahaya menuduh para jurnalis mempunyai hubungan dengan pemberontakan komunis yang sudah berlangsung lama di Filipina.
Presiden Marcos, yang dengan cepat dan terpuji mengecam pembunuhan terhadap Jumalon, seharusnya memastikan bahwa pembunuhannya, serta sejumlah serangan yang terus berlanjut terhadap jurnalis, diselidiki secara menyeluruh dan tidak memihak, dan para pelakunya diadili.
Ketika Marcos ingin menggalang dukungan baik di dalam maupun luar negeri, ia seharusnya menggunakan kesempatan ini untuk menunjukkan bahwa pemerintahannya serius dalam hal kebebasan pers, kebebasan sipil, dan hak asasi manusia di Filipina.