Pembebasan seorang mantan jenderal Angkatan Darat pada minggu lalu atas tuduhan penculikan dan penyiksaan dua bersaudara pada tahun 2006 menyoroti masih adanya impunitas atas penghilangan paksa di Filipina.
Beberapa saat setelah putusan tersebut, Raymond Manalo menemui para wartawan di luar pengadilan di provinsi Bulacan dan dia menangis tersedu-sedu. Manalo sebelumnya menuduh bahwa dia dan saudara laki-lakinya Reynaldo diculik dan disiksa oleh Mayjen Jovito Palparan dan sejumlah anak buahnya pada tahun 2006. Kesaksian Manalo sebelumnya telah membantu menghukum Palparan pada tahun 2018 atas penghilangan paksa, penyiksaan, dan pemerkosaan terhadap siswa Karen Empeño dan Sherlyn Cadapan pada tahun 2006. Hingga kini kedua perempuan itu masih hilang. Palparan sedang menjalani hukuman 40 tahun penjara.
Vonis baru-baru ini dijatuhkan setelah terjadi sejumlah kasus penculikan aktivis di beberapa lokasi di seluruh negeri. Pada 29 September, sejumlah pria tak dikenal menculik dua orang aktivis yaitu Lee Sudario dan Norman Ortiz di Provinsi Nueva Ecija. Pada 23 September, sejumlah orang yang diduga merupakan tentara menangkap aktivis Job Abednego David, Peter del Monte, dan Alia Encela di Provinsi Oriental Mindoro; pihak militer mengklaim mereka adalah pemberontak komunis Tentara Rakyat Baru (NPA) namun tidak memberikan informasi mengenai keberadaan mereka. Kelimanya masih hilang.
Dua aktivis lingkungan Jonila Castro dan Jhed Tamayo mengaku diculik oleh tentara di Provinsi Bataan pada 2 September dan ditahan selama berhari-hari. Pihak militer menuduh kedua perempuan itu adalah anggota NPA yang memutuskan untuk menyerahkan diri dan menghadirkan mereka dalam konferensi pers, di mana keduanya menyatakan bahwa tentara telah menculik mereka. Militer menuduh para aktivis ini “menipu” mereka.
Pada 28 April, sejumlah pria tak dikenal memaksa dua aktivis hak-hak masyarakat adat Dexter Capuyan dan Gene Roz Jamil de Jesus masuk ke kendaraan terpisah di Provinsi Rizal: mereka belum ditemukan. Pada 10 Januari, sejumlah pria membawa aktivis Armand Dayoha dan Dyan Gumanao yang tengah berada di tempat umum dan pada siang hari bolong di depan kamera CCTV, di sebuah dermaga di Kota Cebu. Keduanya muncul beberapa hari kemudian dan menceritakan pengalaman buruk mereka.
Pada 2012, Kongres mengesahkan undang-undang yang melarang penghilangan paksa – yang pertama di Asia – namun, menurut banyak pihak, undang-undang ini terbukti tak ada gunanya. Presiden Ferdinand Marcos Jr. seyogianya mendesak Senat untuk meratifikasi Konvensi Internasional tentang Perlindungan terhadap Semua Orang dari Tindakan Penghilangan Secara Paksa, investigasi yang cepat dan tidak memihak atas kasus-kasus penghilangan paksa, dan penuntutan terhadap para pihak yang bertanggung jawab, tak peduli apa posisi dan pangkat mereka.