Skip to main content
Unjuk rasa sejumlah perempuan Afghanistan di Kabul pada 13 Agustus 2022. ©2022/AP Photos/Oriane Zerah via AP Photos

Sulit dipercaya bahwa sudah dua tahun berlalu sejak Taliban mengambil alih Afghanistan.

Waktu tidak bergerak linier; bagi perempuan dan anak perempuan di Afganistan, ini tak ubahnya dua tahun yang panjang dengan kehilangan terus-menerus, dan dua tahun penuh perlawanan menggunakan sedikit sumber daya yang tersisa untuk memerangi kekejaman misogini kelompok Taliban. Bagi perempuan, ini termasuk membawa tubuh mereka turun ke jalan untuk melawan dan menggunakan suara mereka untuk meneriakkan yel-yel. Dalam menghadapi pembalasan brutal dari Taliban, para perempuan itu mengadopsi berbagai bentuk perlawanan baru, seperti memimpin gerakan dan protes dari dalam rumah mereka untuk menggalang kesadaran internasional. Dua tahun telah berlalu sejak para aktivis mulai meneriakkan, “Roti, Pekerjaan, Kebebasan,” sebuah pesan yang tampaknya sederhana namun canggih dan lantas menentukan gerakan mereka.

Ada berbagai cara untuk membaca dua tahun terakhir. Meski penindasan Taliban yang terus berlanjut dan semakin intensif tidak dapat dilupakan begitu saja, salah satu narasi yang menonjol adalah perlawanan terhadap upaya Taliban untuk mengurung perempuan dan anak perempuan Afghanistan di rumah mereka. Taliban berupaya untuk benar-benar menghapus perempuan dari kehidupan publik, dan menjadikan penindasan terhadap perempuan sebagai masalah pribadi, terlarang bagi intervensi apa pun dari seluruh dunia. Namun, para perempuan yang terus melancarkan protes mengajarkan kita bahwa masalah pribadi memang bersifat politis, dan penindasan Taliban terhadap perempuan tidak akan ditoleransi sebagai masalah pribadi.

Dalam apa yang mungkin merupakan perwujudan dari ketakutan terbesar Taliban, perlawanan perempuan Afghanistan di bawah pemerintahan mereka kini menjadi lebih bersifat politis dibandingkan sebelumnya. Setiap perempuan di bawah Taliban yang melawan, baik dengan menggelar demonstrasi damai di jalanan, mengenakan pakaian warna-warni yang dilarang secara tidak resmi, tanpa rasa takut bernegosiasi dengan para pejabat Taliban mengenai peraturan yang mempermasalahkan ukuran jilbab mereka, memanfaatkan kebebasan mereka di dunia maya, atau menjalani kehidupan yang menentang versi penindasan Taliban, pada dasarnya bersifat politis.

Taliban sendirilah yang mendorong transformasi ini, yang kini tidak dapat diubah lagi. Sekali lagi, seorang penindas gagal menyadari keberanian yang mereka nyalakan dan kekuatan yang mereka lepaskan ketika mereka merampas kebebasan masyarakat.

Dalam dua tahun terakhir, banyak yang sudah dibicarakan soal unjuk rasa perempuan, namun para pengunjuk rasa itu kurang mendapatkan perhatian.

Perempuan Afghanistan selama ini dikategorikan sebagai pihak yang diselamatkan oleh Barat setelah invasi pimpinan Amerika Serikat ke Afghanistan pada tahun 2001, atau menjadi korban Taliban sejak tahun 2021. Para perempuan yang memprotes Taliban secara krusial telah mengajarkan bahwa ada ruang perlawanan yang signifikan antara konsepsi biner tersebut —dalam kehidupan sehari-hari—jauh dari kata pasif. Perampasan hak-hak mereka oleh Taliban mengharuskan para perempuan ini mempertaruhkan nyawa demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Ketika para aktivis hak-hak perempuan yang sudah mapan terpaksa melarikan diri setelah pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban, sejumlah perempuan lain, seringkali lebih muda dan berasal dari latar belakang yang kurang beruntung, bangkit secara spontan dan membentuk gerakan perlawanan akar rumput baru yang sekarang dikenal luas sebagai gerakan “Roti, Pekerjaan, Kebebasan”. Seiring berjalannya waktu, para perempuan ini, bergabung dengan yang lainnya, membentuk perlawanan sipil yang terorganisir. Di antara mereka ada guru, penyair, penulis, ibu-ibu, dan mantan pegawai pemerintah.

“Roti, Pekerjaan, Kebebasan” menjadi salah satu slogan yang paling sering digunakan dan populer selama protes akar rumput yang dipimpin oleh para perempuan. Tuntutan mereka sangat sederhana namun penting. Para perempuan itu membela apa yang mereka tahu akan diserang oleh Taliban: kemandirian, operasi, mobilitas, dan kemerdekaan mereka. Para perempuan ini menuntut hak mereka atas kemandirian sosial dan finansial. Mereka juga menuntut martabat dan mempertaruhkan nyawa demi masa depan yang lebih baik bagi seluruh rakyat Afghanistan.

Dua tahun di bawah pemerintahan Taliban telah mengakibatkan kemunduran besar dan pelanggaran hak-hak perempuan di Afghanistan. Dengan lebih dari 40 keputusan, beberapa di antaranya sudah tertulis, sementara selebihnya baru saja diumumkan, yang bertujuan untuk menghancurkan kebebasan perempuan, Taliban telah secara drastis mengurangi peran perempuan dalam masyarakat. Taliban memulai dengan melanggar hak-hak dasar perempuan, termasuk kehadiran sosial dan politik mereka, dan meningkat hingga mengganggu ruang pribadi dan privat perempuan. Salah satu keputusan mereka baru-baru ini yaitu melarang perempuan pergi ke salon kecantikan, yang merupakan salah satu dari sedikit bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh perempuan dan menawarkan kesempatan langka untuk berkomunitas dan “merawat diri”.

Apa yang gagal dipahami oleh Taliban adalah bahwa keberanian menginspirasi lebih banyak keberanian, keberanian yang berlipat ganda, dan tirani mengarah pada tuntutan yang lebih luas atas hak-hak yang diingkari. Pelajaran yang dapat dipetik dari perlawanan perempuan Afghanistan yang sedang berlangsung ini adalah bahwa sejumlah gerakan ini membuka jalan bagi bermacam gerakan lainnya, bahkan kantong-kantong kecil perlawanan akan menghasilkan lebih banyak lagi, dan keberanian individu dan kolektif mengilhami harapan. Perempuan di Afghanistan tidak kekurangan visi untuk masa depan alternatif; harapan mereka didorong oleh aktivisme akar rumput.

Gerakan perlawanan ini masih seumur jagung dan beragam. Meskipun tersebar, gerakan ini berani dan optimistis juga semakin kuat. Perempuan akan memimpin perlawanan damai di Afghanistan. Seperti yang dikatakan seorang perempuan muda dengan penuh semangat dalam sebuah video hanya beberapa hari setelah pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban, “Kami tidak takut mati; kami adalah generasi yang abadi. Kami [akan] membuat kebebasan berkembang.” Kata-katanya itu, terbukti hari ini.

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country