(New York) – Pemerintah Indonesia harus segera ambil tindakan untuk melindungi anggota jemaah Ahmadiyah dari intimidasi dan ancaman pengusiran oleh pemerintah daerah di Pulau Bangka, ujar Human Right Watch hari ini.
Human Right Watch mendapatkan salinan surat yang dikeluarkan pada 5 Januari 2016 oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka, yang minta warga Ahmadiyah untuk masuk kepada ajaran Islam Sunni atau akan diusir dari Bangka.
“Pemerintah daerah Bangka berkonspirasi dengan kelompok Muslim garis keras untuk tak taat hukum agar bisa mengusir jemaah Ahmadiyah dari rumah mereka,” ujar Phelim Kine, Wakil Direktur Human Right Watch wilayah Asia. “Presiden Joko Widodo harus intervensi guna menjaga hak warga Ahmadiyah dan memberi sanksi pegawai negeri yang advokasi diskriminasi agama.”
Surat bertanggal 5 Januari tersebut ditandatangani Fery Insani, Sekretaris Daerah Bangka, menyatakan, Jemaah Ahmadiyah Indonesia harus keluar dari lingkungan Srimenanti atau bertobat, “ … segera meninggalkan lingkungan Srimenanti Sungailiat khususnya, Bangka pada umumnya, dan silahkan berdomisili ke tempat asal mereka.”
Jemaah Ahmadiyah di Pulau Bangka, yang hanya terdiri 14 keluarga, mengatakan pada Human Right Watch bahwa perintah pengusiran, termasuk pelecehan dan intimidasi oleh pemerintah daerah, polisi dan tokoh organisasi Islam, sudah berbulan-bulan mereka alami.
Jemaah Ahmadiyah menganggap mereka sebagai bagian dari Islam, namun berbeda dengan Muslim Sunni, mereka menganggap Mirza Ghulam Ahmad, pendiri Jemaah Ahmadiyah, sebagai “imam mahdi.” Sebenarnya, Ahmadiyah menganggap Muhammad sebagai Rasul dalam Islam yang terakhir. Namun keberadaan “Imam Mahdi” tersebut sering membuat banyak organisasi Islam menilai Ahmadiyah sebagai sesat.
Jemaah Ahmadiyah mengatakan tekanan resmi pada mereka untuk meninggalkan Bangka dimulai sejak 14 Desember 2015 ketika Fery Insani, atas nama Bupati Bangka Tarmizi Saat, mengadakan pertemuan dengan 82 orang, termasuk lima warga Ahmadiyah di kantor pemerintah daerah Bangka di kota Sungailiat. Dalam pertemuan tersebut, beberapa pejabat dan polisi di daerah Bangka minta warga Ahmadiyah sukarela meninggalkan Bangka sesegera mungkin. Namun beberapa peserta pertemuan, minta pemerintah Bangka segera ‘mengusir’ warga Ahmadiyah, terutama dari lingkungan Srimenanti di Sungailiat dimana warga Ahmadiyah memiliki sebuah rumah ibadah tak resmi.
Dalam notulen rapat tersebut, Human Right Watch mengetahui bahwa peserta pertemuan yang menyokong pengusiran Ahmadiyah termasuk Husin Jais, ketua Forum Kerukunan Umat Beragama. FKUB adalah lembaga pemerintah, sebuah forum yang terdiri dari tokoh-tokoh agama, yang sering dimintai pendapatnya oleh pemerintah daerah soal pembangunan rumah ibadah. Peserta lain termasuk dari Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia dan Badan Kontak Majelis Taklim.
Selain itu, pemerintah daerah Bangka juga menahan dikeluarkannya Kartu Tanda Penduduk (KTP) buat Achmad Syafei, mubaliqh Ahmadiyah di Srimenanti, meksi dia sudah memenuhi semua syarat pembuatan KTP, menurut notulen.
Jemaah Ahmadiyah Indonesia mulai jadi korban diskriminasi sejak Juni 2008 ketika pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan surat keputusan minta Ahmadiyah untuk “berhenti menyebarkan pemahaman dan aktivitas yang keluar dari prinsip ajaran Islam.” Pelanggaran dapat dikenakan hukuman penjara hingga lima tahun. Setelah diskriminasi keluar, berbagai organisasi Islam melakukan sejumlah penyerangan dan kekerasan terhadap warga Ahmadiyah, termasuk penyerangan di Cikeusik pada Februari 2011, dimana tiga warga Ahmadiyah dibunuh.
Selama masa Yudhoyono, berbagai kelompok Muslim keras, dengan keterlibatan polisi dan pemerintah daerah, memaksa penutupan lebih dari 30 masjid Ahmadiyah, sementara kelompok minoritas lain termasuk Syiah dan Kristen, juga menjadi target pelecehan, intimidasi dan kekerasan. Kekerasan terhadap kelompok minoritas menurun sebentar ketika Presiden Joko Widodo dilantik pada Oktober 2014. Jokowi berjanji akan melindungi kebebasan beragama dan melawan intoleransi agama.
Undang-Undang Dasar Indonesia pasal 28 dan 29 menjamin kebebasan beragama. Diskriminasi terhadap Ahmadiyah bukan saja melanggar UUD1945 tapi juga melanggar Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang sudah diratifikasi di Indonesia pada 2006. Pasal 18 Konvenan ini melindungi hak dan kebebasan beragama dan untuk menjamin praktik beragama “baik secara individu maupun berkelompok di ruang publik maupun privat.” Pasal 27 juga melindungi hak kelompok minoritas “untuk menyatakan dan melaksanakan agama mereka.”
“Presiden Jokowi harus bersikap menentang diskriminasi agama dengan berdiri bersama warga Ahmadiyah di Pulau Bangka dan melawan para pejabat daerah yang mencoba menghilangkan hak mereka,” ujar Kine. “Jokowi punya kesempatan untuk buktikan bahwa era SBY, yang menutup mata terhadap diskriminasi dan penyerangan kelompok minoritas, telah berakhir.”
Indonesia: Jemaah Ahmadiyah Diancam
Sekelompok warga Ahmadiyah di Pulau Bangka diminta ‘kembali masuk Islam’ atau diusir
Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.
Topic
Most Viewed
-
October 23, 2023
Israel/Palestina: Video Serangan Pimpinan Hamas Terverifikasi
-
December 7, 2023
Gaza: Berbagai Temuan dari Ledakan di RS al-Ahli 17 Oktober
-
-
December 17, 2023
Apakah Perlakuan Israel terhadap Warga Palestina Sudah Sebanding dengan Apartheid?
-
October 17, 2023
Israel: Fosfor Putih Digunakan di Gaza dan Lebanon