Sebuah perintah menggunakan cadar dan baju panjang, bagi pegawai negeri perempuan di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, seyogianya jadi perhatian semua pihak.
Pada 26 Juni, Bupati Lombok Tengah Moh. Suhaili Fadhil Thohir memerintahkan semua pegawai negeri perempuan, yang beragama Islam, untuk mengenakan cadar sebagai penutup wajah guna melawan Covid-19. Suhaili akan bikin penilaian setiap Jumat untuk melihat mana organisasi perangkat daerah yang gunakan cadar terbaik.
Di Praya, ibukota Lombok Tengah, perintah ini membuat para pegawai perempuan sibuk membeli cadar.
Pada 3 Juli, untuk pertama kali, ratusan pegawai negeri sipil perempuan ikut senam Jumat pakai cadar. Suhaili memeriksa berbagai kantor yang ikut senam, terutama perempuan, dan menyebutkan organisasi demi organisasi–layanan pekerjaan umum, perhubungan, pendidikan dan seterusnya– serta kepatuhan mereka pada persyaratan cadar.
Dia memuji organisasi yang patuh, sambil meminta yang seragam “tabrak lari” lakukan perbaikan. Ini termasuk pegawai yang gunakan cadar tapi pakai celana panjang. Dia bilang organisasi perangkat daerah yang tak bagus. “Nggak diurus kepala dinasnya.”
Memaksa perempuan Muslim untuk mengenakan cadar dalam bekerja adalah diskriminasi. Para pegawai negeri sipil laki-laki dan perempuan non-Muslim tidak menghadapi pembatasan pakaian seperti itu dan hanya didorong mengenakan masker wajah untuk melindungi diri dari Covid-19. Tidak ada bukti medis yang menunjukkan bahwa cadar adalah penghalang yang sama efektifnya dengan masker dalam melindungi seseorang dari virus corona.
Di Timur Tengah, di mana beberapa negara menerapkan aturan berpakaian, Human Rights Watch, sebagai organisasi dengan beberapa kantor Timur Tengah dan Afrika Utara, tak melihat ada pemerintah, pusat maupun daerah, yang menganjurkan cadar sebagai penutup wajah selama pandemi. Ini jadikan Indonesia satu-satunya negara di dunia yang menjalankan praktik ini.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) telah merekam ratusan peraturan di tingkat nasional maupun daerah diskriminatif di Indonesia, kebanyakan dibuat atas nama Syariah Islam. Ratusan aturan ini melanggar hak-hak perempuan. Ia termasuk memaksa perempuan dan anak perempuan untuk mengenakan jilbab di kantor pemerintah, sekolah atau tempat-tempat umum, pengaturan jam malam, larangan naik motor mengangkang, duduk bersama lelaki di kedai, dan pembatasan lain terhadap perempuan dan anak perempuan.
Peraturan wajib jilbab pertama bermula pada 2001 di Jawa Barat, termasuk Indramayu, Tasikmalaya dan Cianjur, ketika para bupati memerintahkan pegawai negeri dan siswi di sekolah-sekolah untuk mengenakan jilbab.
Di Sumatera Barat, aturan wajib jilbab dimulai oleh gubernur pada 2001. Pada 2004, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam juga meloloskan peraturan daerah kewajiban jilbal. Secara bertahap peraturan ini menyebar ke berbagai provinsi lain di Indonesia, termasuk Pulau Lombok.
Namun perintah bupati di Lombok Tengah ini melangkah lebih jauh. Ia adalah perintah pertama memakai cadar yang datang dari pejabat pemerintah di Indonesia. Perintah ini, sekarang masih Jumat saja, bisa jadi merupakan awal dari sejumlah peraturan daerah baru, yang secara legal, mewajibkan semua perempuan Muslim untuk mengenakan cadar. Aturan berpakaian yang diskriminatif ini bisa merayap ke seluruh Indonesia bila pemerintah pusat gagal bertindak.
Bupati Suhaili seyogianya menarik instruksi ini dan menjelaskan bahwa pegawai perempuan Muslim di daerahnya tak wajib mengenakan cadar.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, seharusnya tegas menyatakan, perempuan berhak memilih cadar atau tidak, sejalan dengan hak untuk bebas “dari perlakuan diskriminatif ada dasar apapun” sesuai Undang-undang Dasar 1945.
Mengenakan cadar untuk bekerja seharusnya jadi pilihan bebas. Memberikan perlakuan istimewa kepada perempuan yang mematuhi aturan berpakaian cadar ini adalah sanksi efektif terhadap mereka yang tidak patuh.
Perempuan berhak peroleh hak sama dengan laki-laki, termasuk hak memakai pakaian sesuai keinginan mereka. Berbagai hukum soal hak asasi manusia menjamin hak untuk secara bebas mewujudkan keyakinan agama dan iman seseorang dan kebebasan berekspresi.
Bila ada pembatasan terhadap hak-hak ini, ia harus dilakukan untuk tujuan yang sah, diterapkan dengan cara yang tak sewenang-wenang dan tak diskriminatif. Karena alasan ini, Human Rights Watch juga menentang langkah beberapa negara Eropa untuk melarang cadar.
Kegagalan Pemerintahan Presiden Joko Widodo bertindak dan menjamin hak perempuan akan mengkhianati perempuan Indonesia dan semua warga Indonesia.