Skip to main content

Profesor Pakistan Jalani Sidang Penghujatan yang Tak Kunjung Vonis

Cabut UU Kejam dengan Ancaman Hukuman Mati

Pada 2 Januari, pengadilan Pakistan mengalihkan kasus penghujatan yang diduga dilakukan seorang dosen sebuah universitas, bernama Junaid Hafeez, dari satu hakim ke hakim lain. Ini adalah pengalihan keenam sejak persidangan pertama kali dimulai. Penundaan dalam kasus ini – sudah lima tahun berlalu sejak Hafeez pertama kali dituntut – hanyalah satu dari kegagalan terkini pengadilan yang bersumber pada Undang-undang Penghujatan Pakistan yang kejam.

Junaid Hafeez.  © Junaid Hafeez/Twitter

Hafeez, 33 tahun, ditangkap pada 13 Maret 2013 di Provinsi Punjab setelah sebuah kasus pidana yang menuduhnya melakukan penghujatan didaftarkan. Tuduhan tersebut didasarkan pada dugaan komentar yang diposting di Facebook, lantas disangkal oleh Hafeez. Sejak penangkapannya, ia berada dalam kurungan isolasi.

Bab 295-C dari hukum pidana Pakistan, yang dikenal sebagai Undang-Undang Penghujatan, memuat hukuman mati wajib sebagai ancamannya. Meski belum ada eksekusi sampai saat ini, setidaknya 18 orang sedang berada dalam daftar orang yang dijatuhi hukuman mati, sementara 20 lainnya menjalani hukuman seumur hidup karena pelanggaran terkait. Sudah ada ratusan orang yang dituntut berdasarkan Undang-Undang ini. Undang-Undang tersebut semakin banyak digunakan untuk memenjarakan dan mengadili orang-orang karena komentar di media sosial.

Penundaan dalam kasus Hafeez hanyalah salah satu contoh penolakan atas pengadilan yang adil terhadap mereka yang menghadapi tuduhan penghujatan. Asia Bibi, seorang pemeluk Kristen dari Provinsi Punjab yang menjadi perempuan pertama dalam sejarah negara itu yang dijatuhi hukuman mati karena penghujatan pada 2010, terus merana di penjara.

Tersangka penghujatan seringkali merasa kesulitan untuk menemukan bantuan hukum karena adanya ancaman dan tindakan kekerasan terhadap pengacara. Pada Mei 2014, Rashid Rehman, seorang aktivis hak asasi manusia terkemuka dan pengacara Hafeez, terbunuh di kantornya di Multan. Rehman sebelumnya diancam dengan “konsekuensi mengerikan” karena membela Hafeez.

Ketidakpedulian pemerintah pada pelanggaran hukum berdasarkan Undang-Undang Penghujatan ini dan kekerasan yang timbul bersifat diskriminatif dan melanggar hak kebebasan beragama, berkeyakinan, dan berekspresi. Kasus Hafeez memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk mencari jalan atas ketidakadilan persidangan dengan membatalkan dakwaan terhadap Hafeez, sekaligus menyikapi Undang-undang Penghujatan secara umum, dengan cara terus berusaha membatalkan Undang-Undang itu dan menyelamatkan banyak orang yang hidupnya terkena dampak buruk dan tidak adil dari Undang-Undang ini.

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country
Topic