Skip to main content

Vietnam: Reformasi Hak Asasi Manusia Sangat Dibutuhkan

Tinjauan PBB Mendatang Menawarkan Kesempatan untuk Mendorong Perubahan

Twelve Vietnamese rights activists and bloggers currently detained for exercising their basic rights. Top row from left to right: Tran Huynh Duy Thuc, Hoang Duc Binh, Dinh Van Hai, Nguyen Tuong Thuy. Center row:  Pham Doan Trang, Le Trong Hung, Pham Chi Thanh, Pham Chi Dung. Bottom row: Nguyen Lan Thang, Can Thi Theu, Dang Dinh Bach, Hoang Thi Minh Hong. © 2023 Human Rights Watch

(Jenewa) – Pemerintah Vietnam seyogianya menghadapi pemantauan ketat pada Tinjauan Periodik Universal (UPR) Perserikatan Bangsa-Bangsa mendatang atas tindakan keras negara itu yang semakin menjadi-jadi terhadap para aktivis dan kegagalannya dalam mereformasi undang-undang yang sewenang-wenang, kata Human Rights Watch hari ini dalam usulan yang disampaikan kepada PBB.

Dewan Hak Asasi Manusia PBB akan menyelenggarakan UPR untuk Vietnam yang keempat pada tahun 2024 di Jenewa. Catatan HAM di Vietnam secara signifikan memburuk sejak keikutsertaan terakhir mereka di UPR pada Januari 2019.

“Pelanggaran HAM di Vietnam menunjukkan bahwa janji-janji pemerintah kepada Uni Eropa dan negara-negara lain mengenai HAM tidak ada artinya,” kata Elaine Pearson, direktur Asia di Human Rights Watch. “Penindasan sistematis yang dilakukan pemerintah terhadap hak-hak sipil dan politik patut mendapat tanggapan yang lebih keras dari lembaga-lembaga donor dan mitra dagang internasional yang bersedia melihat ke arah lain guna memajukan kepentingan yang dianggap strategis. Mereka seharusnya menyadari bahwa memajukan HAM di Vietnam adalah kepentingan strategis mereka.”

Human Rights Watch membuat daftar beberapa isu HAM utama dalam usulan tersebut yang semestinya segera ditangani oleh Vietnam. Pihak berwenang terus mengadili orang-orang yang menggunakan hak atas kebebasan berekspresi, kebebasan berserikat, dan berkumpul secara damai. Pelanggaran terhadap proses hukum dan hak atas peradilan yang adil jamak terjadi dalam kasus-kasus yang melibatkan tersangka kriminal biasa dan pembangkang politik. Dan pemerintah terus melakukan penindasan terhadap hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan. Vietnam seyogianya menerima dan melaksanakan segenap rekomendasi untuk mengatasi setiap permasalahan ini.

Vietnam telah memperluas penindasannya dengan memasukkan sejumlah aktivis arus utama yang bekerja pada isu-isu lingkungan dan perubahan iklim. Pihak berwenang telah menggunakan tuduhan penggelapan pajak palsu untuk mengadili pejuang lingkungan seperti pengacara Dang Dinh Bach, yang sedang menjalani hukuman lima tahun penjara. Pada 28 September 2023, pengadilan memvonis dan menghukum advokat lingkungan hidup Hoang Thi Minh Hong tiga tahun penjara dan menjatuhkan denda yang berat. Pada 15 September, hanya lima hari setelah Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengunjungi Hanoi, polisi menahan Ngo Thi To Nhien, direktur sebuah lembaga penelitian yang bergiat pada bidang transisi energi berkeadilan, dan mendakwanya dengan tuduhan “mencuri dokumen” dari perusahaan lain berdasarkan pasal 342 kitab hukum pidana. Dua orang lainnya juga ditangkap dan didakwa dengan dugaan serupa. Mereka dituduh mencuri dokumen internal dari perusahaan National Power Transmision Corporation, yang berada di bawah naungan perusahaan listrik milik negara Vietnam.

Selama siklus ketiga UPR Vietnam pada tahun 2019, pemerintah menolak semua rekomendasi untuk mengamendemen pasal-pasal "keamanan nasional" yang melanggar hak asasi manusia, yaitu pasal 109, 117, dan 331 dalam kitab undang-undang hukum pidana. Antara tahun 2019 hingga 2023, pihak berwenang mendakwa setidaknya 139 orang berdasarkan ketentuan hukum yang kejam ini, hanya karena angkat suara menentang ketidakadilan, mengkritik pemerintah, atau mendukung sesama aktivis. Di antara mereka yang dipenjara berdasarkan pasal-pasal ini adalah sejumlah aktivis kebebasan berpendapat yang terkemuka, termasuk Pham Doan Trang, Pham Chi Dung, Nguyen Tuong Thuy, Pham Chi Thanh, Pham Van Diep dan Nguyen Lan Thang.

Pada tinjauan UPR tahun 2019, Vietnam menerima sejumlah rekomendasi untuk mengamendemen hukum acara pidana guna menjamin proses hukum dan peradilan yang adil, dan “menghapus praktik sidang [keliling] di luar ruangan,” namun tidak melakukan apa pun untuk memenuhi janjinya. Para tersangka politik masih diperlakukan tidak adil dan ditahan selama berbulan-bulan tanpa akses terhadap penasihat hukum, atau kunjungan anggota keluarga. Pihak berwenang terus melanjutkan persidangan keliling di luar ruangan, sehingga menimbulkan trauma yang tidak perlu pada terdakwa dan keluarga mereka.

Human Rights Watch menemukan bahwa antara tahun 2019 hingga 2023, Vietnam melakukan “sidang keliling” di setidaknya 55 provinsi – 95 persen dari seluruh provinsi di negara tersebut – dan lima kota utama yaitu Hanoi, Hai Phong, Can Tho, Kota Ho Chi Minh, dan Da Nang. Pada tahun 2022, provinsi Thai Nguyen sendiri melaksanakan 105 “sidang keliling” di ruang terbuka. Selama sembilan bulan pertama tahun 2023, provinsi Nghe An melakukan 51 “sidang keliling”.

Baik dalam kasus politik maupun non-politik, polisi, jaksa, dan pengadilan melanggar prinsip dasar praduga tak bersalah dalam peradilan yang adil di hadapan pengadilan independen.

Pada UPR tahun 2019, Vietnam berkomitmen “untuk mempertahankan kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi semua orang di Vietnam,” serta “melindungi kelompok agama dan etnis minoritas, serta menahan diri untuk tidak menerapkan pembatasan hukum terhadap mereka.” Namun Vietnam gagal melaksanakan salah satu dari rekomendasi yang diterimanya tersebut.

Antara tahun 2019 hingga 2023, Vietnam menjadikan para pengikut kelompok agama independen – khususnya di wilayah Dataran Tinggi Tengah yang terpencil – sebagai sasaran pelecehan, intimidasi, pemaksaan untuk meninggalkan agama, kecaman di depan umum, interogasi intimidatif, penyerangan fisik, serta penangkapan, penahanan, dan penuntutan yang sewenang-wenang.

“Uni Eropa dan Amerika Serikat tetap bungkam mengenai catatan HAM Hanoi yang mengerikan dengan mengorbankan rakyat Vietnam,” kata Elaine Pearson. “Negara-negara anggota PBB tidak seharusnya menunggu sampai sesi UPR berikutnya agar Vietnam menghormati HAM, namun segera mendesak untuk melakukan perubahan nyata seperti pembebasan tahanan politik dan reformasi undang-undang yang melanggar hak asasi manusia.”

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country