Skip to main content

Myanmar: UU Partai Politik Belenggu Oposisi

Langkah Baru yang Keras Akan Menghancurkan Partisipasi Partai dalam Politik

Seorang demonstran Myanmar mengacungkan tiga jari, simbol perjuangan, di hadapan pasukan keamanan. © Myanmar Film Collective

(Sydney) – Undang-Undang partai politik Myanmar yang baru akan mencegah sejumlah tokoh oposisi politik mencalonkan diri dalam pemilihan umum  mendatang, kata Human Rights Watch hari ini. Peraturan tersebut, yang diumum kan pada 26 Januari 2023, menambah kekhawatiran bahwa pemungutan suara yang dijadwalkan Agustus nanti akan kehilangan seluruh kredibilitas, dan digunakan semata-mata legitimasi junta militer lebih lama.

UU Pendaftaran Partai Politik, yang mencabut undang-undang tahun 2010, melarang siapa pun yang sebelumnya pernah dihukum atas kejahatan atau menjalani hukuman penjara untuk bergabung dengan partai politik. Ini menyingkirkan banyak anggota senior Liga Nasional untuk Demokrasi (National League for Democracy), partai politik terbesar di Myanmar, termasuk para pemimpinnya, Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint, yang kini menjalani hukuman penjara atas tuduhan yang dibuat-buat. Militer Myanmar menggulingkan pemerintah baru pimpinan NLD yang terpilih pada 1 Februari 2021.

"Junta militer Myanmar membuat UU Pendaftaran Partai Politik tak hanya untuk mencurangi pemilihan umum, melainkan juga untuk berusaha mendapatkan legitimasi bagi rezim militer," kata Manny Maung, peneliti Myanmar dari Human Rights Watch. "Junta menciptakan sebuah sistem untuk menghancurkan semua oposisi politik dan menggagalkan segala kemungkinan kembalinya pemerintahan sipil yang demokratis."

Aturan baru menyatakan bahwa partai politik yang ada harus mendaftar ulang dalam waktu 60 hari sejak diberlakukan atau menghadapi risiko pembubaran, dan mendiskualifikasi kelompok politik mana pun yang dinyatakan sebagai "asosiasi atau organisasi teroris yang melanggar hukum berdasarkan undang-undang yang sudah ada." Junta menyatakan kelompok oposisi Pemerintah Persatuan Nasional (National Unity Government) dan badan parlementernya, Komite Mewakili Pyidaungsu Hluttaw (Parlemen Persatuan) sebagai "organisasi teroris" atas dugaan serangan terhadap militer sejak kudeta.

Aturan tersebut mewajibkan partai yang ingin mengajukan calon pada pemilihan umum untuk memiliki setidaknya 100.000 anggota dalam waktu tiga bulan setelah pendaftaran --sebuah kenaikan dari syarat 1.000 anggota pada aturan lama—yang akan membatasi sebagian besar partai di Myanmar. UU ini juga mensyaratkan partai politik nasional untuk memiliki dana minimal 100 juta kyat (sekitar Rp 3,9 milyar) untuk memenuhi syarat pendaftaran, jauh lebih banyak daripada yang mampu dimiliki oleh kebanyakan partai kecil. Untuk negara bagian, jumlah minimum yang diperlukan dalam pundi-pundi partai adalah 10 juta kyat (sekitar Rp 76,5 juta). Akibatnya, partai etnis dan minoritas yang kecil hampir mustahil bisa ambil bagian dalam pemilihan, kata Human Rights Watch.

NLD menanggapi bahwa mereka tetap keberatan dengan pemilihan umum apa pun di bawah junta militer, dan menolak untuk mendaftar. Sejumlah partai kecil lainnya, seperti Demokrasi Negara Kayah dan Partai Nasional Kayan, juga mengatakan takkan mendaftar dan karenanya akan dibubarkan. Beberapa partai etnis minoritas seperti Partai Demokrasi Kebangsaan Shan dan Partai Demokrasi Bersatu memberi isyarat mereka berencana untuk mendaftar.

Pasukan Pertahanan Rakyat, yang merupakan milisi anti-junta, bertujuan untuk mengganggu persiapan pemilihan umum  dan menyerang beberapa personel junta yang melakukan survei kependudukan untuk menyusun daftar pemilih. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa anggota partai politik yang mendaftar juga bisa menjadi sasaran.

Pada 1 Februari 2023, junta militer Myanmar memperpanjang keadaan darurat di negara itu selama enam bulan. Pada 2 Februari, junta memberlakukan darurat militer baru di 37 kotapraja tambahan di Negara Bagian Chin, Karen, Karenni, Magway dan Mon, dan Bago, Sagaing, dan Tanintharyi. Perintah tersebut termasuk jam malam dan mengekang kebebasan berserikat dan bergerak, membatasi partai politik untuk berorganisasi.

Konstitusi 2008 rancangan militer, meskipun dirancang untuk melanggengkan kontrol militer, mewajibkan negara untuk memberlakukan hukum yang memungkinkan partai politik berorganisasi demi “berkembangnya sistem demokrasi multi-partai yang murni dan disiplin.” Di bawah undang-undang baru dan perintah darurat militer tambahan, setiap pemilihan umum akan didominasi oleh partai politik yang didukung junta militer, yang sudah memegang 25 persen kursi di badan legislatif nasional dan lokal menurut Konstitusi 2008.

UU Pendaftaran Partai Politik gagal memenuhi standar internasional dalam menghormati hak partai politik untuk berorganisasi dan mencalonkan diri. Di bawah hukum internasional, para pemilih seharusnya memiliki hak untuk secara bebas memilih kandidat mereka, dan persyaratan apa pun yang dikenakan pada partai politik dan pendaftaran kandidat, seharusnya masuk akal dan tidak diskriminatif.

Membangun sistem pemilihan umum yang jujur, pluralistik, dan menghormati hak pemilih amat penting untuk menyelenggarakan pemilihan umum dengan para pemilih bebas memilih wakil mereka. Terlepas dari batasan yang diberlakukan oleh Konstitusi 2008, pada November 2020, para pemilih menggunakan hak mereka untuk memilih pemerintahan mereka, hak yang ditolak oleh militer dengan melakukan kudeta.

Pemerintah dari negara-negara sahabat Myanmar, termasuk mitra regional seperti negara-negara anggota ASEAN, Jepang, dan India, seharusnya mengutuk undang-undang partai politik dan memastikan bahwa mereka tidak memberikan kredibilitas pada upaya junta untuk melegitimasi kontrol militer melalui pemilihan umum palsu.

Inggris, Amerika Serikat, serta negara-negara anggota Uni Eropa seharusnya lakukan koordinasi dengan negara-negara lain, yang berpikiran sama, untuk memperkuat dan menegakkan sanksi yang ditujukan terhadap pejabat senior junta dan sejumlah kesatuan militer di Myanmar.

“Kudeta militer tahun 2021 mencekik harapan rakyat Myanmar yang telah memberikan suara dalam pemilihan umum kredibel pada 2020,” kata Maung. “Pemerintah negara-negara yang berkepentingan perlu memberikan tekanan bersama pada junta untuk kembali ke pemerintahan sipil yang dipilih secara demokratis.” 

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country
Topic