Skip to main content

Yang terhormat Menteri Natalegawa,

Untuk mengantisipasi perjalanan Anda ke Burma pada 30 Maret, kami menulis untuk Anda tentang situasi hak asasi manusia dan politik di sana. Kami percaya bahwa Indonesia, sebagai anggota terdepan dari Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) dan mitra regional penting, memiliki pengaruh signifikan untuk mengusulkan dan menekan kebijakan nasional dan regional sehingga dapat meningkatkan penghormtan hak asasi manusia dan mempromosikanreformasi politik di Burma. Burma telah menampik dan menolak upaya-upaya itu bertahun-tahun, termasuk sejumlah misi mediasi dari PBB serta usaha yang ulet oleh ASEAN tapiberakhir mengecewakan.

Burma tetap menjadi salah satu dari negara paling represif di dunia, dikendalikan rezim militer mengatasnamakan Dewan Perdamaian dan Pembangunan Negara (SPDC). Ada batasanketat pada hak hakiki kebebasan berekspresi, berserikat, dan berkumpul. Badan intelijen dan keamanan hadir di mana-mana. Penyensoran secara kejam. Lebih dari 2,100 pesakitan politik menderita di penjara-penjara terlantar di Burma. Semuanya dihukum setelah menjalani pengadilan sewenang-wenang, yang seringkali digelar di dalam penjara dengan membacakan ringkasan sidang pesakitan politik ini.

Pada saat yang sama, pelanggaran militer terkait konflik bersenjata terus berlanjut di daerah-daerah minoritas etnis. Selama bertahun-tahun, Human Rights Watch telahmendokumentasikan perekrutan dan penyebaran tentara-tentara anak, pemberlakuan kerja paksa, dan rangkuman pembunuhan, pemerkosaan, dan pelanggaran lain terhadap populasi minoritas, termasuk etnis Chin, Karen, Karenni, Rohingya, dan Shan. Burma juga telah mengusir ribuan Muslim Rohingya dari Burma barat ke Bangladesh, dan ribuan mengungsisetiap tahun dengan perahu ke Indonesia, Malaysia, dan Thailand.

Selain merajalelanya pelanggaran hak-hak sipil dan politik itu, korupsi dan salah urus pengelolaan negara di bawah rezim militer telah menjadikan Burma sebagai salah satu negara termiskin di Asia. Pemerintah hanya sedikit peduli untuk kesejahteraan dasar rakyat; sebagai contoh, selagi pemerintah Burma menerima sekitar US$ 150 juta per bulan dari pendapatanekspor gas pada 2008, anggaran tahunan yang diumumkan terakhir untuk mengatasi krisis AIDS pada 2007 hanya US$ 172.000.

Di sisi lain, dunia internasional melihat penguasa Burma sebagai pihak terisolasi, kejam, dan dibenci, SPDC selalu memiliki rekan berpengaruh di wilayah yang kaya sumber daya alammelalui pembelian energi dan komoditas lain, dan melindungi Burma dari tindakan bersamaseperti penerapan embargo senjata atau sanksi-sanksi yang efektif oleh PBB, ASEAN, dan forum internasional lain.

Indonesia memiliki pengalaman penting bisa membawa Burma pada transisi demokrasi dari pemerintahan otoriter, penyelenggaraan pemilu demokratis, dan penerapan reformasi ekonomi. Kami merekomendasikan agar kebijakan Indonesia harus bertujuan menangani tigajalan penting untuk terlibat dengan Burma: pemilu 2010, diplomasi, dan sanksi-sanksi.

 

Pemilu 2010

Sekalipun seruan berkali-kali dan terus-menerus dari pemerintah yang peduli terhadap Burma, termasuk oleh PBB, agar menggelar pemilu yang terbuka dan kredibel, tapi rencana pemilu pada 2010 cenderung tanpa perubahan sama sekali selain mengokohkan sistem parlementer untuk melanjutkan pemerintahan militer. Pasal-pasal dalam undang-undang 2008 dirancanguntuk memastikan dominasi militer dalam pemerintahan sipil, dengan sejumlah kursi kosong bagi perwira militer, dan kedudukan jabatan kementerian utama bagi militer.

Dimulai 12 Maret, SPDC mengumumkan rangkaian pertama dari lima undang-undang untukaturan dasar pemilu. Undang-undang pemilu membatasi partisipasi pihak opisisi, yang sekian lama melawan pemerintahan militer, dengan memaksa partai-partai politik, pada prosespendaftaran, untuk menyingkirkan setiap anggota yang sedang menjalani hukuman penjara.Oposisi Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) harus menyingkirkan pemimpinnya, Aung San Suu Kyi, dan sekira 429 pejabat dan anggota lain untuk berpartisipasi dalam pemilu. Namunpara aktivis dan anggota partai politik ini justru mereka yang menyatakan aspirasi sekian lamauntuk menjadi bagian dari proses politik, termasuk terlibat dalam negosiasi dengan militer.

Banyak pasal dari undang-undang ini mengabaikan standar internasional untuk pemilu bebasdan adil. Tujuhbelas anggota Komisi Pemilu, yang dipilih sendiri oleh SPDC dan sebagian besar mantan pejabat militer dan pengadilan, jelas-jelas memihak dan berat sebelah. Mereka yang akan mengatur pendaftaran dan pencalonan partai politik.

Sebagian besar kerangka undang-undang SPDC untuk pemilu diselimuti ambiguitas, di manaSPDC dapat memanipulasinya dengan tujuan memastikan hasil yang sudah dirancang sebelumnya. Kami menyambut baik kesempatan yang Anda miliki untuk memperjelas undang-undang pemilu. Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon telah menyimpulkan bahwa undang-undang pemilu ini tidak memenuhi “harapan internasional dari apa yang dibutuhkan untuk sebuah proses politik terbuka.”

Tak diragukan lagi SPDC berharap pemilu ini akan meredakan negara-negara anggota ASEAN, Amerika Serikat, pemerintah Eropa, dan negara lain yang menentang kekuasaanmiliter dan mereka yang menyerukan terus-menerus perkembangan demokratisasi sepenuhnya di Burma. SPDC juga berharap, dengan pemilu ini, bisa mendorong arus bantuan internasional berskala besar dan pencabutan sanksi. Namun represi pemerintah berlangsung terus di seantero Burma. Ini tidak kondusif bagi sebuah proses pemilu yang kredibel dan terbuka.Meski mungkin terlalu dini menilai penyelanggaraan pemilu nanti, tapi penting jika prosesnya yang dijalankan dengan kondisi represif ini tidak didukung dengan cara apapun oleh Indonesiaatau ASEAN.

Pada Maret 2009, menurut juru bicara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Burma Thein Sein di Jakarta, mencatat bahwa keputusan Burma menyelenggarakan pemilu merupakan langkah penting, selain juga penting bagaimana“kualitas” proses pemilu ini digelar. Presiden Yudhoyono menekankan bahwa pemilu Burma harus dijalankan berdasarkan proses dengan “kredibilitas, transparansi, dan keadilan”.

Kami menyambut baik dan mendukung pernyataan Anda pada 19 Maret saat Anda berkata: “Kami ingin tahu tentang implikasi praktis dari undang-undang pemilihan yang diisukan baru-baru ini untuk menentukan apakah substansinya memenuhi komitmen pemerintah Myanmar[Burma] untuk menyelenggarakan pemilu yang demokratis, bebas dan multi-partai. Kami berharap Aung San Suu Kyi dapat berpartisipasi dalam pemilu. Dia akan memberikan kontribusi bagi proses demokratisasi di Myanmar.”

 

Diplomasi dan Peran Negara Regional

Dalam diplomasi, pijakan mula-mula seharusnya tidak ada pandangan keliru atau ilusi bahwa pembicaraan damai yang terus dilakukan Indonesia dan ASEAN akan mendorong para pemimpin Burma mengubah rencananya. Kepemimpinan SPDC tetap berkomitmenmemegang kendali, entah melalui sistem saat ini atau pemilu yang sudah dirancang mereka.Namun, Human Rights Watch mendukung usaha-usaha pemerintah Indonesia untuk berbicara dengan pejabat-pejabat senior pemerintahan Burma. Secara jelas Indonesia berperan pentingdalam menyampaikan pesan-pesan reformasi berprinsip dan kokoh kepada para pemimpinsenior Burma.

Anda menyimpulkan hal ini pada Desember 2009 ketika berkata: “ASEAN kurang berhasilterhadap Myanmar, seperti halnya [negara-negara] lain. Fokus internasional terhadap Myanmar tidak hanya ASEAN saja. [Tetapi] kita sampai saat ini terlalu menyederhanakanpendekatan – sanksi versus keterlibatan. Ini berpotensi merusak karena kita salingmenghapuskan - meragukan dan selanjutnya menebak-nebak maksud satu sama lain.”

Penting bahwa diplomasi yang lebih intensif tidak mengarah ke dalam perangkap yang mementingkan hubungan baik menjadi tujuan satu-satunya kebijakan Indonesia. Perlindunganhak-hak warga Burma dan proses reformasi politik yang kredibel dan sungguh-sungguh harusmenjadi tujuan utama bagi diplomasi Indonesia.

Pada persoalan politik, sejauh ini keterlibatannya sama sekali tak berarti dan dalam beberapa kasus bahkan kontraproduktif. Terkadang, tindakan diplomatik hanya memungkinkan SPDCmengulur-ulur waktu dan berpura-pura sedang mengadakan diskusi serius. Sebagai contoh,upaya dari utusan khusus mantan Sekretaris Jenderal PBB, Ibrahim Gambari, gagal mencapai substansi apapun. Situasinya cuma mencapai pada satu titik di mana langkah-langkah dalam proses diplomatik normal, seperti mendapatkan visa atau pertemuan singkat dengan Aung San Suu Kyi, dianggap indikator keberhasilan ketimbang perubahan nyata dalam kebijakan atauperkembangan hak asasi manusia.

Pengganti sementara Gambari, kepala staf sekretaris jenderal PBB, Vijay Nambiar, terlibatpada saat krusial ketika PBB terus mendorong para pemimpin di lingkaran SPDC untukmengadakan proses pemilu kredibel. Karena PBB telah lama menjadi titik fokus bagidiplomasi di Burma, kami mendesak Indonesia mendukung kelanjutan utusan khusussekretaris jenderal. Tapi kami menambahkan bahwa penting bagi sekretaris jenderal danutusan khusus tidak terjebak ke dalam permainan diplomatik di mana keberhasilan akses ke Burma atau pertemuan tingkat tinggi sebagai petunjuk kemajuan yang memadai. Utusan iniharus individu dengan prinsip-prinsip, keterampilan, dan dukungan dari masyarakat internasional agar perannya bergaung luas. Indonesia harus berada di garis terdepanmendorong pergantian Gambari dengan individu yang punya integritas dan kemampuanmenekan SPDC sembari membangun konsensus di Asia dan dunia Barat tentang pendekatan mereka ke Burma.

Human Rights Watch juga sangat menganjurkan Indonesia menunjuk utusan khususnya sendiridi Burma, seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat (meski utusan AS belum diangkat). UtusanIndonesia harus memiliki wewenang langsung ke menteri luar negeri dan instruksi khusus untuk terlibat dalam upaya berprinsip dengan SPDC dan aktor bilateral dan multilateral kunci lain.Diplomasi yang kuat dibutuhkan dengan Amerika Serikat, China, India, Jepang, Malaysia, Thailand, dan aktor-aktor berpengaruh lain, demi menjamin arus pendapatan baru tidak tersedia bagi pemerintah Burma. Indonesia menyampaikan pesan yang tepat untuk SPDCketika mengirim reformis yang dihormati, purnawirawan jenderal Agus Widjojo ke Rangoonpada September 2007.

Keanggotaan Indonesia dalam Kelompok Sahabat Myanmar memberi Anda akses ke diskusi tingkat tinggi dan kesempatan mendorong Dewan Keamanan PBB untuk meningkatkan tekanan pada SPDC. Kami menganjurkan Anda mempertimbangkan untuk mendukung pembentukan Kelompok Kontak Burma atau beberapa bentuk kelompok multilateral untuk secara teratur membahas keterlibatan diplomatik dengan pemerintah Burma pada berbagai isu. Hal ini bisa memberi dampak dalam memusatkaan pandangan dan kebijakan dari Amerika Serikat, China, India, Jepang, dan Uni Eropa, dan negara-negara ASEAN, dan secara bertahap mengurangi kemampuan SPDC untuk mengadu-domba antar-negara.

Pendahulu Anda, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, menyatakan kekecewaan atas pendekatan yang berbeda ke Burma lebih dari dua tahun lalu pada Januari 2008 ketika berkata: “Kita ingin melihat proses yang lebih kredibel dalam pelaksanaan peta jalan menuju demokrasi... Beberapa negara di wilayah tersebut memilih untuk tak peduli tapi untukIndonesia, kita tidak mampu untuk mengabaikan masalah ini. Kita harus pro-aktif.” Kami menyambut upaya Indonesia untuk menyatukan kebijakan negara-negara terhadap Burmadengan cara yang akan paling berhasil mempromosikan penghoramatan hak asasi manusia.

Kami juga mendesak Indonesia untuk menekan ASEAN memainkan peran yang lebih kuat. Indonesia harus meningkatkan diskusi formal pada KTT ASEAN ke-16 di Hanoi pada 8-9 April 2010. Isu Burma yang terus-menerus mengabaikan komitmennya pada hak asasi manusia terkandung dalam Piagam ASEAN. Pemerintah Indonesia juga harus memintaanggota komisioner ke Komisi Hak Asasi Manusia Antar Pemerintah ASEAN (AICHR) dankomisioner baru ke Komisi ASEAN untuk Promosi dan Perlindungan Hak Perempuan danAnak (ACWC) untuk mengangkat isu hak asasi manusia di Burma sebagai pertimbanganbadan-badan tersebut.

 

Sanksi-Sanksi

Sekarang ada perdebatan pelik dan bahkan emosional dalam penerapan sanksi terhadapBurma. Beberapa berpendapat sanksi tak memiliki dampak jelas terhadap SPDC dan harusdicabut. Beberapa yang lain berpendapat, karena alasan politik dan teknis, sanksi-sanksi tidak pernah diterapkan dengan benar dan, karena itu, harus dilakukan lebih banyak tekanandengan membebankan sanksi tambahan kepada perusahaan dan individu. Pendapat ini termasuk mendorong negara-negara dan lembaga, yang tidak menjatuhkan sanksi, perlumelakukannya. Sebagian dari masalah ini berputar pada perdebatan yang cenderungmemberlakukan semua sanksi sebagai hal yang sama, padahal sebenarnya kami berpikirsanksi-sanksi ini harus dibedakan.

Dalam pekerjaan kami di berbagai negara di seluruh dunia, Human Rights Watch menemukan bukti-bukti bahwa pemberlakuan sanksi dengan target yang benar bisa berhasil membawaperbaikan dalam hak asasi manusia. Sanksi-sanksi yang disasar tidak membebankankesengsaraan rakyat biasa, tapi membuahkan hasil jika diimplementasikan secara efektif. Sanksi ini termasuk embargo senjata dan pembatasan bantuan militer, sanksi keuangan terhadap individu dan kelompok, serta sanksi investasi dan perdagangan yang secara khususdifokuskan pada perusahaan atau sektor ekonomi yang menjadi perhatian terbesar.

Mungkin yang paling efektif adalah sanksi keuangan. Kami mendesak Indonesia mendukungnya, jika tidak memberlakukannya sendiri. Indonesia adalah investor terbesar kesembilan di Burma, dan dengan perdagangan bilateral saat ini sebesar US$ 240 juta, meningkatkan hubungan ekonomi dengan Burma sebagai kawasan ASEAN menuju integrasiterdekat. Indonesia dapat menjadi suara di ASEAN untuk mendukung tindakan keuangan yang lebih bertarget dalam menekan pemimpin SPDC.

Koordinasi yang lebih efektif oleh ASEAN dapat menciptakan rezim sanksi yang jauh lebih efektif, memberi tekanan nyata terhadap kepemimpinan militer Burma dan memberi pengaruhdiplomatik yang sebelum ini gagal oleh Indonesia dan dan ASEAN.

Membantu rakyat Burma adalah salah satu masalah paling sulit dan keras yang dihadapi duniadalam beberapa dekade terakhir. Indonesia berada di garis terdepan untuk berusahamemperbaiki situasi hak asasi manusia di Burma, dan kami berpikir bahwa dengan usaha yangterus-menerus dilakukan, pengaruh negara Anda dapat membuat perbedaan signifikan dalam tahun-tahun mendatang.

Semoga kunjungan Anda produktif dan kami menunggu untuk mendiskusikan masalah inidalam kesempatan luang Anda.

 

Hormat kami,

 

Brad Adams

Direktur Eksekutif

Divisi Asia 

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country