Pada pertemuan yang dihadiri oleh 7.000 orang dari berbagai agama pekan lalu di Chicago, berlangsung sebuah diskusi penting tentang apartheid Israel terhadap warga Palestina.
Panel bertajuk "Hak Asasi Manusia dan Kejahatan Apartheid di Israel/Palestina," yang diselenggarakan oleh Global Ministries Christian Church (Disciples of Christ) dan United Church of Christ and Human Rights Watch, berlangsung di ajang Parlemen Agama-Agama Sedunia, salah satu pertemuan terbesar di dunia untuk wacana antaragama. Parlemen telah bertemu tahun ini dengan tema "A Call to Conscience: Defending Freedom and Human Rights."
Dalam pertemuan tersebut, yang menghadirkan para pemimpin agama dari seluruh dunia, umat Kristiani, Muslim, dan Yahudi berbicara tentang realitas hidup warga Palestina dan pentingnya menggunakan kerangka kerja hak asasi manusia untuk menangangi kejahatan terhadap kemanusiaan terkait apartheid dan mengadvokasi perubahan.
Menyusul dirilisnya sejumlah laporan yang dikeluarkan oleh beberapa organisasi hak asasi manusia terdepan di Palestina, Israel, internasional, semakin banyak kelompok agama yang mengeluarkan resolusi yang menyebut tindakan Israel terhadap warga Palestina sebagai apartheid. Mengacu pada karyanya dengan Disciples of Christ dan United Church of Christ, yang sama-sama telah mengeluarkan resolusi mengenai apartheid, Peter Makari mengatakan “posisi Gereja didasarkan pada kenyataan yang disampaikan oleh organisasi mitra kami [Palestina] kepada kami.” Peter mencatat bahwa banyak warga Kristiani Palestina telah lama menggunakan bahasa apartheid untuk menggambarkan pengalaman mereka.
Diskusi tentang Israel dan Palestina bukanlah hal baru bagi banyak pemimpin agama, tetapi wacana mereka berfokus pada proses perdamaian yang telah lama mandek. Soal pentingnya menamai kejahatan apartheid di ruang agama Rabbi Brant Rosen dari Tzedek Chicago mengatakan, "jika kita akan menyelesaikan persoalan ini bersama-sama, dan itu akan diselesaikan bersama, kita perlu menyebutkan penindasan semacam ini sebagaimana adanya, sesakit apapun itu. "
"Saya percaya bahwa kita harus beranjak dari dialog antaragama menuju solidaritas dan kerja sama antaragama," kata Nihad Awad selaku direktur eksekutif di Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR). Menyelenggarakan percakapan ini dalam sebuah pertemuan lintas agama terkemuka merupakan sebuah langkah dalam proses itu.
Seperti yang dikatakan oleh Jonathan Kuttab, seorang pemimpin Kristen Palestina, "Kita seyogianya bekerja demi kesetaraan sejati, hak asasi manusia, dan martabat sepenuhnya bagi semua orang yang tinggal di antara sungai [Yordania] dan laut [Mediterania] — baik orang Arab, Palestina, maupun Yahudi Israel."