Skip to main content

Rakyat berunjuk rasa di Teheran, Iran, 30 Desember 2017.   © 2017 Reuters

(Beirut) - Pemerintah Iran semestinya menahan diri dari penggunaan kekerasan berlebihan, memulai penyelidikan atas kematian-kematian dalam aksi demonstrasi yang berlangsung di seluruh negara, serta menghapuskan pemblokiran sewenang-wenang atas akses internet, kata Human Rights Watch hari ini.

Hingga kini saluran-saluran berita resmi Islamic Republic of Iran Broadcasting (IRIB) telah memastikan kematian sedikitnya 21 orang, termasuk dua petugas keamanan, dalam demonstrasi-demonstrasi dan bentrokan selama lima hari terakhir. Unjuk rasa dimulai pada 29 Desember 2017 di kota Mashhad dan telah menyebar ke lebih dari selusin kota lain di Iran.

"Peningkatan korban nyawa adalah pertanda buruk bagi rakyat Iran yang berani menyuarakan keluhan mereka ke jalanan," kata Sarah Leah Whitson, direktur Timur Tengah di Human Rights Watch. "Alih-alih mengeluarkan ancaman-ancaman yang nyaris terang-terangan terhadap pengunjukrasa, pemerintah semestinya menyelidiki kematian-kematian tersebut, memastikan orang-orang yang ditahan memperoleh hak mereka, serta menjamin rakyat dapat berunjuk rasa secara bebas dan damai."

Pada 2 Januari, saluran berita IRIB memastikan kematian sembilan orang, termasuk dua anggota pasukan keamanan, dalam protes-protes dan bentrokan sehari sebelumnya di provinsi Isfahan. Sebelum itu, IRIB mengonfirmasi kematian 10 orang pada 31 Desember. Pemerintah juga telah memastikan kematian dua orang di Dorood, provinsi Lorestan, pada 30 Desember.

Polisi mengonfirmasi penangkapan atas lebih dari 550 orang di provinsi-provinsi Teheran, Razavi Khorasan, dan Markazi.

Otoritas intelijen juga telah menangkap sejumlah aktivis dalam beberapa hari belakangan.

Potongan-potongan video yang beredar di media sosial dan laporan-laporan media milik pemerintah menunjukkan bahwa ada bentrok antara para pengunjuk rasa dan polisi serta perusakan fasilitas publik di kota-kota tertentu. Beberapa video yang beredar luas di saluran-saluran media sosial berbahasa Persia juga mengesankan bahwa otoritas menggunakan kekuatan yang berpotensi mematikan terhadap para demonstran, tetapi Human Rights Watch belum berhasil meverifikasi video-video tersebut.

Pada 1 Januari, Mashahalh Nemati, Gubernur Dorood, sebuah kota di provinsi Lorestan, mengonfirmasi kematian empat warga dalam bentrok yang terjadi di sana pada 29 dan 30 Desember. Ia juga menjelaskan sebuah insiden yang ia klaim terjadi pada 30 Desember: seorang bocah laki-laki (12 tahun) dan ayahnya terbunuh ketika mobil mereka tertabrak truk pemadam kebakaran yang direbut para perusuh. Menurutnya, para perusuh kemudian meninggalkan truk tersebut.

Pada hari yang sama, Hedayatollah Khademi, anggota parlemen dari kota Izeh, provinsi Khuzistan, mengatakan kepada kantor berita Iranian Labor News Agency (ILNA) bahwa dua orang tewas dalam "kerusuhan" di kotanya pada 31 Desember, tetapi ia tak dapat mengonfrimasi sebab kematian mereka. Khademi juga menyangkal tuduhan-tuduhan di media sosial bahwa orang-orang telah menguasai bangunan-bangunan pemerintah.

Para pengguna media sosial mengatakan bahwa polisi menembak dan membunuh Masoud Kiani Ghale Sardi, seorang demonstran di kota Izeh. Human Rights Watch belum dapat mengonfirmasi pernyataan-pernyataan tersebut.

Saeed Shahrokhi, deputi gubernur provinsi Hamedan bidang politik, mengatakan kepada IRIB bahwa tiga pengunjukrasa dibunuh di kota Tuyserkan.

Pada 29 Desember, Hassan Heidari, wakil jaksa kota Mashhad, mengumumkan 52 orang telah ditangkap karena "merusak properti publik." Surat kabar Shargh, dikenal dekat dengan kaum reformis Iran, melaporkan bahwa otoritas menangkap 200 orang di Teheran dan 100 orang di kota Arak --provinsi Marakzai-- pada 30 Desember. Pada 2 Januari, Ali Asghar Naserbakht, deputi gubernur Teheran bidang politik, memastikan penangkapan 200 orang di Teheran pada 30 Desember, dan menambahkan: 150 orang ditangkap pada 31 Desember serta 100 orang lagi pada 1 Januari.

Kantor berita Hrana, dikelola oleh para aktivis HAM, melaporkan bahwa otoritas-otoritas intelijen Garda Revolusioner Iran telah menangkap Faeze Abdipour, Kasra Nouri, Mohammad Sharifi Moghadam, Zafar Ali Moghimi, dan Mohammadreza Darvish, serta memindahkan mereka ke penjara Evin. Mereka adalah aktivis-aktivis lokal komunitas Gonabadi Dervish, kelompok tarekat Sufi yang didiskriminasi pemerintah.

Pada 1 Januari, Asosiasi Gilda untuk para mahasiswa melaporkan empat anggota dewannya yang bertemu dengan rektor University of Teheran untuk berunding tentang pembebasan para mahasiswa yang ditangkap pada demonstrasi 31 Desember malah mengalami penahanan sementara.

Menteri Komunikasi Azarei Jahromi, pada 30 Desember, meminta Telegram dan Twitter memblokir saluran-saluran berita yang ia duga mengedarkan materi-materi yang dapat memicu kekerasan. Beberapa jam kemudian, Paven Durov, Direktur Utama Telegram, mengumumkan bahwa perusahaannya telah menangguhkan saluran Amadnews karena diduga menyuruh pemirsanya menggunakan bom molotov melawan polisi. Namun, selang beberapa jam, kantor berita IRIB mengumumkan bahwa otoritas akan menutup sementara aplikasi media sosial populer Instagram dan aplikasi pesan yang paling banyak digunakan di Iran, Telegram.

Pada 2009, pemerintah Iran menggunakan kekerasan dalam menindas para pengunjuk rasa yang turun ke jalanan saat memprotes hasil pemilihan presiden, mengakibatkan lusinan orang tewas di jalanan dan pusat-pusat penahanan. Otoritas-otoritas Iran juga menangkap ratusan aktivis dan memvonis mereka dengan hukuman pidana panjang lewat pengadilan-pengadilan yang berat sebelah.

Otoritas-otoritas Iran tak hanya bertanggungjawab memastikan keamanan publik, tetapi juga menjamin hak mereka untuk berkumpul dan menyatakan pendapat secara damai serta kebebasan mengakses informasi, kata Human Rights Watch.

"Pemblokiran aplikasi seluler populer Telegram dan Instagram adalah tanggapan kebablasan lainnya terhadap rakyat yang mengeluhkan korupsi serta penindasan sistematis," kata Whitson. "Otoritas Iran seharusnya meninggalkan ketergantungan mereka pada represi dan mengizinkan rakyatnya berbicara serta berunjuk rasa."

 

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country