Skip to main content

Thailand: Pencari Suaka Uighur Meninggal dalam Tahanan

Kematian Pria yang Ditahan Selama 9 Tahun Adalah Seruan Penting Untuk Mengakhiri Penahanan Tanpa Batas Waktu

Sebuah gedung pusat penahanan imigrasi di daerah Sathorn Bangkok, tempat yang diyakini para aktivis hak asasi manusia digunakan untuk menahan sekelompok orang Uighur, 30 September 2022. © 2022 Jack Taylor/AFP via Getty Images

(New York) – Pihak berwenang Thailand seharusnya segera menyelidiki kematian seorang pencari suaka asal etnis Uighur yang telah menghabiskan sembilan tahun dalam tahanan imigrasi, kata Human Rights Watch hari ini. Kasus ini menyoroti perlunya pemerintah Thailand mengakhiri penahanan tanpa batas waktu bagi para pencari suaka.

Pada 21 April 2023, Mattohti Mattursun (juga dikenal sebagai Muhammad Tursun) (40 tahun) meninggal akibat gagal hati atau liver failure di Pusat Penahanan Imigrasi Suan Phlu Bangkok, menurut organisasi hak asasi manusia Uighur. Pria tersebut telah ditahan karena masuk secara ilegal sejak 13 Maret 2014.

"Pihak berwenang Thailand menempatkan orang-orang yang mencari perlindungan pengungsi dalam risiko besar dengan menahan mereka selama bertahun-tahun dalam kondisi mengerikan di pusat-pusat penahanan imigrasi," kata Elaine Pearson, direktur Asia di Human Rights Watch. "Kematian Mattohti Mattursun seharusnya menjadi peringatan untuk mengakhiri kebijakan kejam yang memenjarakan para pencari suaka dan pengungsi untuk waktu yang lama."

Sebagai orang Uighur, Mattohti Mattursun menghadapi penganiayaan atau bahaya serius lainnya jika kembali ke Tiongkok. Dia termasuk di antara beberapa kelompok orang Uighur yang tiba di Thailand pada 2014, yang ingin melakukan perjalanan ke Malaysia dan kemudian ke negara ketiga. Pada 2015, pemerintah Thailand secara paksa mengirim kembali 109 pria dan anak laki-laki Uighur ke Tiongkok, yang tidak pernah terdengar lagi kabarnya. Sebanyak 170 perempuan dan anak-anak Uighur lainnya diizinkan untuk melakukan perjalanan ke Turki, tujuan awal mereka. Sejak saat itu Thailand menahan sisanya­ –sekitar 50 orang­– di pusat-pusat penahanan imigrasi yang jorok, di mana pihak berwenang memperlakukan mereka sebagai imigran ilegal tanpa hak apa pun.

Mattohti Mattursun adalah orang Uighur kedua yang meninggal dunia pada 2023 di Pusat Penahanan Imigrasi Suan Phlu Bangkok. Aziz Abdullah (49 tahun) pada Februari, dilaporkan karena pneumonia.

Orang-orang Uighur sebagian besar terdiri dari penutur bahasa Turki Muslim yang sebagian besar tinggal di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang di barat laut Tiongkok. Sejak akhir 2016, pemerintah Presiden Cina Xi Jinping telah secara dramatis memperparah penindasan di Xinjiang. Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (OHCHR ) telah menetapkan bahwa pelanggaran terhadap warga Uighur "dapat dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan."

Di bawah hukum Thailand, semua migran dengan status imigrasi yang tak biasa–termasuk anak-anak, para pencari suaka, dan pengungsi yang diakui oleh badan pengungsi PBB (UNHCR) –dapat ditangkap dan ditahan karena masuk secara ilegal. Banyak pusat penahanan imigrasi di Thailand sangat penuh dan sesak, menyediakan makanan yang tidak memadai, memiliki ventilasi yang buruk, dan tak memiliki akses ke layanan medis dan kebutuhan dasar lainnya. Para tahanan dibatasi pada sel-sel kecil menyerupai kandang, di mana mereka hampir tidak punya ruang untuk duduk, apalagi tidur. Anak-anak sering dipenjara dengan orang dewasa.

Kondisi di sejumlah fasilitas penahanan imigrasi Thailand telah lama dilaporkan jauh dari standar internasional, tetapi pemerintah Thailand belum bertindak untuk mengatasi masalah serius ini. Human Rights Watch mendokumentasikan kekurangan-kekurangan ini dalam laporan komprehensif tentang penahanan imigrasi anak-anak pada 2014, dan sebuah laporan tentang perlakuan terhadap pengungsi, termasuk penahanan pengungsi perkotaan, pada 2012. 

Thailand tidak menjadi negara pihak dalam Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dan tidak pernah memberlakukan undang-undang untuk mengakui status pengungsi dan menetapkan prosedur untuk menilai klaim suaka. Mengingat tiadanya prosedur suaka, pemerintah Thailand seharusnya menghormati dokumen yang dikeluarkan UNHCR dan tidak menahan orang-orang yang memiliki klaim perlindungan internasional yang tertunda. Selain mengakhiri penahanan para pencari suaka, Thailand seharusnya mengadopsi alternatif penahanan yang digunakan secara efektif di negara-negara lain – seperti pusat penerimaan terbuka dan program pembebasan bersyarat.

"Pemerintah Thailand seharusnya menyadari bahwa kebijakan penahanan tanpa batas waktu yang bersifat menghukum para pencari suaka tidaklah manusiawi dan kontraproduktif," kata Elaine. "Mengurung orang-orang Uighur dan membuang kuncinya tidak akan menghentikan mereka untuk melarikan diri dari situasi mengerikan di Xinjiang, dan hanya menambah kesengsaraan mereka."

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country