Skip to main content

Timur Tengah dan Afrika Utara: Wujudkan Perlindungan Sosial Bagi Semua

Perbaiki Struktur Pajak, Penuhi Hak atas Jaminan Sosial

Kerumunan warga mengantre di sebuah toko roti di Beirut, Lebanon, Juli 2022. © 2022 Hussam Shbaro/Anadolu Agency via Getty Images

(Beirut) - Pemerintah negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara seharusnya mengembangkan dan mendanai sistem perlindungan sosial menyeluruh yang memenuhi hak semua orang atas jaminan sosial, kata Human Rights Watch hari ini, saat menandatangani Deklarasi tentang Pembangunan Perlindungan Sosial Universal di Kawasan Arab.

Deklarasi tersebut, yang diorganisir oleh Pusat Perlindungan Sosial Wilayah Arab yang dipimpin oleh masyarakat sipil, bertujuan untuk menggalang dukungan publik yang luas untuk sistem jaminan sosial universal – sebuah jaringan program yang melindungi semua orang dari ketidakpastian pendapatan pada saat-saat kritis dalam perjalanan hidup mereka, bukan program yang ditargetkan berdasarkan status sosial ekonomi – serta mendesak pemerintah untuk mengejar pendekatan kebijakan baru dan inovatif untuk mengembangkan sistem ini.

"Masyarakat di Timur Tengah dan Afrika Utara sedang menghadapi tekanan ekonomi dan ketidakstabilan yang semakin meningkat, namun pemerintah mereka tidak merespons berbagai tantangan ini secara efektif," kata Sarah Saadoun, peneliti senior bidang kemiskinan dan ketimpangan di Human Rights Watch. "Pemerintah regional seharusnya mengakhiri pendekatan perlindungan sosial mereka yang bersifat sedikit demi sedikit dan tidak tepat sasaran serta mengembangkan strategi yang memungkinkan setiap orang mewujudkan hak-hak ekonomi dan sosial mereka."

Di bawah hukum hak asasi manusia internasional, setiap orang berhak atas jaminan sosial, yang mencakup perlindungan terhadap ketidakpastian pendapatan, termasuk pada hari tua, pengangguran, sakit, atau melahirkan, dan merawat anak yang menjadi tanggungan. Meskipun kondisi ekonomi memburuk, pemerintah di seluruh wilayah belum mengembangkan strategi jaminan sosial yang menyeluruh berbasis hak, malah sebaliknya mengandalkan sejumlah program sempit dan sering rawan kesalahan yang berusaha menyasar kelompok "termiskin" dan "paling rentan." Hanya 40 persen orang di kawasan MENA yang memiliki cakupan efektif di setidaknya satu bidang perlindungan sosial, menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO).

Kawasan ini, seperti halnya belahan dunia yang lain, menghadapi perlambatan ekonomi pada tahun 2023 "karena inflasi pangan dua digit menambah tekanan pada rumah tangga miskin," kata Bank Dunia dalam sebuah laporan yang juga menekankan bahwa "dampak kerawanan pangan dapat menjangkau beberapa generasi." Sebagai tanggapan, banyak pemerintah di kawasan ini telah mengakui perlunya memperkuat program-program perlindungan sosial.

Namun, sebagian besar pemerintah negara-negara ini telah menolak program universal yang memberikan dukungan kepada semua orang dalam kategori tertentu, seperti anak-anak dan penyandang disabilitas. Sebaliknya, mereka telah mengadopsi sistem sedikit demi sedikit di mana hanya pekerja di ekonomi formal yang dapat mengakses tunjangan-tunjangan tertentu seperti pensiun sosial, asuransi pengangguran, atau tunjangan kehamilan, sementara pekerja di sektor ekonomi informal, yang adalah mayoritas di banyak negara, sama sekali tak diikutsertakan.

Pemerintah sejumlah negara, seperti Yordania dan Mesir, memiliki program bantuan langsung tunai baru untuk melengkapi skema perlindungan sosial berbasis pekerjaan, terutama sebagai sarana untuk mengurangi dampak penghapusan atau pengurangan subsidi pemerintah. Selama puluhan tahun, subsidi konsumen untuk komoditas seperti roti, listrik, air, dan bahan bakar telah memainkan peran penting dalam kontrak sosial banyak negara di kawasan ini, tetapi pemerintah berada di bawah tekanan anggaran dan moneter yang signifikan untuk mengurangi atau menghapusnya. Subsidi, yang juga kadang-kadang disebut sebagai "universal," berbeda dari tunjangan perlindungan sosial universal karena umumnya melekat pada barang, bukan orang, sehingga kelompok masyarakat yang lebih kaya biasanya menerima lebih banyak pengeluaran karena tingkat konsumsi mereka lebih tinggi. Subsidi bahan bakar fosil sangat memberatkan anggaran pemerintah dan menghapusnya secara bertahap sangat penting untuk menghadapi krisis iklim dan memfasilitasi transisi ke sumber energi terbarukan. Subsidi listrik sendiri mencapai 40 persen dari utang Lebanon.

Namun, meski orang kaya secara absolut menerima sebagian besar subsidi energi, kenaikan harga bahan bakar dan listrik dirasakan paling parah oleh masyarakat berpenghasilan rendah yang akan membayar lebih tinggi dari pendapatan mereka demi mendapatkan barang atau jasa yang penting bagi hak-hak mereka. Sebuah studi mengenai program Dana Moneter Internasional (IMF) di Mesir yang diterbitkan pada Juni 2023 oleh Friedrich Ebert Stiftung, sebuah think tank independen, menemukan bahwa "pengeluaran energi rumah tangga berkontribusi terhadap sekitar 40 persen dari kenaikan biaya hidup antara Desember 2015 dan Agustus 2019. Untuk rumah tangga yang sangat miskin, peningkatan pengeluaran energi menyumbang sekitar 35,7 persen dari pendapatan mereka tahun 2015, sedangkan untuk kelompok berpenghasilan tinggi sekitar 21,5 persen.”

Sebuah survei yang Human Rights Watch lakukan di Lebanon di mana pemerintah telah gagal untuk menjamin hak setiap orang atas listrik yang dapat diakses dan terjangkau, menemukan bahwa setelah penghapusan subsidi bahan bakar, serta berbagai kesalahan dan kegagalan pemerintah, 20 persen penerima pendapatan terendah menghabiskan 88 persen pendapatan mereka untuk listrik yang disediakan oleh generator berbahan bakar diesel.

Penghematan publik yang dihasilkan dari penghapusan subsidi secara bertahap dapat memberikan kesempatan untuk beralih ke kontrak sosial yang berakar pada hak asasi manusia, termasuk perlindungan sosial yang menyeluruh, yang sangat penting untuk melindungi orang dari kenaikan harga yang berasal dari penghapusan subsidi. Namun, sebagian besar pemerintah melewatkan kesempatan tersebut dan lebih menggunakan program yang telah teruji yang seringkali hanya menjangkau sebagian kecil penduduk dan bahkan mengecualikan banyak keluarga yang pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan nasional.

Di Mesir, di mana sekitar 60 juta orang tinggal di luar rumah atau hampir miskin, dua program bantuan tunai utama yang didirikan setelah penghapusan subsidi bahan bakar, Takaful dan Karama, hanya menjangkau 5 juta keluarga, atau sekitar 17,5 juta orang. Keluarga dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk program ini jika mereka memiliki mobil atau lebih dari satu feddan (4.200 meter persegi) tanah, memiliki pekerjaan atau pensiun dari pemerintah, menerima transfer dari luar negeri, atau memiliki pekerjaan formal di sektor swasta. Menurut tinjauan Bank Dunia 2022, sekitar setengah dari keluarga yang memenuhi syarat tidak menerima manfaat.

Di Yordania, program bantuan tunai, juga disebut Takaful dan didirikan setelah penghapusan subsidi bahan bakar, menjangkau 120.000 keluarga pada tahun 2022, kurang dari satu dari lima keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan meskipun ada peningkatan tajam kemiskinan sejak pandemi Covid-19.

Deklarasi tentang Pembangunan Perlindungan Sosial Universal di Kawasan Arab adalah yang pertama di kawasan ini, yang mendasarkan jaminan sosial yang efektif pada pendekatan berbasis hak, dan mengidentifikasikannya sebagai "tanggung jawab negara" dan bukan sebagai "mekanisme bantuan" atau "layanan kemanusiaan." Jaminan sosial merupakan hak asasi manusia yang telah diatur dalam hukum internasional, termasuk dalam Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR). Badan perjanjian PBB yang bertugas menafsirkan ICESCR mengidentifikasi sembilan bidang dukungan yang seyogianya dimasukkan dalam sistem jaminan sosial universal: perawatan kesehatan, penyakit, hari tua, pengangguran, kecelakaan kerja, tunjangan keluarga dan anak, bersalin, disabilitas, serta penyintas dan yatim piatu.

Negara-negara pihak dalam kovenan tersebut berkewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi  hak atas jaminan sosial di setiap bidang itu, termasuk dengan memastikan agar program-program itu tersedia, bisa diakses, bisa diterima, dan bisa disesuaikan. Hal ini juga membutuhkan penyediaan tunjangan, baik dalam bentuk uang tunai maupun barang, yang memadai baik dalam jumlah maupun durasi.

Semakin banyak penelitian, termasuk yang dilakukan ILO dan Development Pathways, sebuah kelompok konsultan yang mendukung negara-negara berkembang dalam merancang kebijakan perlindungan sosial, telah mendokumentasikan bahwa berbagai program perlindungan sosial yang ditargetkan sering memiliki margin kesalahan yang tinggi, sehingga mengecualikan orang yang memenuhi syarat dan malah memasukkan mereka yang tak memenuhi syarat. Alasan di balik berbagai kesalahan ini termasuk penggunaan data yang tidak akurat atau usang, hambatan yang diciptakan oleh kriteria kelayakan atau selama proses aplikasi, serta patronase dan korupsi.

Pemerintah sejumlah negara telah beralih ke teknologi mahal  untuk mengatasi masalah ini, tetapi Human Rights Watch menemukan bahwa teknologi otomatis yang memilih penerima manfaat untuk program Takaful Yordania, yang dikembangkan dengan dana sangat besar dari Bank Dunia, dirusak oleh kesalahan pengecualian, kebijakan diskriminatif, dan stereotipe tentang kemiskinan.

Negara-negara di Timur Tengah dan Afrika Utara sebagian besar berpenghasilan rendah atau menengah dan menghadapi tantangan dalam membiayai program perlindungan sosial universal, tetapi mereka dapat menutup kesenjangan pembiayaan dan memaksimalkan sumber daya dengan cara-cara yang melindungi hak asasi manusia. Selain menggunakan penghematan dari penghapusan subsidi bahan bakar fosil secara bertahap, pemerintah dapat mengadopsi sistem pajak progresif, dengan tarif yang lebih tinggi untuk perusahaan kaya dan besar, memerangi penghindaran pajak, dan memberantas aliran keuangan gelap.

Sebuah studi global tahun 2019 oleh ILO menghitung bahwa hanya akan dibutuhkan biaya rata-rata antara 2 dan 6 persen dari produk domestik bruto suatu negara, tergantung pada wilayah dan kelompok pendapatan negara tersebut, untuk membangun dasar perlindungan sosial universal. ILO mengidentifikasi beberapa cara untuk mencapai hal ini, termasuk dengan merealokasi pengeluaran publik yang ada, meningkatkan pendapatan jaminan sosial melalui kombinasi pajak dan kontribusi khusus, meningkatkan bantuan pembangunan dan transfer, menghilangkan aliran keuangan gelap, dan memperbaiki manajemen utang.

Sebuah studi IMF tahun 2023 menemukan bahwa negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara tidak secara efektif menggunakan struktur pajak yang ada untuk membiayai perlindungan sosial. IMF menyimpulkan bahwa "pajak penghasilan pribadi hanya memainkan sedikit peran atau tidak berperan sama sekali di sebagian besar negara di Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA), dengan pendapatan rata-rata sekitar 2 persen dari PDB." IMF juga menemukan bahwa sistem pajak pendapatan regional, meskipun secara umum progresif menurut hukum, memiliki kapasitas redistribusi yang sangat terbatas karena pengumpulan pajak tidak memadai.

Pemerintah memiliki kewajiban hak asasi manusia untuk mewujudkan hak ekonomi, sosial dan budaya masyarakat semua orang, yang mencakup hak mereka atas jaminan sosial, termasuk dengan memastikan sumber daya yang memadai untuk melakukannya, kata Human Rights Watch. Negara-negara kaya seharusnya turut mendukung upaya pemerintah, misalnya dengan mempromosikan Global Fund for Social Protection yang akan mengarahkan sumber daya untuk memungkinkan semua pemerintah mewujudkan perlindungan sosial universal.

"Sejumlah kebijakan yang tidak efektif telah gagal menumbuhkan solidaritas sosial yang diperlukan guna mengatasi tantangan ekonomi monumental yang dihadapi kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara," kata Saadoun. "Pendekatan universal berpotensi untuk melindungi hak dan berkontribusi dalam mengurangi ketidaksetaraan dan lingkungan yang lebih sehat bagi semua orang."

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.