Skip to main content

Bangladesh: Terbunuhnya Seorang Aktivis Buruh

Seharusnya Uni Eropa dan AS Mengaitkan Penyelidikan dalam Kematian Shahidul Islam dengan Pembicaraan Dagang

(Brussels) – Pihak berwenang Bangladesh seharusnya memastikan digelarnya penyelidikan yang independen dan transparan dalam kasus pembunuhan terhadap pemimpin serikat buruh, Shahidul Islam, kata Human Rights Watch hari ini. Shahidul, yang merupakan presiden Federasi Garmen dan Pekerja Industri Bangladesh komite Distrik Gazipur, pada 25 Juni 2023 dipukuli hingga tewas, setelah dia mengunjungi sebuah pabrik di Gazipur untuk mengamankan upah yang belum dibayarkan bagi para buruh pabrik.

Pemimpin serikat buruh Bangladesh Shahidul Islam, yang dipukuli sampai mati pada 25 Juni 2023, setelah dia mengunjungi sebuah pabrik untuk mendapatkan upah yang belum dibayarkan kepada para buruh di pabrik tersebut. © 2023 Privat

Pemerintah Bangladesh belum mengambil tindakan secara menyeluruh guna mengakhiri pelanggaran hak-hak buruh garmen yang terus berlanjut, termasuk taktik anti-serikat buruh yang dijalankan para manajer dan serangan terhadap para pengurus serikat buruh, kata Human Rights Watch. Amerika Serikat  dan Uni Eropa telah mengaitkan kelanjutan akses Bangladesh ke preferensi perdagangan dengan perbaikan yang mendesak dalam hal hak-hak buruh dan keselamatan di tempat kerja.

"Memastikan keadilan dan kompensasi atas kematian Shahidul Islam akan menjadi ujian besar bagi Bangladesh saat dunia melihat," kata Claudio Francavilla, advokat senior Uni Eropa di Human Rights Watch. "Pembunuhan terhadap seorang pemimpin buruh adalah kemunduran yang mengganggu bagi kebebasan buruh untuk berorganisasi dan mencari dukungan dari para pemimpin serikat buruh untuk menyelesaikan perselisihan perburuhan."

Laporan Informasi Pertama yang dicatat oleh pihak kepolisian, yang ditinjau Human Rights Watch, mengatakan bahwa Shahidul Islam pergi ke Prince Jacquard Sweater Ltd. pada 25 Juni 2023, untuk mendesak manajemen agar memberi upah dua bulan yang belum dibayarkan dan bonus untuk libur Idulfitri bagi para buruh. Laporan itu menyatakan bahwa setelah Shahidul mengumumkan bahwa para buruh akan pergi ke kantor Direktorat Inspeksi Pabrik dan Perusahaan setempat untuk menuntut upah mereka, sekelompok pria menariknya dan tiga orang pengurus lainnya ke luar pabrik dan mulai memukulinya. Menurut laporan itu, para pelaku itu menendang, meninju Shahidul hingga pingsan, karena menuntut upah. Shahidul dibawa ke rumah sakit terdekat, di mana ia dinyatakan meninggal dunia pada malam itu.

Direktur pelaksana di pabrik tersebut membantah adanya keterkaitan antara pihaknya dengan serangan itu, dan mengatakan kepada media bahwa "Insiden itu tidak terjadi di dekat lokasi pabrik." Semua yang terbukti terlibat seharusnya dimintai pertanggungjawaban, kata Human Rights Watch.

Pada 26 Juni 2023, sehari setelah Shahidul dibunuh, presiden Asosiasi Produsen dan Eksportir Garmen Bangladesh, Faruque Hassan, bertemu dengan Charles Whiteley, kepala delegasi Uni Eropa untuk Bangladesh. Dalam pertemuan tersebut Faruque mengklaim bahwa Bangladesh telah membuat kemajuan dalam hak-hak buruh di industri garmen siap pakai.

Faruque meminta perpanjangan tiga tahun preferensi perdagangan Bangladesh di bawah Skema Preferensi Umum (GSP) Uni Eropa. Uni Eropa seharusnya melihat pembunuhan terhadap Shahidul sebagai indikasi keadaan hak-hak buruh di Bangladesh saat mempertimbangkan permintaan pemerintah untuk memperluas akses bebas bea ke pasar Uni Eropa, kata Human Rights Watch.  

Pembunuhan itu mengikuti pola serangan yang mengincar para organisastor buruh di Bangladesh dan akan menghadirkan dampak mengerikan pada gerakan buruh yang sudah sangat dibatasi. Pada 4 April 2012, pemimpin serikat garmen lainnya, Aminul Islam, yang saat itu berusia 39 tahun, menghilang setelah berusaha menyelesaikan perselisihan serupa. Jenazahnya ditemukan dua hari kemudian, hampir 100 kilometer dari tempat dia terakhir terlihat, dan menunjukkan tanda-tanda penyiksaan. Lebih dari satu dekade kemudian, pihak berwenang gagal membuat kemajuan berarti dalam menyelidiki kematiannya, meskipun telah berjanji untuk melakukan penyelidikan cepat tingkat tinggi.

Pihak berwenang seharusnya menggelar penyelidikan independen dalam kasus pembunuhan terhadap Shahidul dengan bantuan teknis dari Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia untuk memastikan agar investigasi itu tepat waktu, independen, dan sesuai dengan standar penyelidikan dan peradilan internasional yang adil, kata Human Rights Watch.

Manajemen pabrik seharusnya memastikan bahwa kekhawatiran para buruh mengenai upah yang belum dibayar sepenuhnya bisa diselesaikan tepat waktu. Menurut data bea cukai, pabrik mengekspor pakaian jadi ke berbagai perusahaan termasuk Global Fashion Icon, RD International Style Collections Ltd., NP New Yorker Fashion Logistics International, dan Gruppo Importatori Tessili SpA Jika mereka belum melakukannya, semua pembeli yang telah memesan dengan pabrik seyogianya meninjau kembali praktik pembelian mereka, termasuk persyaratan pembayaran, untuk memastikan semuanya adil dan mempercepat pembayaran ke pabrik.

Secara lebih luas, pembeli berperan penting dalam mencegah dan mengurangi pelanggaran ketenagakerjaan, termasuk perselisihan upah antara pabrik dan buruh, dengan menerapkan praktik-praktik pembelian yang adil, kata Human Rights Watch. Human Rights Watch  dan organisasi-organisasi lain telah berulang kali menunjukkan bahwa harga pembelian yang tidak adil dan syarat-syarat pembayaran lainnya dapat memicu pelanggaran tenaga kerja di pabrik-pabrik.

Undang-Undang usulan Uni Eropa tentang uji tuntas keberlanjutan perusahaan seharusnya mewajibkan merek dan pengecer, termasuk perusahaan kecil dan menengah, untuk melakukan uji tuntas hak asasi manusia. Hal ini seyogianya mencakup persyaratan yang tepat untuk kebebasan berserikat pekerja dalam rantai pasokan global mereka serta praktik pembelian merek dan pengecer untuk mencegah dan mengurangi penyebab atau berkontribusi terhadap pelanggaran tenaga kerja, kata Human Rights Watch.

Bangladesh adalah penerima manfaat utama dari pengaturan "Everything But Arms" (EBA) UE, salah satu dari tiga program di bawah sistem GSP yang memberikan ekspor bebas tarif ke pasar UE untuk negara-negara yang paling tidak berkembang. Bangladesh diperkirakan akan keluar dari kategori itu pada akhir 2026 dan telah menyatakan minatnya untuk mengajukan permohonan untuk sistem Generalized System of Preferences plus UE, yang memiliki persyaratan hak asasi manusia dan tenaga kerja yang lebih ketat daripada EBA.

Bangladesh saat ini berada di bawah "Enhanced Engagement" oleh Komisi Uni Eropa "karena keprihatinan terhadap kepatuhan negara tersebut terhadap hak asasi manusia dan hak-hak buruh." Komisi Uni Eropa seharusnya menjalankan misi pemantauan ke Bangladesh sebagai bagian dari peningkatan keterlibatannya dengan negara itu, kata Human Rights Watch. Seharusnya Komisi Uni Eropa juga segera dan secara vokal meminta pemerintah Bangladesh untuk melaporkan bagaimana negara tersebut memastikan penyelidikan yang transparan dan cepat atas kematian Shahidul, serta memastikan agar para buruh bisa dengan bebas menggunakan hak-hak mereka untuk berkumpul dan berserikat.

"Pembunuhan terhadap Shahidul adalah perkembangan terkini dan keterlaluan dalam pola penindasan yang terus meningkat di Bangladesh dan tidak boleh ditoleransi," kata Francavilla. "Seharusnya Uni Eropa menggunakan pengaruh utamanya yang besar untuk menuntut keadilan, menjabarkan konsekuensi jika pihak berwenang Bangladesh gagal membalikkan tren kesewenang-wenangan mereka."

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country