Skip to main content

(New York) – Pemerintah Amerika Serikat boleh melatih anggota pasukan khusus elit tempur militer Indonesia hanya jika pemerintah Indonesia mengambil langkah-langkahyang memadai terhadap akuntabilitas dan reformasi Kopassus guna mencegah tindakan brutal berikutnya, menurut Human Rights Watch dalam dua surat yang dirilis hari ini.

Menjelang antisipasi perjalanan presiden Barack Obama akhir Maret ke Indonesia, pejabat Amerika Serikat menyatakan Departemen Pertahanan berusaha untuk memberikan pelatihan kepada anggota Kopassus, elit tempur militer Indonesia yang kerap bertindak kejam meliputi individu yang terlibat pelanggaran HAM serius. Pelatihan AS untuk Kopassus dilarang selama lebih dari satu dekade karena keprihatinan akan catatan dan tiadanya akuntabilitas pelanggaranKopassus.

“Pelatihan Amerika Serikat untuk Kopassus suatu hari dapat meningkatkan kinerja hak asasi manusia, tapi ini akan terjadi bila mereka yang dilatih punya dorongan kuat untuk mengakhiri pelanggaran,”kata Sophie Richardson, direktur advokasi Asia Human Rights Watch. “Sayangnya, tentara-tentara Kopassus yang dihukum karena pelanggaran hak asasi manusia jarang ditemukan untuk mencegahnya naik pangkat.”

Menteri Luar Negeri Hillary Clinton berkata kepada anggota Kongres pada 4 Februari 2010, bahwa Departemen Luar Negeri berusaha untuk “mulai melanjutkan dukungan terhadap fungsi keamanan vital,”di Indonesia dan “melangkah ke dalam era baru kerjasama,”terutama untuk kinerja Indonesia tentang kontraterorisme.

Surat pertama kepada Menteri Pertahanan Robert M. Gates, dikirim 4 Februari, mengidentifikasikan perhatian hak asasi manusia yang spesifik terkait militer Indonesia dan merekomendasikan langkah-langkah AS untuk mendorong pengembangan militer yang profesional, bertanggung-jawab, dan menghomati hak asasi.

Surat kedua, dikirim hari ini untuk Menteri Clinton dan Gates, mengajukan pertanyaan tentang rencana menyetujui pelatihan Amerika Serikat bagi anggota muda pasukan antiteror Kopassus, dikenal Unit 81, dengan alasan mereka mungkin belum pernah terlibat dalam pelanggaran.

Human Rights Watch menyoroti sejumlah kekhawatiran tentang Unit 81, terbentuk sejak 1982, meskidengan sebutan unit berbeda. Gerakan unit antiteror ini sekian lama tersembunyi, tapi informasi yang tersedia mencakup tuduhan kredibel bahwa anggota-anggotanya berpartisipasi dalam pelanggaran HAM serius, termasuk penghilangan paksa para aktivis mahasiswa pada 1997 dan 1998. Laporan-laporan menyebutkan, tim tentara Unit 81 dikerahkan ke zona konflik, termasuk Timor Timur dan Aceh, dalam periode di mana Kopassus terlibat dalam pelanggaran serius.

Pembatasan yang dimandatkanKongres AS tentang kerjasama pelatihan dengan pasukan militer luar negeri diatur oleh apa yang dikenal “undang-undang Leahy”, yang melarang Amerika Serikat menyediakan pelatihan, dalam situasi tiadanya langkah-langkah perbaikan, kepada unit militer yang diduga secara kredibel melakukan pelanggaran berat hak asasi manusia. Kebijakan Departemen Luar Negeri sekarang ini meminta semua kandidat individu, yang akan menerima pelatihan militer AS, diselidiki lebih dulu sebelum mereka disetujui ikut serta dalam pelatihan.

“Soal utama membeda-bedakan Unit 81 dari Kopassus adalah segi kerahasiaan dalam operasinya dan namanya saja yang berubah – bentuk reformasi yang sulit didukung Amerika Serikat,”kata Richardson. “Pemerintah AS harus menjelaskan mengapa Unit 81 dibikin beda dari unit lain di Kopassus.”

Dalam surat 4 Februari, Human Rights Watch memperinci pelanggaran HAM oleh Kopassus. Meski11 personil militer,termasuk beberapa anggota Kopassus, dihukum karena menculik aktivis-aktivismahasiswa pada 1997 dan 1998, mayoritas masih bertugas di militer dan mendapatkan promosipada 2007. Seorang perwira Kopassus, Letnan Kolonel Tri Hartomo, dihukum atas pelanggaran yang berujung kematian aktivis Papua,Theys Eluay, pada 2001. Namun hari ini Hartomo menduduki komandan senior di Kopassus.

Dan meski Letjen Sjafrie Sjamsoeddin terlibat dalam pembantaian di Timor Timur saat bertugas di Kopassus serta pelanggaran lainuntuk perannya yang tak pernah diusut dalam sebuah investigasi yang kredibel, dia diangkat sebagai wakil menteri pertahanan pada Januari.

Tentara-tentara Kopassus terus terlibat dalam pelanggaran macam penangkapan dan penahanan sewenang-wenang dan perlakuan kejam lain terhadap anak-anak muda di Papua, sebagaimana didokumentasikan dalam laporan Human Rights Watchpada Juni 2009, berjudul “Saya Bikin Salah Apa?

Human Rights Watch menguraikan tiga langkah penting pemerintah Indonesia untuk mengatasi akuntabilitas atas pelanggaran masa lalu Kopassusserta mengantisipasi tindakan kejam ke depan. Militer harus memberhentikan selamanya personilKopassus yang didakwa melakukan pelanggaran HAM serius. Ia juga harus mengadopsi langkah-langkah transparan guna memastikan investigasi kredibel, imparsial, dan sesegera mungkin terhadap semua dugaan pelanggaran HAM ke depan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus membentuk pengadilan ad hoc untuk menginvestigasi penghilangan paksa aktivis-aktivismahasiswa pada 1997-98, sebagaimana rekomendasiDewan Perwakilan Rakyat pada September 2009.

Saat Indonesia mengambil langkah-langkah ini, Amerika Serikat bisa menyediakan pelatihan terbatas, berupa pelatihan non-tempur kepada individu dari anggota Kopassus yang sudah diselidiki dengan hati-hati dan efektif, menurut Human Rights Watch. Namun, bantuan tanpa syarat pada Kopassus, termasuk pelatihan tempur dan peralatanperang, harus diberikan hanya bila Indonesia mengadopsi sejumlah reformasi struktural guna mengatasi tiadanya pertangggungjawaban Kopassus.

Langkah-langkah ini harus mencakup perkembangan nyata dalam membekukan segala macam bisnis militer; menyelidiki kembali pelanggaran HAM serius yang melibatkan jasa keamanan seperti kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir Thalib, pada 2004; dan mengizinkan pengadilan sipil untuk menginvestigasi dan menuntut tindak kejahatan personil militer terhadap warga sipil.

“Langkah-langkah itu harus jadi perhatian AS untuk memastikan Indonesia serius dengan militer profesional dan menghormati hak asasi manusia,”kata Richardson. “Presiden Obama perlu memakai kesempatan ini untuk menjamin Indonesia mencegah segala perilaku brutal di mana AS bisa menghentikan bantuan pada Kopassusdalam prioritas pertama.” 

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country