Skip to main content
Orang-orang berjalan melewati spanduk Visi 2030 yang menunjukkan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman, Jeddah.  © Foto AP 2019/Amr Nabil

(Beirut) -  Kalangan organisasi masyarakat sipil, aktivis, dan oposisi Arab Saudi seharusnya dapat secara bebas mengartikulasikan visi dan agenda mereka untuk masa depan yang menghargai hak asasi manusia di negara mereka tanpa takut akan adanya pembalasan, demikian pernyataan Human Rights Watch dan Amnesty International hari ini. Kedua organisasi tersebut berdiri dalam solidaritas dengan rakyat Saudi yang menuntut masa depan negara mereka yang memprioritaskan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Pada 11 Mei 2023, para pembela dan aktivis hak asasi manusia Saudi yang menerbitkan peta jalan, "Visi Rakyat untuk Reformasi di Arab Saudi" mengadakan sebuah acara terbuka yang menyerukan hak asasi manusia dan supremasi hukum di Arab Saudi. Pihak berwenang di Arab Saudi sering menentang para kritikus pemerintah di pengasingan serta pembela hak asasi manusia yang bersuara melawan pelanggaran negara dan membela hak asasi manusia.

"Dengan risiko pribadi yang tak main-main, orang-orang Saudi yang berani telah mengajukan visi untuk reformasi yang memprioritaskan penghormatan terhadap hak asasi manusia," kata Joey Shea, Peneliti Arab Saudi di Human Rights Watch. "Pemerintah Saudi seharusnya mengindahkan seruan ini."

Pada November 2020, sejumlah pembela hak asasi manusia, aktivis, dan intelektual terkemuka Saudi untuk kali pertama mengeluarkan "Visi Rakyat untuk Reformasi di Arab Saudi," sebuah dokumen yang menyuarakan "visi rakyat untuk reformasi di Arab Saudi yang berpusat pada hak asasi manusia dan keadilan sosial sebagai tolok ukur terpenting untuk reformasi." Visi tersebut menguraikan 13 prinsip untuk menjadi dasar bagi Arab Saudi yang menghormati hak-hak, antara lain, pembebasan semua tahanan politik, penghormatan terhadap hak atas kebebasan berekspresi dan berserikat, perlindungan atas hak-hak perempuan, dan penghapusan diskriminasi agama.

Putra Mahkota Saudi sekaligus Perdana Menteri Mohammed bin Salman telah memimpin salah satu tindakan keras terbesar terhadap hak asasi manusia dalam sejarah negara itu. Human Rights Watch dan Amnesty International telah mendokumentasikan berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang mengerikan di Arab Saudi, termasuk penindasan besar-besaran terhadap  masyarakat sipil independen; penangkapan sewenang-wenang terhadap para penentang yang mengutarakan sikap mereka secara damai, intelektual publik,  dan pembela hak asasi manusia dan aktivis; dan  menjatuhkan hukuman penjara selama puluhan tahun bagi orang-orang biasa karena postingan mereka di media sosial.

Beberapa kekhawatiran lain termasuk praktik-praktik pelecehan di sejumlah pusat penahanan, termasuk penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya;  eksekusi massal terhadap para narapidana setelah pengadilan yang tidak adil;  dan serangan udara di luar hukum yang telah membunuh dan melukai ribuan warga sipil di Yaman. 

"Amnesty International mengungkapkan solidaritasnya dengan aktivis Saudi yang membela hak asasi manusia di dalam dan luar negeri," kata Heba Morayef, Direktur Timur Tengah dan Afrika Utara di Amnesty International. "Pihak berwenang Arab Saudi seharusnya mengakui peran penting yang dimainkan masyarakat sipil dalam pengambilan keputusan publik, serta dalam mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia. Seharusnya pihak berwenang mengizinkan para pembela hak asasi manusia, aktivis, penentang, dan organisasi nonpemerintah untuk secara aktif berpartisipasi dalam keputusan tentang reformasi hak asasi manusia di negara ini."

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.