Skip to main content

Theresa May dan Boris Johnson Semestinya Sampaikan Pesan Keras Saat Kunjungan Bin Salman

Pangeran Mahkota Saudi Masih Jauh dari Klaimnya dan Anggapan Pendukungnya Sebagai Reformis Besar

Published in: Middle East Eye

Pada hari Rabu (7/3), pemerintah Inggris akan menggelar karpet merah untuk putra mahkota dan pemimpin de facto Saudi, Mohammed Bin Salman. Jika Anda mendengarkan Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson – yang memanggil pangeran yang dijuluki “MBS” ini sebagai, “seorang pemuda luar biasa” – Anda mungkin akan berpikir bahwa pangeran ini mempromosikan reformasi dan perdamaian di Arab Saudi dan negara tetangga Yaman.

Tapi tidak. Ia tidak melakukan keduanya.
 

Penindasan dan Pelanggaran

Terlepas dari retorika reformasi ambisius MBS dan keinginannya untuk mengubah negara itu secara ekonomis dan politis, penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia telah meningkat di kerajaan itu di bawah kepemimpinannya.

Pelanggaran terberat adalah penangkapan massal ulama dan intelektual pembangkang pada September, dan penahanan terhadap 381 orang pada November, termasuk pangeran, pejabat pemerintah (baik yang masih aktif maupun mantan), dan pengusaha terkemuka, beberapa di antaranya ditahan di sebuah hotel bintang lima di Riyadh sampai mereka bisa membuat kesepakatan finansial atau politik untuk membebaskan mereka.

Sekitar 56 orang yang menolak penyelesaian secara finansial kini telah dipindahkan ke penjara reguler, di mana mereka mungkin akan menghadapi tuntutan pidana dan takdir yang tak pasti. Meski MBS secara terbuka membenarkan penangkapan bulan November itu atas nama anti-korupsi, penangkapan tersebut tidaklah transparan dan melewati proses yang sepatutnya.

Di bawah kepemimpinan sang putra mahkota, tindakan keras Saudi terhadap perbedaan pendapat dan oposisi tak juga berkurang. Pada Agustus, pengadilan banding menjatuhkan hukuman delapan tahun terhadap aktivis hak asasi manusia Abdulaziz al-Shubaily setelah ia menyerukan reformasi damai.

Sementara itu, Raif Badawi –seorang blogger terkemuka– tetap menjalani hukuman penjara selama 10 tahun yang mengerikan sejak tahun 2014. Aktivis terkemuka Essam Koshak dan Issa al-Nukhaifi juga dijatuhi hukuman penjara terlama pada 27 Februari.

Kementerian Luar Negeri Inggris, yang menyatakan bahwa memperjuangkan pembela hak asasi manusia adalah sebuah prioritas, secara aneh menutup mulut dengan penahanan kejam yang terjadi terus-menerus ini.

Jika ada satu area di mana pernyataan publik MBS telah meningkatkan harapan, itu adalah soal hak-hak perempuan. Larangan mengemudi terhadap perempuan di Saudi diharapkan akan dibatalkan pada bulan Juni, sebuah perkembangan yang disambut baik dan sebuah penghormatan terhadap kampanye dan keberanian aktivis perempuan Saudi yang tak kenal lelah.
 

Diskriminasi sistematis

MBS mungkin telah membantu untuk mengamankan perubahan ini. Tetapi usulan yang bermakna guna mengakhiri diskriminasi jangka panjang Arab Saudi terhadap perempuan masihlah kurang. Tujuan spesifik dari rencana transformasi ekonomi MBS yang kerap digembar-gemborkan, Visi 2030, adalah untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja dari 22 hingga 30 persen.

Tetapi rencana ini mengabaikan diskriminasi sistematis dalam bentuk sistem perwalian pria di Saudi, yang tampaknya akan membuat rencana ekonomi ini sulit dicapai. Di bawah sistem perwalian, perempuan Saudi diperlakukan sebagai anak di bawah umur dan memerlukan izin dari seorang kerabat laki-laki untuk belajar di luar negeri, menikah, atau mendapatkan paspor.

Sistem diskriminatif yang luar biasa ini masih terjadi, dan MBS tampaknya tidak berencana untuk membatalkannya.

Sebagai menteri pertahanan sejak 2015, MBS juga memainkan peran utama dan menentukan dalam perang koalisi pimpinan Saudi di Yaman, yang telah menewaskan hampir 6.000 jiwa warga sipil, melukai hampir 10.000 orang lainnya, menimbulkan penderitaan tak terbayangkan pada warga biasa Yaman, dan memperburuk bencana kemanusiaan yang digambarkan PBB sebagai yang terburuk di dunia.

Namun Arab Saudi, negara tujuan penjualan senjata dan peralatan militer Inggris yang bernilai lebih dari £ 4,6bn (88 triliyun rupiah) sejak dimulainya perang, telah berulang kali memblokir pasokan penting - seperti makanan, obat-obatan dan bahan bakar yang dibutuhkan untuk generator rumah sakit - untuk masuk ke Yaman, mengancam kehidupan lebih banyak orang.
 

Pesan yang keras

Menteri Pembangunan Internasional Inggris, Penny Mordaunt, dengan tepat menunjukkan bahwa penggunaan isu kelaparan sebagai metode perang melanggar hukum internasional.

Theresa May dan Boris Johnson seharusnya memperjelas hal ini kepada sahabat baik mereka yang baru, sang putra mahkota, dan menuntut agar pembatasan terhadap pasokan kemanusiaan dan komersial oleh semua pihak yang terlibat konflik Yaman segera dihentikan.

Tapi jika Inggris benar-benar serius membantu rakyat Yaman, negara itu perlu memulihkan  hubungannya dengan Saudi secara lebih mendasar.

Inggris seharusnya tidak terus mempersenjatai orang-orang Saudi ketika senjata tersebut bisa digunakan untuk menyerang sekolah, rumah sakit, pasar dan masjid di Yaman, dan ketika koalisi pimpinan Saudi telah melakukan sejumlah serangan yang melanggar hukum perang, bahkan kemungkinan kejahatan perang.

Human Rights Watch telah mendokumentasikan ada 87 serangan serupa – sementara Amnesty International, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lembaga lain mendokumentasikan lebih banyak lagi.

Selain itu, tidak ada satu pun serangan ini yang telah diselidiki secara layak. Belum ada seorangpun yang ditahan untuk dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan itu. Sampai saat itu tiba, Inggris terus mengambil risiko terlibat dalam kejahatan perang di masa depan.

Mohammed Bin Salman jauh dari sebutan reformis besar seperti klaimnya dan anggapan dari para pengagumnya. Oleh karena itu, Theresa May dan Boris Johnson harus menyampaikan pesan-pesan keras kepada putra mahkota pekan ini.

Satu yang tak kalah pentingnya, mereka harus meninggalkan kebijakan Inggris yang direncanakan dengan buruk yang hanya akan memperburuk konflik Yaman dan juga meremehkan pelanggaran hak asasi manusia di Arab Saudi.

 

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.