Skip to main content

Kampanye Anti-LGBT Tiada Henti di Indonesia

Sikap Diam Pemerintah Terhadap Penyebaran Kebencian Akan Memicu Diskriminasi

Pemerintah Indonesia melakukannya lagi.

Melanjutkan kampanye anti-LGBT yang penuh kebencian sejak bulan Januari lalu, Kementerian Pemuda dan Olahraga telah membaut larangan bagi kaum lesbian gay, biseksual, dan transgender untuk ikut dalam proses seleksi “Duta Pemuda Kreatif” – sebuah kegiatan nasional untuk menseleksi kaum muda dalam meningkatkan kreativitas dan daya saing.

“Kami mensyaratkan seseorang yang sehat secara jasmani dan rohani, tidak terlibat dalam pergaulan bebas dan perilaku menyimpang, termasuk LGBT, yang harus dibuktikan dnegan surat keterangan dokter,” demikian terbaca dari surat edaran kementerian tersebut. 

Kemauan kementerian ini untuk mencampuradukkan antara retorik anti-LGBT yang diskriminatif dengan usaha-usaha yang agaknya dirancang untuk meningkatkan kesempatan kerja di kalangan kaum muda tentulah sangat tercela. Karakterisasi kaum LGBT sebagai ‘menyimpang’ telah menampar wajah konsensus dalam standar internasional tentang orientasi seksual dan identitas gender – termasuk sumpah untuk tidak mendiskriminasi kaum LGBT dari para ahli psikologi yang berasal dari negara-negara seperti Turki, Brasil, dan Filipina. Terlebih lagi, melakukan diskriminasi terhadap sekelompok minoritas yang sudah termarjinalisasi merupakan cemoohan terhadap kewajiban hak-hak asasi manusia yang seharusnya dipenuhi oleh pemerintah dan merendahkan reputasi Indonesia sebagai tempat melakukan bisnis di dunia internasional – sesuatu yang sangat tidak membantu pembangunan ekonomi.

Akan tetapi pernyataan-pernyataan diskriminatif yang datang dari para pejabat pemerintahan dan lembaga-lembaga negara tersebut merefleksikan lebih dari sekedar buruknya administrasi pemerintahan presiden Joko “Jokowi” Widodo.

Pernyataan-pernyataan anti-LGBT dari para politisi dan pejabat-pejabat negara pada 2016 ini mulai dari yang absurd hingga ke kiamatnya dunia telah diiringi dengan meningkatnya ancaman dan serangan kekerasan terhadap aktivis-aktivis dan invidu LGBT – bahkan terhadap sebuah rumah ibadah kaum Muslim – yang umumnya dilakukan oleh kaum Islamis. Dalam beberapa kasus, ancaman dan kekerasan tersebut terjadi di tengah kehadiran, dan bahkan dengan persetujuan, pejabat-pejabat pemerintahan dan aparat keamanan. Komisi-komisi pemerintahan dan kementerian-kementerian telah mengusulkan peraturan-peraturan anti-LGBT yang diskriminatif dan terbelakang, dan pejabat-pejabat bersaksi di depan pengadilan yang berusaha untuk mengkriminalisasikan tingkah laku seksual pasangan dewasa sesama jenis yang dilakukan secara sukarela.

Pengumuman dari Kementerian Pemuda minggu ini juga menggemakan suara dari sebuah program serupa yang bertujuan untuk mengatasi pengangguran di kalangan kaum muda – yakni program “Bela Negara,” sebuah program pelatihan secara militer yang dilakukan Departemen Pertahanan yang dimulai tahun 2016, dan berusaha melatih warganegara untuk mempertahankan bangsa dari ‘proxy war’ dan dari ancaman-ancaman yang “dipersepsikan datang dari komunisme, narkoba, dan homoseksualitas.”

Dengan semakin banyaknya elemen-elemen birokrasi pemerintahan yang terlibat dalam seruan-seruan anti-LGBT, maka retorika administrasi pemerintahan Jokowi tentang komitmennya terhadap keberagaman dan pluralisme telah menjadi sekedar slogan hampa dan kosong.
 

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country
Topic