Skip to main content

Tiongkok: Sekjen PBB Semestinya Mengecam Kejahatan terhadap Kemanusiaan

Sekretaris Jenderal Guterres Akan Menghadiri Forum Inisiatif Sabuk dan Jalan di Beijing

Presiden Tiongkok Xi Jinping (kanan) berjabat tangan dengan Sekretaris Jenderal PBB António Guterres di Aula Besar Rakyat di Beijing, 26 April 2019. © 2019 Andrea Verdelli/AP Photo

(New York) – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) António Guterres semestinya mendesak Presiden Tiongkok Xi Jinping agar mengakhiri kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan otoritas Tiongkok di Xinjiang dan pelanggaran hak asasi manusia serius lainnya di Tiongkok saat kunjungannya mendatang, kata Human Rights Watch hari ini.

Guterres diperkirakan akan menghadiri Belt and Road Forum atau Forum Inisiatif Sabuk dan Jalan ketiga di Beijing pada 17 dan 18 Oktober 2023, untuk menandai peringatan 10 tahun inisiatif infrastruktur global Tiongkok. Sejak menjadi Sekretaris Jenderal pada tahun 2017, Guterres telah menunjukkan keengganannya untuk secara terbuka mengkritik pemerintah Tiongkok atas penindasannya yang parah dan semakin buruk.

“Sekretaris Jenderal PBB Guterres telah gagal mengambil tindakan berarti untuk menekan pemerintah Tiongkok agar mengakhiri kejahatan terhadap kemanusiaan di Xinjiang,” kata Tirana Hassan, direktur eksekutif Human Rights Watch. “Forum Inisiatif Sabuk dan Jalan ini memberi Guterres kesempatan penting untuk mendukung prinsip-prinsip utama PBB.”

Pada Agustus 2022, kantor hak asasi manusia PBB menerbitkan sebuah laporan memberatkan yang mengonfirmasi tuduhan penahanan massal, penyiksaan, penganiayaan budaya, kerja paksa, dan pelanggaran HAM serius lainnya terhadap warga Uighur dan komunitas Muslim Turki lainnya di Xinjiang. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa pelanggaran di Xinjiang “mungkin merupakan … kejahatan terhadap kemanusiaan.” Juru bicara Guterres mengatakan pada saat itu bahwa laporan tersebut “dengan jelas mengidentifikasi pelanggaran hak asasi manusia yang serius di wilayah Xinjiang Tiongkok” dan mendesak Tiongkok untuk “menerima” rekomendasi tersebut.

Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa proyek Inisiatif Sabuk dan Jalan tidak pernah secara memadai menjalani atau mengungkapkan analisis dampak lingkungan dan sosial, atau berkonsultasi dengan masyarakat lokal yang terkena dampak perencanaan dan konstruksi proyek, sehingga memicu protes di banyak tempat. Proyek-proyek itu juga dikritik karena memfasilitasi korupsi, perjanjian pinjaman yang tidak transparan, dan kontrak tidak kompetitif yang mensyaratkan digunakannya perusahaan Tiongkok.

Beberapa negara penerima Inisiatif Sabuk dan Jalan seperti Djibouti, Pakistan, dan Maladewa, berisiko tinggi mengalami kesulitan membayar utang. Sumber daya pemerintah yang terbatas berpotensi dialihkan dari layanan-layanan penting ke pembayaran utang.

Praktek-praktek seperti ini tidak sejalan dengan kewajiban dasar negara berdasarkan hukum hak asasi manusia internasional mengenai lingkungan yang sehat dan berkelanjutan, yang dijadikan prioritas utama oleh sekretaris jenderal PBB.

Semestinya Guterres juga memanfaatkan pertemuannya dengan para pejabat senior Tiongkok untuk mendesak pembebasan orang-orang yang ditahan secara sewenang-wenang. Mereka termasuk antropolog Uighur terkemuka, Dr. Rahile Dawut, yang dilaporkan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena kejahatan “keamanan negara” yang dibuat-buat dan tidak dijelaskan secara spesifik; serta ekonom Uighur sekaligus pemenang Sakharov Prize, Ilham Tohti, yang menjalani hukuman penjara seumur hidup atas tuduhan “separatisme” karena mendorong digelarnya dialog antara Uighur dan etnis Han di Tiongkok.

Guterres juga seharusnya bekerja sama dengan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Türk, untuk memastikan adanya tindak lanjut terhadap laporan Xinjiang tahun 2022, termasuk mengumpulkan bukti-bukti pelanggaran serius dan melaporkannya ke negara-negara anggota. Meskipun kantor hak asasi manusia PBB bersifat independen, pesan hak asasi manusia PBB akan menjadi makin kuat ketika komisaris tinggi dan sekretaris jenderal saling memperkuat pernyataan publik satu sama lain.

Semestinya Sekjen PBB menekan pemerintah Tiongkok agar menghadirkan transparansi yang lebih menyeluruh dalam semua proyek Inisiatif Sabuk dan Jalan Tiongkok, dan menekankan perlunya segera mengalihkan investasi dan proyek dari bahan bakar fosil ke sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan, kata Human Rights Watch.

“Guterres selaku Sekjen PBB perlu bersikap tegas dalam membela HAM dan menjunjung tinggi tanggung jawab lembaganya,” kata Hassan. “Tiongkok tidak hanya bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat berskala besar, namun juga berupaya melemahkan sistem HAM global PBB.”

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country