Skip to main content

Cina: Izinkan Pakar Hak Asasi Manusia Mengunjungi Tibet

Pemantau Internasional Perlu Selidiki Penahanan Kejam dan Hukuman Berat

Bendera nasional Cina dikibarkan dalam sebuah upacara peringatan 96 tahun berdirinya Partai Komunis Cina di Istana Potala di Lhasa, Wilayah Otonomi Tibet, Cina, 1 Juli 2017.  © 2017 CNS/He Penglei via Reuters

(New York) - Penindasan pemerintah Cina terhadap perbedaan pandangan politik di wilayah Tibet memerlukan kunjungan pencari fakta para pakar hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, kata Human Rights Watch hari ini. Lembaga ini merilis sebuah kompilasi baru dari kasus-kasus dan hukuman yang dijatuhkan terhadap orang-orang Tibet.

Pada 21 Februari 2018, enam pakar PBB menyerukan pembebasan seorang pejuang hak-hak bahasa Tibet Tashi Wangchuk, yang sedang menunggu hukuman atas tuduhan tak berdasar yaitu “menghasut separatisme.” Pusat Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Tibet melaporkan bahwa, pada bulan Januari, oposisi veteran Tsegon Gyal dijatuhi hukuman tiga tahun penjara, juga karena “menghasut separatisme,” tuduhan yang disebut oleh Kelompok Kerja PBB untuk Penahanan Sewenang-Wenang tahun lalu sebagai sesuatu yang “tidak memiliki dasar hukum.” Kasus-kasus ini sesuai dengan pola penahanan sewenang-wenang dan incommunicado (membatasi akses si tahanan dengan dunia luar) lebih besar, diikuti oleh persidangan tertutup yang menghasilkan hukuman jangka waktu panjang, kata Human Rights Watch.

“Hukuman berat dijatuhkan kepada para pembangkang Tibet yang menentang pemerintah Cina. Pemerintah yang mengklaim hanya menegakkan hukum,” kata Sophie Richardson, direktur Human Rights Watch di Cina. “Cina seharusnya mengundang para pakar hak asasi manusia PBB untuk menilai pemenjaraan orang Tibet yang tidak diberi akses berhubungan dengan keluarga dan penasihat hukum, dianiaya dalam tahanan dan dihukum secara tidak adil.”

Situasi di Tibet akan terus memburuk, selama pemerintah Cina menghalang-halangi orang Tibet untuk menggunakan hak-hak dasar mereka.
Sophie Richardson

Direktur Cina

Sulit untuk menaksir ada berapa banyak orang Tibet yang telah atau sedang dipenjara dalam beberapa tahun terakhir karena pandangan yang berbeda atau untuk mempelajari rincian kasus mereka: informasi seputar hukuman dari wilayah Tibet dibatasi dengan ketat, dan orang-orang di luar negeri yang melaporkan penahanan dan penuntutan juga berisiko ditangkap.

Salah satu dari sedikit sumber yang tersisa adalah laporan yang terbit di media Tibet di pengasingan saat para tahanan dibebaskan. Meski baru terbit bertahun-tahun setelah penangkapan yang berujung pada pemenjaraan, laporan-laporan itu mengemukakan fakta-fakta dasar tentang berbagai kasus, dan dengan demikian memberikan pendasaran untuk mengidentifikasi tren. Analisis berikut ini didasarkan pada tinjauan Human Rights Watch atas sejumlah laporan serupa sejak 2016. Jumlah 30 kasus ini sesuai dengan laporan Human Rights Watch tahun 2016 tentang pola penahanan dan penuntutan di Tibet.

Satu kelompok kasus mencerminkan tanggapan pemerintah Cina terhadap gelombang aksi bakar diri pada tahun 2011-12, di mana puluhan orang Tibet mencoba bunuh diri di depan publik untuk menarik perhatian atas penolakan kebebasan dasar. Dalam 10 kasus ini, pengadilan menjatuhkan hukuman mulai dari tiga sampai tujuh tahun penjara karena dugaan keterlibatan mereka dalam demonstrasi bakar diri. Pelanggaran mereka, yang diketahui, termasuk mencoba mencegah pasukan keamanan menyita jenazah pemrotes, dan menghibur keluarga yang berduka. Beberapa adalah kerabat dan rekan kerja, yang dituduh menghasut demonstrasi. Tiga dari 10 orang dilaporkan dibebaskan dalam kondisi kesehatan yang buruk, karena dugaan penganiayaan di dalam tahanan. Tiga lainnya adalah biarawan dari Biara Kirti di Provinsi Sichuan, yang ditahan saat mereka mencoba membakar diri sendiri dan kemudian dijatuhi hukuman lima tahun penjara, meskipun Perdana Menteri Wen Jiabao tahun 2012 meyakinkan bahwa pemerintah pusat menganggap mereka “tidak bersalah”.

Kelompok kasus lain terdiri dari empat biksu dan dua orang awam, yang ditahan karena keterlibatan mereka dalam demonstrasi damai yang meluas pada Maret dan April 2008. Di antara mereka ada biksu Labrang Jigme yang harus menjalani tiga penahanan berturut-turut sejak 2008 dan sering dirawat di rumah sakit menyusul dugaan penyiksaan dalam tahanan. Choktrin Gyatso adalah satu-satunya dari tiga biarawan di Biara Tsang di daerah Gepasumdo yang menyelesaikan masa hukuman sembilan tahun penjara mereka; dua rekannya dibebaskan lebih awal karena kondisi kesehatan yang memburuk diduga akibat penganiayaan dalam tahanan. Warga biasa bernama Jampal dibebaskan lebih awal dari hukuman 13 tahun penjara juga karena kondisi kesehatan yang memburuk.

Enam dari mereka yang dibebaskan adalah penyanyi terkenal, yang telah dijatuhi hukuman empat sampai enam tahun penjara. Mereka dihukum karena menyanyikan lagu-lagu yang dianggap mempromosikan nasionalisme Tibet, meski begitu apa persisnya tuduhan terhadap mereka tidak diketahui.

Jamyang Kunkhyen dan biksu senior Atruk Lopo – kerabat dari Ronggye Adrak, yang menyuarakan penentangan pemerintah Cina dalam sebuah acara publik di Litang pada 2007, dijatuhi hukuman 10 tahun penjara karena membagikan informasi mengenai kasus tersebut. Pembangkang veteran Sonam Gyalpo kembali ditahan pada 2005 karena memiliki foto Dalai Lama dan literatur terkait, dan dijatuhi hukuman 12 tahun.

Tsegon Gyal, seorang mantan analis forensik polisi dan jurnalis kriminal, awalnya divonis 16 tahun penjara pada 1993 atas dugaan membentuk sebuah organisasi politik bawah tanah, meskipun Pengadilan Tinggi Rakyat Provinsi Qinghai kemudian mengurangi hukumannya menjadi enam tahun. Dasar penahanannya pada bulan Desember 2016 dan hukuman untuk “separatisme” tidak jelas, namun tampaknya terkait dengan sebuah unggahan di media sosial saat dirinya mengkritik kebijakan “persatuan kebangsaan” dari pemerintah.

Pengamatan PBB terhadap catatan hak asasi manusia Cina, termasuk Tinjauan Periodik Universal Cina tahun 2008 dan 2013, serta tinjauan 2015 berdasarkan Konvensi Menentang Penyiksaan, mengkritik pembatasan hak sipil, budaya, ekonomi, dan politik orang-orang Tibet. Pada Februari 2017, enam pelapor khusus PBB secara resmi menyatakan keprihatinan mereka kepada pemerintah Cina terkait pengusiran massal pada akhir 2016 terhadap para biarawan dan biarawati, dan pembongkaran tempat tinggal di Biara Larung Gar di Kandze, Provinsi Sichuan.

Pihak berwenang Cina seharusnya berhenti menuntut orang-orang karena melakukan aksi pembangkangan damai, termasuk menggunakan tuduhan kejam seperti “membahayakan keamanan negara” dan “separatisme,” sebut Human Rights Watch. Pemerintah seharusnya memberikan akses ke wilayah Tibet kepada ahli hak asasi manusia PBB untuk masuk dan mendokumentasikan dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan melaporkan secara terbuka langkah pertanggungjawaban yang memungkinkan.

“Situasi di Tibet akan terus memburuk, selama pemerintah Cina menghalang-halangi orang Tibet untuk menggunakan hak-hak dasar mereka,” kata Richardson. “Cina dapat menunjukkan kepada dunia keseriusan mereka dalam menangani berbagai pelanggaran yang merajalela ini, dengan membolehkan para pakar hak asasi manusia PBB masuk ke wilayah Tibet.”
 

Pembebasan tahanan politik Tibet yang dilaporkan dari Juni 2016 - Februari 2018:

1. Biksu Jamyang Puntsok, dari Biara Kirti, dijatuhi hukuman tujuh setengah tahun penjara atas tuduhan terlibat dalam demonstrasi bakar diri pertama tahun 2009, dibebaskan pada September 2016.

2. Ludrup, satu dari lima biksu dari Biara Tsodun Kirti dihukum karena terlibat dalam demonstrasi bakar diri tahun 2012 di sana, dibebaskan pada 2 September 2016 setelah lima tahun menjalani masa hukuman enam tahun penjaranya, karena dianggap berkelakukan baik.

3. Jamyang Kunkhyen, yang ditahan pada 2007 karena mengirim foto protes publik Ronggye Adrak di Litang ke luar negeri, dibebaskan pada Agustus 2016 setelah menjalani sembilan tahun dari masa hukuman 10 tahun penjara dengan dakwaan “spionase dan menghasut separatisme.” Kondisi kesehatannya dilaporkan dalam keadaan buruk.

4. Choedzin, dari Dzamtang, Provinsi Sichuan, dibebaskan pada September 2016 setelah menyelesaikan hukuman tiga tahun penjara, atas tuduhan terlibat dalam demonstrasi bakar diri.

5. Pema Trinley dan Chakdor, penyanyi terkenal asal Ngaba, Sichuan, yang ditahan pada Juli 2012 karena menyanyikan lagu-lagu “reaksioner,” dibebaskan pada September 2016.

6. Sengdra, seorang pejabat lokal asal Gabde, Qinghai, yang ditahan pada Desember 2014 karena mempertanyakan alokasi dana pemerintah, dibebaskan pada Oktober 2016 setelah menyelesaikan hukuman 15 bulan penjara.

7. Labrang Jigme (dikenal dengan nama Jigme Go-ril) dibebaskan pada Oktober 2016 di bawah kontrol ketat setelah menyelesaikan hukuman lima tahun penjara. Ini adalah hukuman penjara ketiga baginya sejak tahun 2008. Ia dirujuk ke rumah sakit pada Desember 2016 untuk perawatan lebih lanjut akibat luka-luka yang dideritanya selama penahanan.

8. Biarawan Kirti, Losang Sanggye dibebaskan pada November 2016 dalam kondisi kesehatan yang buruk. Ia ditahan pada Agustus 2012 karena diduga terlibat dalam demonstrasi bakar diri di biara tersebut.

9. Sherpel, seorang warga dari Serta, Sichuan, ditahan pada Januari 2012 karena dituduh terlibat dalam demonstrasi bakar diri, lantas dibebaskan pada November 2016.

10. Penduduk desa bernama Drolma Tso dan Kunme, ditahan pada Desember 2013 karena dituduh terlibat dalam demonstrasi bakar diri dan dijatuhi hukuman tiga tahun penjara dengan dakwaan “pembunuhan yang disengaja.” Ia dibebaskan pada awal Desember 2016. Drolma Tso saat itu berada dalam kondisi kesehatan yang sangat buruk.

11. Aku Gyatak, seorang pemimpin desa dari Rebkong, Qinghai, ditahan pada November 2012 karena menghibur keluarga orang yang bakar diri. Ia dibebaskan dari hukuman yang tidak diketahui lamanya pada Desember 2016.

12. Sonam Yarpel, seorang biarawan dari Sershul, Sichuan, ditahan pada November 2014 karena melakukan demo tunggal. Ia dibebaskan dari penjara daerah pada 21 Desember 2016.

13. Penyanyi Amchok Pulchung dari Martang, Sichuan, ditahan pada 2012 karena menulis lagu yang memuji Dalai Lama dan mengkritik penguasa Cina di Tibet. Ia dibebaskan pada 2 Februari 2017 setelah menjalani hukuman empat tahun penjara.

14. Yonten, seorang biksu di Biara Tangkor Soktsang di Dzorge, Sichuan, ditahan pada Agustus 2013 karena dituduh terlibat dalam demonstrasi bakar diri. Ia dibebaskan pada Januari 2017 setelah menyelesaikan hukuman tiga setengah tahun penjara.

15. Trinley Tsering, seorang biarawan Kirti yang ditahan karena perannya dalam demonstrasi 2008 di daerah Ngaba, dibebaskan pada 31 Maret 2017, setelah dipenjara selama sembilan tahun.

16. Biarawan Kirti, Losang Konchok, mencoba membakar diri pada September 2011, dibebaskan pada Maret 2017.

17. Biarawan Kirti, Losang Kelsang, mencoba membakar diri pada September 2011, dibebaskan pada Juli 2017.

18. Biarawan Kirti, Losang Gyatso, mencoba membakar diri pada Februari 2012, dibebaskan pada Mei 2017.

19. Tsultrim Gyatso, seorang biarawan di Biara Amchok Tsenyi di daerah Ngaba, Sichuan, yang ditahan pada 2008 karena memimpin sebuah demonstrasi di kota Tsenyi, dibebaskan pada April 2017 setelah menyelesaikan hukumannya.

20. Choktrin Gyatso, seorang biarawan di Biara Tsang di Gepasumdo, Qinghai, satu dari tiga biksu yang dijatuhi hukuman penjara yang panjang karena peran mereka dalam demonstrasi tahun 2008, telah dibebaskan pada April 2017 setelah menyelesaikan hukuman sembilan tahun pejara. Dua rekannya dibebaskan lebih awal karena kesehatan mereka memburuk.

21. Tsedrup Kyi, seorang perempuan dari Pema, Qinghai, dijatuhi hukuman empat tahun penjara karena melindungi jenazah pengunjuk rasa pada Desember 2012. Ia dibebaskan pada April 2017, dalam kondisi kesehatan yang buruk.

22. Jampal, seorang pria dari Machu, Provinsi Gansu, ditahan pada Maret 2008 atas perannya dalam demonstrasi. Ia dijatuhi hukuman 13 tahun penjara, dibebaskan lebih awal karena kesehatannya memburuk pada April 2017.

23. Kelsang Yarpel, seorang penyanyi dan pemusik terkenal ditahan pada Juli 2013 karena pesan politik dalam lagu-lagunya. Ia dijatuhi hukuman empat tahun penjara pada November 2014, dibebaskan pada Juli 2017.

24. Biksu Rebkong, Gomar Choepel, ditahan pada Juli 2015 karena memiliki foto-foto Dalai Lama dan literatur terkait. Ia dijatuhi hukuman dua tahun penjara karena “subversi terhadap negara,” dibebaskan pada Juli 2017 pada akhir masa hukumannya.

25. Biarawan Senior Litang Atruk Lopo, dihukum 10 tahun penjara karena terlibat dalam demonstrasi yang dilakukan keponakannya Ronggye Adrak. Ia dibebaskan pada Agustus 2017.

26. Pembangkang veteran Sonam Gyalpo, salah satu dari 21 Biksu Drepung yang memimpin demonstrasi kemerdekaan di Lhasa pada 1987. Ia juga pernah ditahan kembali dan dijatuhi hukuman 12 tahun penjara pada 2005 karena memiliki foto Dalai Lama dan literatur terkait, dan dibebaskan pada Agustus 2017. Sejak 1987 total ia menghabiskan waktu 16 tahun di penjara.

27. Lobsang Jinpa, seorang biarawan dari Biara Nyatso Zilkar, ditangkap oleh pasukan keamanan dalam sebuah penggerebekan di vihara itu pada September 2012. Ia dijatuhi hukuman lima tahun penjara pada 23 Februari 2013 karena telah menulis sebuah lagu untuk memuji Panchen Lama, lalu dibebaskan pada 30 Oktober 2017. Ia diketahui telah mendapat perawatan medis selama menjalani masa hukumannya. Pada saat yang bersamaan, penyanyi terkenal Lolo dijatuhi hukuman enam tahun penjara.

28. Geshe Tsewang Namgyal, seorang biarawan senior di Biara Drango, ditahan karena dugaan perannya dalam demonstrasi rakyat tahun 2012 di kota Drango. Ia dihukum enam tahun penjara, dibebaskan pada Januari 2018. Setelah dibebaskan, ia tak dapat berjalan dengan baik tampaknya akibat penganiayaan dalam tahanan.

29. Gartse Jigme, seorang biarawan ilmuwan dan penulis terkenal, ditahan untuk kali kedua pada 2013 dan dijatuhi hukuman lima tahun penjara karena tulisannya mengenai isu kontemporer. Ia dibebaskan pada Februari 2018, sebulan setelah menyelesaikan hukumannya.

30. Shawo Tashi, penyanyi populer yang ditahan pada 2012 karena diduga bersimpati pada demonstrasi bakar diri di kampung halamannya Rebkong dan dijatuhi hukuman lima tahun penjara. Ia dibebaskan pada November 2017 menurut Pusat Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Tibet (media lain melaporkan waktu pembebasan yang berbeda).

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country