Pemerintah Prancis menghalangi penerapan undang-undang akuntabilitas perusahaan yang penting di Uni Eropa, meskipun ada bukti berkelanjutan tentang keterkaitan perusahaan-perusahaan besar asal Prancis dengan sejumlah pelanggaran hak asasi manusia.
Pada tanggal 6 Februari, sebuah liputan investigatif yang digelar media Prancis Disclose, bekerja sama dengan program televisi Cash Investigation, mengungkap bahwa produk pakaian yang diproduksi untuk peretail olahraga terkemuka asal Prancis Decathlon berasal dari pabrik-pabrik di Tiongkok yang menggunakan warga asal etnis Uighur sebagai pekerja paksa.
Liputan investigatif itu menemukan bahwa satu anak perusahaan pemasok utama Decathlon mengoperasikan sebuah pabrik di Xinjiang, yang berpartisipasi dalam program transfer tenaga kerja yang disponsori pemerintah Tiongkok, tempat warga etnis Uighur dan Muslim Turki dipaksa pindah ke sejumlah daerah perkotaan untuk bekerja di pabrik-pabrik. Perusahaan pemasok tersebut juga telah menerima para pekerja Uighur yang dipindahkan di sejumlah pabriknya di Provinsi Shandong.
Human Rights Watch telah mendokumentasikan bagaimana pemerintah Tiongkok melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap warga Uighur di Xinjiang sejak 2017, termasuk kerja paksa.
Investigasi Disclose mengklaim Decathlon menyadari adanya kemungkinan kerja paksa dalam rantai pasokannya sejak 2021, tetapi gagal mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasinya. Kepada Human Rights Watch Decathlon menyampaikan pada tanggal 10 Februari bahwa “setiap tuduhan yang merongrong prinsip-prinsip kami diperiksa secara ketat lewat investigasi menyeluruh yang dilakukan oleh tim kepatuhan internal dan pihak eksternal.” Perusahaan tersebut tidak menanggapi pertanyaan dari Human Rights Watch mengenai apakah mereka masih mengambil barang dari pemasok yang dalam investigasi Disclose dikaitkan dengan kerja paksa warga Uighur. Keterkaitan tersebut seharusnya mendorong Decathlon agar segera memutuskan kerja sama.
Pada tahun 2024, Uni Eropa mengadopsi dua undang-undang utama untuk menyikapi keterlibatan perusahaan dalam pelanggaran hak asasi manusia. Pertama, Pedoman Uji Tuntas Keberlanjutan Perusahaan atau Corporate Sustainability Due Diligence Directive (CSDDD), yang mewajibkan perusahaan besar untuk melakukan uji tuntas hak asasi manusia dan lingkungan dalam rantai pasok global mereka. Yang kedua adalah larangan untuk mengimpor barang yang diproduksi dengan kerja paksa. Kedua undang-undang tersebut akan mulai berlaku pada tahun 2027.
Sayangnya, Presiden Komisi Eropa Ursula von de Leyen, dengan dukungan dari pemerintah Prancis dan Jerman, mendorong usulan “omnibus” yang berisiko melemahkan pedoman uji tuntas dan dua undang-undang lainnya.
Keterkaitan Decathlon dengan kerja paksa menunjukkan kepada Uni Eropa bahwa pelanggaran hak asasi manusia bisa terjadi di tempat yang sangat dekat. Alih-alih melemahkan upaya akuntabilitas perusahaan, seharusnya Prancis memastikan agar Uni Eropa tetap berada di garis terdepan dalam memerangi kerja paksa dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya di seluruh dunia.