Skip to main content

Malaysia: Dua Perempuan Menghadapi Hukuman Cambuk atas Perilaku Sesama Jenis

Mengkriminalisasi Hubungan LGBT Menyuburkan Intoleransi dan Diskriminasi

Orang-orang LGBT di Malaysia mengalami diskriminasi serta perlakuan kejam dari pejabat dan agen negara, termasuk pekerja layanan kesehatan publik, guru, dan administrator pemerintah lokal.  © 2014 Javad Tizmaghz for Human Rights Watch
(Bangkok) – Pihak berwenang Malaysia seharusnya membatalkan tuntutan terhadap dua perempuan karena melakukan hubungan sesama jenis sebelum hukuman cambuk yang menurut jadwal akan mereka terima pada 28 Agustus 2018, kata Human Rights Watch hari ini. Pengadilan menghukum keduanya pada 12 Agustus karena melanggar undang-undang Syariah yang mengkriminalisasi hubungan seks sesama perempuan dan menghukum masing-masing hingga enam cambuk dan denda sebesar RM 3,300.

Pemerintah Malaysia sebaiknya melarang hukuman cambuk, yang merupakan penyiksaan menurut hukum hak asasi manusia internasional.

“Hukuman ini merupakan pukulan baru terhadap komunitas LGBT Malaysia, yang mengharapkan perlindungan lebih baik di bawah pemerintahan baru negara ini,” ujar Graeme Reid, direktur program hak asasi lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). “Penuntutan dan hukuman ini hanya akan memicu gelombang homofobia dan transfobia baru-baru ini di Malaysia.”

Menurut Konstitusi Malaysia, setiap negara bagian diberdayakan untuk memberlakukan hukum yang mengatur pelanggaran oleh umat muslim terhadap ajaran Islam. Terengganu, seperti kebanyakan negara bagian di Malaysia, telah melarang hubungan seksual antara perempuan, atau musahaqah. Media lokal mengutip jaksa yang mengatakan bahwa ini menjadi pertama kalinya perempuan dicambuk untuk hubungan sesama jenis di negara bagian itu.

Cambuk dianggap sebagai hukuman yang kejam dan tak manusiawi menurut hukum internasional dan selayaknya dihapuskan, kata Human Rights Watch. Kriminalisasi terhadap hubungan seksual antara perempuan juga melanggar kewajiban Malaysia di bawah Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), yang diratifikasi Malaysia pada 1995. Kesimpulan dari tinjauan CEDAW terbaru yang dilakukan Malaysia pada Maret 2018, Komite CEDAW menyerukan pada Malaysia agar “mengubah semua aturan hukum yang mendiskriminasi perempuan LBTI, termasuk ketentuan KUHP serta hukum Syariah yang mengkriminalisasi hubungan sesama jenis antara perempuan dan cross-dressing,” dan “untuk melarang cambuk terhadap perempuan sebagai bentuk hukuman.”

Kasus ini muncul pada saat sikap pemerintah baru tentang hak-hak orang LGBT di Malaysia sedang dicermati secara ketat. Pada 8 Agustus, menteri agama memerintahkan pemindahan potret seorang aktivis hak transgender dan aktivis hak LGBT dari pameran foto-foto warga Malaysia di Festival Georgetown, mengatakan kebijakan pemerintah “tidak mempromosikan hak LGBT.” Wakil Menteri di Departemen Perdana Menteri Fuziah Salleh membela aksi tersebut dengan mengatakan bahwa orang LGBT tidak bisa dijadikan “panutan bagi anak-anak mereka.” Seorang mufti, atau ahli hukum Islam, dari Penang, mengaitkan aktivisme LGBT  dengan memperjuangkan “kebebasan hewan.”

Di samping undang-undang Syariah (Islam) yang diskriminatif, pasal 377A dari hukum pidana federal, peninggalan kolonial Inggris, pelarangan “hubungan seksual di luar tatanan alam,” didefinisikan sebagai hubungan oral atau anal antara seorang laki-laki dan orang lain dengan jenis kelamin apapun, bisa dihukum hingga dua puluh tahun penjara dan cambuk. Bagian 377D dari hukum pidana juga melarang “tindakan tidak senonoh apa pun dengan orang lain” – secara historis dimaksudkan untuk merujuk pada perilaku sesama jenis – dapat dihukum hingga dua tahun penjara.

“Pemerintahan baru Malaysia seharusnya melawan diskriminasi dan kebrutalan, dan menyuburkan budaya toleransi dan kesetaraan,” kata Reid. “Sebagai bagian dari upaya itu, mereka sebaiknya berusaha menghapus semua hukum terhadap perilaku sesama jenis dan mengakhiri praktik penganiayaan yang kejam untuk selamanya.”

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country
Topic