UPDATE: Samar Badawi, istri Waleed Abu al-Khair, berkata bahwa pihak berwenang hanya mengizinkannya berbicara dengan suaminya lewat telepon selama semenit pada 17 April 2014.
(Beirut) – Pihak berwenang Saudi harus segera membebaskan aktivis hak asasi manusia terkemuka Waleed Abu al-Khair dan mencabut semua dakwaan terhadap dia.
Pengadilan Pidana Khusus Arab Saudi memerintahkan penahanan terhadap Abu al-Khair dalam sidang kasusnya tanggal 15 April 2014. Sejak dia ditangkap, pihak berwenang tidak mengizinkan dia menghubungi anggota keluarga, yang tidak mengetahui keberadaannya selama 24 jam. Abu al-Khair menghadapi sederetan dakwaan hanya berdasarkan kegiatan-kegiatan advokasi hak asasi manusia yang dilakukannya secara damai, termasuk “melanggar kesetiaan dengan penguasa” dan “membuat organisasi internasional yang memusuhi kerajaan.”
“Pihak berwenang Saudi telah berulangkali mengganggu Abu al-Khair karena kegiatan-kegiatannya dalam bidang hak asasi manusia, dan sekarang mereka tiba-tiba memenjarakannya tanpa mengizinkan dia memberitahu keluarganya,” ujar Joe Stork, wakil direktur Timur Tengah dari Human Rights Watch. “Pihak berwenang harus membebaskan Abu al-Khair sesegara mungkin dan mencabut semua dakwaan terhadapnya.”
Pada 4 Februari, Abu al-Khair kalah dalam gugatan banding di Pengadilan Pidana Jeddah karena menandatangani pernyataan yang mengkritik pemerintah Saudi, dan dia menerima hukuman tiga bulan penjara. Belum jelas apakah penahanan dia kini terkait vonis dari pengadilan Jeddah tersebut. Polisi di Jeddah menangkap Abu al-Khair pada 2 Oktober 2013 dan menahannya untuk satu malam karena menggelar kelompok diskusi mingguan untuk para reformis, akan tetapi jaksa belum mengajukan berkas dakwaan pidana untuk kasus tersebut.
Abu al-Khair menghadiri sidang kelima dari kasusnya di hadapan Pengadilan Pidana Khusus pada 15 April pagi hari, menempuh perjalanan dari rumahnya di Jeddah ke Riyadh. Sebagai seorang pengacara, dia mewakili dirinya sendiri selama proses persidangan, dan tidak mengajak anggota keluarga atau pemantau pengadilan ke proses persidangannya. Setelah beberapa jam, organisasi Abu al-Khair, Pemantau Hak Asasi Manusia di Arab Saudi, mengeluarkan pernyataan di Facebook bahwa Abu al-Khair menghilang dan tak bisa dihubungi karena ponselnya telah dimatikan.
Pada pagi hari tanggal 16 April, Samar Badawi, istri Abu al-Khair, pergi ke Riyadh untuk mencarinya. Dia berkata kepada Human Rights Watch bahwa para pejabat di Pengadilan Pidana Khusus telah memerintahkan penahanan terhadap suaminya dan pihak yang berwenang telah membawanya ke Penjara al-Ha’ir di selatan Riyadh. Badawi pergi ke penjara itu dan oleh pejabat penjara dibenarkan bahwa suaminya berada di penjara tersebut, tetapi Badawi tidak diizinkan untuk berbicara dengannya. Badawi berkata kepada Human Rights Watch bahwa baik pengadilan maupun pejabat sipir penjara tidak memberi alasan untuk penahanan suaminya.
Abu al-Khair dikenal sebagai pembela hukum bagi para aktivis HAM, termasuk Abd al-Rahman al-Shumairi, salah seorang yang disebut reformer Jeddah, sebuah kelompok beranggotakan kurang lebih selusin pria yang dikenal atas pendirian publik mereka yang menuntut pemenuhan hak asasi manusia dan reformasi politik di Arab Saudi. Pemerintah menangkap mereka pada Februari 2007, menuduh mereka menggalang pendanaan terorisme.
Abu al-Khair juga merupakan pengawas grup Facebook “Pemantau Hak Asasi Manusia di Arab Saudi,” yang situsnya diblokir di dalam kerajaan.
Penahanan terhadap Abu al-Khair terjadi di sela-sela kampanye yang dilancarkan untuk membungkam para pembela HAM dan aktivis masyarakat madani di seluruh kerajaan. Pada Maret 2013, sebuah pengadilan menghukum Mohammed al-Qahtani dan Abdullah al-Hamid, pendiri Asosiasi Hak-hak Sipil dan Politik Saudi (ACPRA), selama 10 dan 11 tahun penjara atas dakwaan ambigu seperti “menganggu ketertiban umum” dan “mendirikan organisasi tanpa izin.” Di tahun 2013 pengadilan di pusat kota Buriada mendakwa dan memvonis penjara anggota ACPRA, Omar al-Sa’id and Abd al-Kareem al-Khodr, dengan tuduhan serupa. Anggota ACPRA lain, Fowzan al-Harbi, saat ini sedang menjalani persidangan.
Pada 8 April, pihak berwenang menahan aktivis politik independen Abdulaziz al-Ghamdi yang secara terang-terangn mendukung ACPRA dan membantu keluarga-keluarga anggota ACPRA yang dipenjara.
Pemerintah Saudi terus-menerus mengejar dakwaan terhadap para aktivis HAM yang menggunakan hak mereka dalam mengungkapkan kebebasan berpendapat secara damai. Hal ini melanggar kewajiban Saudi berdasarkan hukum hak-hak asasi manusia internasional. Piagam Arab tentang Hak Asasi Manusia, yang telah diratifikasi oleh Arab Saudi, menjamin hak kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam pasal 32. Menurut Deklarasi Dewan Umum PBB tentang Hak-hak Pembela HAM, setiap orang memiliki hak, baik secara individual maupun bersama-sama dengan orang lain, untuk “menyampaikan atau menyebarkan pandangan, informasi dan pengetahuan kepada orang lain tentang segala hak asasi manusia dan kebebasan fundamental.”
“Memenjarakan para aktivis damai menunjukkan bahwa Arab Saudi tidak memiliki toleransi bahkan terhadap mereka yang sekedar berbicara tentang hak asasi manusia dan reformasi politik,” ujar Stork.