Skip to main content

Uni Eropa: Ambil Sikap Tegas Terkait HAM di KTT Uni Eropa-Tiongkok

Para Pemimpin Uni Eropa Seharusnya Mendorong Pertanggungjawaban Secara Publik

Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi pada pertemuan dengan Presiden Dewan Eropa Charles Michel di Brussels, 17 Desember 2019. © 2019 AP Photo

(Brussel) – Para pemimpin Uni Eropa harus mengambil sikap publik yang tegas mengenai masalah hak asasi manusia saat bertemu dengan rekan-rekan mereka di Tiongkok, kata Human Rights Watch hari ini dalam sebuah surat kepada para pemimpin Uni Eropa. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Presiden Dewan Eropa Charles Michel akan melakukan perjalanan ke Beijing guna menghadiri KTT Uni Eropa-Tiongkok pada tanggal 7 dan 8 Desember 2023.

Semestinya para pemimpin Uni Eropa menyadari bahwa pemerintahan Tiongkok yang semakin represif akan menghadirkan dampak serius terhadap hubungan Uni Eropa-Tiongkok,” kata Philippe Dam, direktur Uni Eropa di Human Rights Watch. “Von der Leyen dan Michel semestinya mengatasi pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Tiongkok secara langsung dan menjelaskan kepada Presiden Xi Jinping bahwa kita tidak bisa menganggapnya sebagai angin lalu jika penindasan yang meluas terus berlanjut di seluruh negeri.”

Tahun lalu, ada banyak pertemuan tingkat tinggi antara para pemimpin Eropa dan Tiongkok ketika Uni Eropa dan negara-negara anggotanya meninjau kembali hubungan mereka dengan Tiongkok. KTT Uni Eropa-Tiongkok diadakan setelah kunjungan Michel pada bulan November 2022 ke Beijing, kunjungan von der Leyen pada bulan Maret, dan kunjungan diplomat tinggi Uni Eropa, Josep Borrell, pada bulan Oktober. Pada bulan Juni, para pemimpin Uni Eropa menegaskan kembali keprihatinan mereka terhadap hak asasi manusia di Tiongkok, namun tidak merinci strategi untuk mengatasi catatan hak asasi manusia yang mengkhawatirkan di Beijing.

Human Rights Watch mendesak kedua pejabat tersebut untuk mendesak pembebasan warga negara Uni Eropa yang dipenjara secara tidak adil dan penjual buku di Hong Kong, Gui Minhai, cendekiawan Uighur dan penerima Hadiah Sakharov Ilham Tohti, dan pengacara Yu Wensheng dan istrinya, Xu Yan, dan masih banyak lagi.

Semestinya lembaga-lembaga Uni Eropa dan pemerintah negara-negara anggotanya secara serius juga mempertimbangkan kembali pendekatan mereka terhadap Tiongkok, kata Human Rights Watch. Secara khusus, Uni Eropa dan negara-negara anggotanya seyogianya menangguhkan dialog hak asasi manusia mereka dengan Tiongkok, yang menjadi tidak ada artinya karena keengganan pihak berwenang Tiongkok untuk benar-benar terlibat dalam berbagai masalah hak asasi manusia.

Sebaliknya, mereka seyogianya berkomitmen untuk mengambil tindakan yang lebih efektif guna mengatasi pelanggaran hak asasi manusia dan memajukan upaya pertanggungjawaban. Hal ini seharusnya mencakup perluasan sanksi yang ditujukan pada para pejabat yang bertanggung jawab atas sejumlah pelanggaran berat di Xinjiang, Tibet, dan Hong Kong, dan memimpin Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk menciptakan mekanisme pemantauan khusus PBB terhadap Tiongkok.

Di Xinjiang, kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan otoritas Tiongkok terhadap warga Uighur dan Muslim Turki lainnya mencakup penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, penghilangan paksa, pengawasan massal, penganiayaan budaya dan agama, pemisahan keluarga, kerja paksa, kekerasan seksual, dan pelanggaran hak-hak reproduksi. Di Tibet, pihak berwenang menindas dan mengasimilasi paksa warga Tibet.

Di Hong Kong, pemerintah Tiongkok telah menghapus kemerdekaan dan kebebasan setelah memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional yang kejam di kota tersebut. Di seluruh Tiongkok, pemerintah semakin memperketat cengkeramannya terhadap masyarakat, dengan pengadilan yang dikendalikan partai menjatuhkan hukuman berat bagi para pembela hak asasi manusia.

Represi transnasional pemerintah Tiongkok telah memperluas jangkauannya dengan menawarkan hadiah atas para aktivis demokrasi dan mantan anggota parlemen Hong Kong yang diasingkan. Di Perserikatan Bangsa-Bangsa, pemerintah Tiongkok melemahkan mekanisme hak asasi manusia internasional dengan menulis ulang norma-norma, seraya membantu melindungi pemerintah lain dari kewajiban mereka untuk bertanggung jawab melalui hak veto yang dimiliki di Dewan Keamanan PBB.

 “Uni Eropa seharusnya tidak memperlakukan hak asasi manusia hanya sebagai sebuah kewajiban di atas kertas, namun bersiap untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan urgensi dan tingginya tingkat penindasan yang dilakukan Beijing di seluruh negeri,” kata Dam. “Pemerintah Tiongkok yang memberangus hak-hak dasar rakyatnya tidak akan menjadi mitra yang dapat diandalkan dan bertanggung jawab.”

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.