Skip to main content

Daftar AS Soal Negara Pengguna Tentara Anak Kini Lebih Baik

Kementerian Luar Negeri Memasukkan Kembali Burma dan Irak dalam Daftar Pelanggar Tahunannya

Sejumlah tentara anak meletakkan senjata mereka dalam sebuah upacara pelucutan senjata dan pelepasan di Negara Bagian Jonglei, Sudan Selatan, 10 Februari 2015.  © 2015 Sebastian Rich/Corbis/AP Images
Saya menahan napas kemarin, menunggu Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menerbitkan daftar tahunan terbaru soal pemerintahan yang terlibat dalam penggunaan tentara anak-anak. Daftar tahun lalu adalah bencana: saat itu Menteri Luar Negeri Rex Tillerson tidak mengindahkan stafnya sendiri dan tidak memasukkan negara yang terang-terangan melanggar - Afghanistan, Burma, dan Irak - ke dalam daftar.

Daftar baru itu melegakan. Ia memasukkan kembali Burma dan Irak ke dalam daftar, mengakui perekrutan tentara anak oleh pasukan pemerintahan di kedua negara yang masih berlanjut. Perserikatan Bangsa-Bangsa menyelidiki hampir 150 kasus anak-anak yang direkrut oleh pasukan pemerintah di Burma tahun lalu, yang kerap menggunakan kekerasan atau paksaan. Di Irak, Pasukan Mobilisasi Populer (PMF), yang beroperasi di bawah angkatan bersenjata Irak, terus merekrut anak-anak.

Niger dan Iran ditambahkan ke daftar untuk pertama kalinya tahun ini. Pemerintah Niger memberikan dukungan untuk kelompok bela diri yang dikenal menggunakan tentara anak, sementara di Iran, pasukan pemerintah telah merekrut pengungsi Afghanistan, termasuk anak-anak, untuk bertempur di Suriah (sebagaimana didokumentasikan Human Rights Watch tahun lalu, sebagian dengan meninjau usia di batu nisan di mana Iran menguburkan pejuang yang tewas di Suriah).

Sudan adalah satu-satunya negara yang dihapus dari daftar tahun ini. Baik Amerika Serikat maupun PBB belum memverifikasi kasus perekrutan anak oleh pasukan pemerintah Sudan sejak 2015.

Negara-negara yang masuk daftar tahun ini adalah Burma, Republik Demokratik Kongo, Iran, Irak, Mali, Niger, Nigeria, Somalia, Sudan Selatan, Suriah, dan Yaman.

Satu kekecewaan adalah kembali tidak masuknya Afghanistan. Laporan yang menyertai daftar dokumen soal terus digunakannya tentara anak oleh Polisi Nasional Afghanistan dan Polisi Lokal Afghanistan, jaringan pasukan pertahanan lokal. Pada tahun-tahun sebelumnya, para pejabat Kementerian Luar Negeri mengklaim pasukan ini tidak tercakup dalam Undang-undang Amerika Serikat yang mengatur daftar itu, meskipun mereka terlibat dalam operasi tempur melawan Taliban.

Mengapa daftar ini sangat penting? Berdasarkan Undang-Undang Pencegahan Prajurit Anak tahun 2008, pemerintah yang masuk dalam daftar tidak memenuhi syarat bagi bentuk-bentuk tertentu bantuan militer Amerika Serikat, kecuali mereka mendapat pengecualian dari presiden. Di masa lalu, undang-undang ini telah mempengaruhi pemerintah seperti Chad, Republik Demokratik Kongo, dan Rwanda untuk membatasi rekrutmen anak.

Daftar pelaku yang akurat adalah langkah pertama dalam menerapkan undang-undang itu. Daftar tahun ini tidak sempurna, tetapi ini merupakan kemajuan berarti dibandingkan tahun lalu. 

 

 

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.