Skip to main content

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Kantor Presiden

Istana Merdeka

Jakarta 10110

Republik Indonesia

 

Yang terhormat Presiden Yudhoyono:

 

Kami menulis ini terkait pemberitaan media baru-baru ini tentang apa yang tampaknya menjadi pembatasan yang efektif terhadap media internasional di provinsi Papua, wilayah paling timur Indonesia.

Menteri Pertahanan Indonesia, Juwono Sudarsono, pada 6 Februari 2006, menyatakan disebuah media bahwa pemerintah akan membela pembatasan terhadap media internasional untuk meliput Papua. Berikut kutipannya:

“Kita merasa bahwa persatuan dan kesatuan kita sedang terancam oleh campur-tangan danperhatian pihak asing sehingga perlu mempertimbangkan perhatian internasional dankedaulatan yang ingin kita capai secara damai."

Menteri Sudarsono juga menyatakan bahwa pembatasan harus meliputi lembaga swadaya masyarakat internasional dan gereja-gereja, yang menurutnya mungkin menciptakan konflik di provinsi tersebut dengan mendorong rakyat Papua berkampanye tentang isu-isu hak asasi manusia. Dia menyatakan bahwa dia khawatir wartawan bisa “digunakan sebagai alat” olehrakyat Papua untuk mempublikasikan berbagai dugaan pelanggaran hak asasi manusia.

Pernyataan-pernyataan berikut ini menegaskan apa yang telah secara efektif mengaturlarangan akses ke Papua untuk berbagai organisasi internasional sejak 2003. Jakarta ForeignCorrespondents Club telah menyatakan keprihatinan tak adanya wartawan asing yang memiliki akses resmi ke Papua dalam delapan belas bulan terakhir. Pada periode itu terjadipenurunan pasukan keamanan di Papua secara signifikan seiring laporan terjadi pengungsianwarga sipil besar-besaran, pembakaran, dan penahanan sewenang-wenang di wilayahpegunungan tengah Papua.

Human Rights Watch khawatir atas upaya pemerintah Indonesia melarang atau membatasiliputan pers tentang pelanggaran hak asasi manusia dan persoalan lain di Papua. Larangan inimengingatkan rezim represi sebelumnya, bukan pemerintahan demokrasi yang hendak Andatempuh.

Human Rights Watch mendesak pemerintah Indonesia untuk menghormati kebebasan pers dan mengizinkan liputan pers secara menyeluruh dari semua isu yang melanda provinsi Papua.

Human Rights Watch khawatir bahwa kurangnya akses dan pemantaun oleh pengamat independen, termasuk media, akan lebih lanjut menciptakan situasi di mana aparat militer dan polisi bisa bertindak bebas dengan impunitas dan melakukan pelanggaran, jauh dari pemberitaaan dan perhatian publik. Menteri Sudarsono mengakui beberapa kasus pembunuhan, pemerkosaan, dan penyiksaan oleh beberapa tentara terjadi di provinsi tersebut. Suatu keharusan mendesak untuk menghapus pembatasan akses dari dan ke Papua.

Hak untuk kebebasan berekspresi dan informasi dilindungi hukum hak asasi manusia internasional. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang diakui sebagai hukum internasional yang berlaku bagi semua negara, mengakui dalam pasal 19 hak untuk “mencari, menerima, dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apapun dan dengan tidak memandang batas-batas.”

Human Rights Watch prihatin tentang dampak hak asasi manusia dari meningkatnya jumlahmiliter di Papua. Meski hak kebebasan berekspresi di bawah hukum hak asasi manusia dapat dibatasi dalam keadaan darurat atau untuk melindungi keamanan nasional, sebagaimana ditentukan oleh undang-undang dan bilamana diperlukan, pemerintah Indonesia tidakdibenarkan membatasi akses secara luas ke Papua terhadap media asing dan lembaga swadaya masyarakat, termasuk organisasi hak asasi manusia internasional. Setiap pembatasan pemerintah terhadap wartawan (serta pekerja LSM) harus konsisten dengan prinsip 19 dari Prinsip-Prinsip Johannesburg yang diakui secara luas tentang Keamanan Nasional, Kebebasan Berekspresi, dan Akses terhadap Informasi (UN Doc. E/CN.4/1996/39) tentang akses terhadap wilayah-wilayah terlarang, yang menetapkan:

Pembatasan terhadap kebebasan arus informasi tidak boleh mencegah tujuan hak asasi manusia dan hukum humaniter. Khususnya, pemerintah-pemerintah tidak boleh mencegah jurnalis atau perwakilan organisasi-organisasi antarpemerintah atau nonpemerintah yang memiliki mandat untuk memonitor ketaatan terhadap standar-standar hak asasi manusia atau humaniter, dari memasuki wilayah-wilayah yang memiliki alasan kuat untuk percaya bahwa di wilayah-wilayah tersebut telah terjadi, atau mungkin terjadi, pelanggaran hak asasi manusia atau hukum humaniter. Pemerintah-pemerintah tidak boleh melarang jurnalis atau perwakilan organisasi-organisasi semacam itu dari wilayah-wilayah yang sedang mengalami kekerasan atau konflik bersenjata kecuali jika kehadiran mereka mengandung resiko keamanan bagi pihak lainnya.

Kami khawatir bahwa pembatasan dalam pemberitaan di Papua ditujukan untuk membuat situasi hak asasi manusia di Papua tak diketahui dunia secara luas dan mengurangi tekanan internasional untuk menjamin penghormatan hak asasi manusia. Namun sebagaimana pemerintah Anda belajar dari pengalaman di Aceh, pembungkaman atau penyensoran media hanya akan menyulut bias informasi dan menciptakan kondisi penindasan yang lebih keras. Inibukan menjadi tujuan dari pemerintahan demokratis era reformasi. Kini Aceh terbuka untukliputan yang kritis; kecuali memang ada sesuatu yang ingin disembunyikan, kami tak bisamemahami mengapa Papua juga sulit diakses. Human Rights Watch mendesak pemerintah Indonesia untuk menghormati kebebasan pers dan mengizinkan liputan pers secara penuhuntuk semua isu yang melanda provinsi ini.

 

Terima kasih atas perhatian Anda.

 

Ken Roth

Direktur Eksekutif

Human Rights Watch

  

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country