Skip to main content

 

Bapak Marzuki Darusman

Jaksa agung

Republik Indonesia
 

Yang terhormat Pak Marzuki,

 

Kami khawatir bahwa upaya untuk mengadili para tersangka dalam pembunuhan RATA di pengadilan hak asasi manusia yang baru dibentuk bisa gagal karena terbentur masalah teknis hukum, dan kami percaya bahwa Anda sebagai Jaksa Agung memiliki kekuatan untuk memastikan hal teknis ini dapat diatasi. Tetapi kami juga prihatin bahwa lembaga Anda memperlakukan kasus ini sebagai pilihan sulit antara membiarkan tersangka dalam penahanan dan menuntut mereka di pengadilan yang kurang kredibilitasnya; atau melepaskan mereka sambil menunggu hasil investigasi berdasarkan undang-undang hak asasi manusiayang baru. Kami akan sangat menghargai klarifikasi soal mengapa para tersangka tetap tidak bisa dibiarkan dalam tahanan sementara pilihan terakhir ditelusuri.

Seperti yang Anda tahu, kasus ini melibatkan pembunuhan tiga aktivis kemanusiaan di Aceh Utara pada 6 Desember 2000 oleh sekelompok warga sipil bersenjata dan perwira militer. Ketiganya sukarelawan Aksi Rehabilitasi Korban Tindak Kekerasan di Aceh (RATA), sebuah organisasi non-pemerintah. Delapan pria, empat warga sipil dan empat perwira militer, termasuk kepala seksi intelijen untuk komando resor militer di Aceh, Korem 011, ditangkap sekitar sepuluh hari setelah pembunuhan dan ditahan sejak saat itu. Kasus ini awalnya diselidiki kepolisian daerah Aceh sebagai kasus pidana pembunuhan terencana. Dengan demikian, dan karena melibatkan warga sipil dan tentara, kasus ini harus diadili melalui apa yang disebut pengadilan koneksitas yang melibatkan hakim sipil dan militer.

Satu-satunya pengalaman sebelumnya rakyat Aceh dengan pengadilan koneksitas adalah pengadilan Bantaqiah pada Mei lalu, yang berakhir dengan vonis bersalah duapuluh empat serdadu biasa tetapi tanpa upaya nyata untuk menemukan, apalagi menuntut, letnan kolonel yang bertanggung-jawab atas operasi tersebut. Ini berarti demi tujuan yang sangat penting di mana warga Aceh percaya keadilan dapat diperoleh melalui pengadilan Indonesia, pilihan pengadilan koneksitas dimulai dengan masalah kredibilitas yang besar.

Alternatifnya,menggunakan pembunuhan RATA sebagai kasus pertama yang diadili di bawah undang-undang yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia pada 23 November, membentuk pengadilan hak asasi manusia untuk mengadili kasus-kasuspelanggaran hak asasi manusia yang paling berat, termasuk genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Undang-undang baru ini memberi kewenangan bagi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Indonesia untuk menyelidiki kasus-kasus hak asasi manusia, berbeda dengan kepolisian yang menjadi penyidik ​​dalam kasus pidana biasa.

Polda menyelesaikan penyelidikan mereka atas kasus RATA pada 21 Februari 2001 dan mengirimkan berkas berita acara pemeriksaan ke kejaksaan tinggi Banda Aceh. Pada saat itu, dia berkata beberapa bulan lagi sidang koneksitas akan dimulai. Sementara itu, kami mengetahui bahwa Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menghimbau Anda untuk mengambil kasus ini dari tangan kejaksaan dan menyerahkannya kepada mereka untuk diselidiki sebagai kasus hak asasi manusia serius.

Kami memahami bahwa Anda dan kepolisian menegaskan jika kasus ini diserahkan kepada Komnas HAM, polisi akan diwajibkan untuk melepaskan tersangka karena tidak akan ada dasar hukum bagi penahanan mereka. Selain itu, jika mereka dibebaskan, mereka hampir pasti akan pergi bersembunyi dan takkan ada jaminan mereka dapat ditemukan.

Para advokat hak asasi manusia Indonesia menyatakan,sementara tidak ada preseden bagi polisi untuk menyerahkan kasus ini ke Komnas HAM untuk penyelidikan berdasarkan undang-undang baru, tidak ada alasan hukum mengapa para tersangka tidak dapat dibiarkan dalam tahanan sampai batas waktu yang ditetapkan oleh hukum Indonesia, karena undang-undang memberi Anda kewenangan untuk melakukan penahanan selama tahap investigasi. Hubungan antara pengadilan hak asasi manusia dan pengadilan sipil bagaimanapun harus berjalan baik; di sini Anda memiliki kesempatan untuk menjelaskan bagaimana kasus dapat dipindahkan dari yang terakhir ke yang sebelumnya, dan dalam prosesnya, berdasarkan alasan keadilan.

Kami dapat memahami mengapa polisi ingin memegang kendali atas kasus ini. Mereka telah berjuang untuk menegaskan diri mereka berbeda dengan tentara di Aceh, mereka mungkin bangga karena berhasil menangkap dan menahan tersangka senior militer dalam kasus tingkat tinggi, dan mereka mungkin sepenuhnya khawatir para tersangka dapat dibebaskan karena alasan teknis hukum. Karena pengadilan HAM belum berfungsi, meskiundang-undang sudah disahkan, dan karena penunjukan hakim pengadilan menunggu tindakan Mahkamah Agung, mereka juga percaya bahwa penuntutan di pengadilan koneksitas yang cacat lebih baik dari peradilan yang tertunda lama di pengadilan hak asasi manusia.

Namun ada juga keprihatinan mendalam di antara para pembela hak asasi manusia bahwa jika pelaku pembunuhan RATA tidak diadili di pengadilan hak asasi manusia, tak hanya akan tiadanya keadilan sejati bagi para korban dan keluarga mereka, tapi juga takkan ada pencegahan yang kuat melawan kekerasan berikutnya terhadap pekerja hak asasi manusia dan kemanusiaan.

Kami setuju bahwa opsi terburuk yang akan membiarkan para tersangka bebas; persidangan di pengadilan koneksitas akan lebih baik daripada tidak diadili sama sekali. Pertanyaannya,apakah sebenarnya pilihan ini harus dilakukan untuk hal tersebut.

 

Kami menunggu tanggapan Anda.

 

Hormat kami,

 

Sidney Jones

Direktur Eksekutif Divisi Asia

Human Rights Watch

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country