Skip to main content

Indonesia: Mahkamah Menyidangkan Hukum Anti LGBT

Kriminalisasi Hubungan Sesama Jenis Munculkan Kekuatiran tentang Privasi, Diskirminasi

Pejabat pemerintah Indonesia melontarkan serangkaian komentar anti-LGBT yang menghasilkan rancangan undang-undang yang menghadirkan ancaman serius bagi hak asasi dan keselamatan warga LGBT di Indonesia.
 
(New York) – Mahkamah Konstitusi Indonesia akan mengadakan sidang ke 5 pada 23 Agustus, 2016 nanti tentang usulan revisi terhadap hukum pidana negara ini yang akan menghukum tindakan seksual sesama jenis yang dilakukan secara sukarela dan akan memperberat hukuman atas hubungan seksual di luar pernikahan, demikian dikatakan oleh Human Rights Watch hari ini.
 
Usulan undang-undang tersebut, yang akan menjatuhkan hukuman penjara hingga lima tahun, akan melanggar hak-hak atas privasi dan tanpa diskriminasi yang dilindungi secara internasional, kata Human Rights Watch. Mahkamah telah dimohon untuk memutuskan konstitusionalitas usulan terhadap perubahan hukum pidana yang diajukan oleh penggugat yang dipimpin oleh beberapa dosen dari Institut Pertanian Bogor, di dekat Jakarta. Para penggugat memohon perubahan pasal-pasal dalam hukum pidana Indonesia yang menyangkut perzinahan (pasal 284), perkosaan (pasal 285), dan hubungan seksual dengan anak dibawah umur (pasal 292).
 
“Usulan menerapkan sanksi kriminal dalam gugatan di Mahkamah Konstitusi tersebut tidak saja mengancam kaum LGBT, tapi juga seluruh orang Indonesia,” kata Graeme Reid, direktur hak-hak LGBT pada Human Rights Watch. “Hukum yang mengancam privasi tidak bisa dielakkan akan mempengaruhi semua orang.”
 

Usulan perubahan-perubahan ini menyusul kampanye anti LGBT yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang dimulai pada bukan Januari lewat serangkaian pernyataan-pernyataan yang menyesatkan dan salah tentang kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) dari pejabat-pejabat pemerintahan dan para politisi. Serangan gencar anti LGBT tersebut melapangkan sanksi sosial untuk melakukan pelecehan dan kekerasan terhadap kaum LGBT Indonesia dan bahkan ancaman pembunuhan oleh kaum Islamis militan. Lembaga-lembaga negara, termasuk Komisi Penyiaran Indonesia dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia, telah mengeluarkan petunjuk untuk melakukan sensor terhadap informasi dan siaran yang menggambarkan kehidupan kaum LGBT sebagai kehidupan “normal”  serta apa yang mereka sebut sebagai “propaganda” kehidupan kaum LGBT. Perpaduan antara retorika diskriminatif dan pembuatan kebijakan tersebut telah merusak hak-hak atas privasi, keamanan, dan kebebasan berekspresi rakyat di seluruh negeri, kata Human Rights Watch.

 
Hak-hak atas privasi adalah perlindungan fundamental yang mendasari otonomi fisik setiap orang dan identitas yang dipilihnya, kata Human Rights Watch. Pada tahun 1994 dalam kasus antara Nicholas Toonen melawan Australia, Komite Hak-hak Asasi Manusia PBB, lembaga ahli independen yang menafsir Konvensi Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR), dimana Indonesia juga menjadi salah satu penandatangannya, telah menolak hukum pidana negara bagian Tasmania yang menentang hubungan seksual secara sukarela sesama jenis antara lelaki dewasa—atau sodomi—dan menetapkan “tidak bisa disangkal bahwa aktivitas seksual antara orang dewasa yang dilakukan secara privat adalh termasuk dalam konsep ‘privasi.’”
 
Usulan menerapkan sanksi kriminal dalam gugatan di Mahkamah Konstitusi tersebut tidak saja mengancam kaum LGBT, tapi juga seluruh orang Indonesia.
Graeme Reid

Direktur, Divisi Hak-hak Anak

Pada 2013, Indonesia ikut menyeponsori resolusi Dewan Hak-hak Asasi Manusia PBB tentang hak atas privasi. Di laporan tentang resolusi tersebut, komisioner tinggi PBB untuk hak-hak asasi manusia memperingatkan seluruh pemerintah bahwa hak atas privasi (yang termaktub dalam ICCPR pasal 17) harus diterapkan berbarengan dengan hak tanpa diskriminasi (ICCPR pasal 26).

“Mahkamah Kosntitusi memiliki kesempatan yang amat penting untuk memperkuat hak atas privasi dan tanpa diskriminasi di Indonesia,” kata Reid. “Yang dipertaruhkan dalam usulan perubahan undang-undang ini adalah hak atas privasi untuk seluruh rakyat Indonesia – batu sendi dari sebuah masyarakat dimana martabat individual untuk semua orang dilindungi.”

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country
Topic