Skip to main content

Indonesia Menegakkan Hak-Hak Orang dengan Kondisi Kesehatan Mental

Kesepakatan telah Ditandatangani untuk Mengawasi Layanan Sosial dan Institusi Kesehatan Mental

 

Sodikin, laki-laki berusia 34 tahun dengan disabilitas psikososial, di tempat kerjanya. Sodikin, yang pernah dipasung selama lebih dari delapan tahun di sebuah gubuk kecil di luar rumah milik keluarganya di Cianjur, Jawa Barat, saat ini bekerja di pabrik pakaian sebagai penjahit kancing baju seragam anak sekolah.  © 2018 Andrea Star Reese for Human Rights Watch

Pihak berwenang di Indonesia telah mengambil satu langkah penting untuk menegakkan hak-hak orang dengan disabilitas psikososial (kondisi kesehatan mental) di seluruh negeri.

Sejumlah badan nasional, termasuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ombudsman,  dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), telah menandatangani sebuah kesepakatan untuk memantau lokasi-lokasi tempat orang-orang dengan disabilitas psikososial dipasung atau dikurung. Tempat-tempat tersebut termasuk pusat pengobatan berbasis kepercayaan tradisional, lembaga pelayanan sosial, dan fasilitas-fasilitas kesehatan mental.

Terlepas dari larangan pemerintah sejak 1977, anggota keluarga, dukun tradisional, dan staf di berbagai institusi tetap memasung orang-orang dengan disabilitas psikososial, dalam beberapa kasus bahkan sampai bertahun-tahun lamanya. Lebih dari 57.000 orang Indonesia dengan disabilitas psikososial pernah dipasung atau dikurung di dalam ruang tertutup setidaknya sekali dalam seumur hidup mereka, karena luasnya stigma di masyarakat dan kurangnya layanan pendukung, termasuk pelayanan kesehatan mental.

Bekerja sama dengan aktivis pembela hak-hak disabilitas seperti Yeni Rosa Damayanti, Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia, Human Rights Watch telah lama menyerukan perlunya mengakhiri praktik pemasungan dan memantau institusi-institusi secara independen.

Pada 2016, Human Rights Watch menerbitkan sebuah laporan yang mendokumentasikan orang-orang dengan disabilitas psikososial yang, tanpa persetujuan mereka, dirantai atau disekap di institusi-institusi yang sudah terlalu penuh dan tidak higienis, di mana mereka mengalami pelecehan fisik dan seksual , serta perlakuan paksa termasuk terapi elektrokonvulsif (ECT), pengasingan paksa, pengekangan, dan penggunaan alat kontrasepsi secara paksa.

Menindaklanjuti terbitnya laporan tersebut, pemerintah Indonesia mengambil sejumlah langkah untuk membantu orang-orang dalam mengakses layanan kesehatan mental dan menghentikan pemasungan. Hasilnya, berdasarkan data pemerintah Indonesia,  jumlah orang yang dirantai atau dikurung mengalami penurunan dari sekitar 18.800 orang, angka terakhir yang dilaporkan, menjadi 12.800 orang pada Juli 2018.

Pemerintah Indonesia juga telah mengintegrasikan layanan-layanan kesehatan mental ke dalam program jangkauan kesehatan masyarakat, yang sejauh ini telah mencapai 30 juta rumah tangga di antero negeri. Selain itu, pemerintah telah mengadakan kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan kesadaran kesehatan mental, melatih staf, dan menyediakan obat-obatan di lebih dari 6.000 Puskesmas. Dijanjikan bahwa pada akhir 2019 keseluruhan Puskesmas — dengan jumlah sekitar  9.900 — akan berhasil dijangkau pemerintah.

Kesepakatan baru ini menghadirkan pengawasan rutin dan independen terhadap institusi-institusi milik pemerintah maupun swasta yang menangani orang-orang dengan disabilitas psikososial. Seorang perempuan dengan disabilitas psikososial yang pernah dikurung di Pusat Rehabilitasi Yayasan Galuh, sebuah institusi swasta di pinggiran Jakarta, mengungkapkan kepada Human Rights Watch: “Saya pernah dirantai di sini sebanyak tiga kali. Dipukul dan diborgol selama satu minggu. Bahkan saya tidak bisa pergi ke toilet – harus buang air kecil di situ, di baju saya sendiri.”

Pada akhirnya, kami ingin agar pemerintah Indonesia memberi dukungan kepada orang-orang dengan disabilitas psikososial agar mereka bisa hidup mandiri di masyarakat, bukan malah mengurung mereka di berbagai institusi itu. Sampai waktu itu tiba, pihak berwenang seyogianya mengambil langkah nyata untuk mengakhiri fasilitas-fasilitas yang kejam, meregulasi institusi-institusi swasta, dan memastikan bahwa warga negara dengan disabilitas diperlakukan secara layak dan hak-hak mereka dihargai.

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country